Yunus Husein Sebut PPATK Ibarat Gelandang Sepak Bola, Strikernya Penyidik

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 16 Maret 2023 04:34 WIB
Jakarta, MI - Mantan Ketua Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein, menyebut PPATK berperan seperti gelandang pada permainan sepak bola, yakni bertugas mengoper bola pada striker. Dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU), menurut dia penyidik berperan sebagai striker. “Kalau ditanya, ke mana diteruskan? PPATK ini kan peranannya seperti gelandang, midfielder pada permainan bola, kepada striker, stiker itu penyidik," kata Yunus dikutip pada Kamis (16/3). Menurutnya, PPATK tidak boleh menyidik, namun dia sebagai pemain tengah yang memberikan umpan kepada penyidik. "Sebenarnya sudah setegah matang. Nah yang menfollow up itu para striker, penyidik tadi,” bebernya. Artinya, jelas dia, setelah penyidik menerima laporan dari PPATK, mereka akan mencari bukti permulaan yang cukup. Ketika dua alat bukti permulaan sudah ditemukan dan ada indikasi tindak pidana, maka status kasus itu akan ditingkatkan menjadi penyidikan. “Mencari bukti permulaan dari setiap unsur yang diduga dilakukan itu perlu waktu,” tandasnya. Selain itu, Yunus juga menyinggung soal Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang kini menjadi sorotan publik. Tersorot karena sejumlah pejabat negara ketahuan memiliki harta yang tidak wajar alias tidak sesuai dengan data yang di LHKPN. Adalah bekas pejabat eselon III Kepala Bagian Umum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Kanwil Jakarta Selatan, Rafael Alun Trisambodo, bekas Kepala Kantor Bea dan Cukai Daerah Istimewa Yogyakarta, Eko Darmanto, Kepala Kantor Pajak Madya Jakarta Timur Wahono Saputro serta Kepala Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono. Yunus pun turut mengakui bahwa LHKPN saat ini sudah jarang yang benar-benar sama persis dengan fakta yang ada. Meski demikian, ia membeberkan cara PPATK dalam menganalisis sesuai dengan faktanya. Berdasarkan pengalamannya, kata dia pada waktu laporan transaksi keuangan itu masuk, pihaknya terlebih dahulu mlakukan pendalaman atau analisis ada paling tidak sedikitnya 3 kriteria. "Pertama, kalau itu penyelenggara negara itu priority yang didalami. Yang kedua kalau jumlahnya besar. Yang ketiga terkait kasus yang ada," bebernya. Untuk itu, terkait dengan temuan harta yang tidak wajar dan juga transaksi gelap Rp 300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) harus terus didalami dan diselidiki lebih lanjut oleh PPATK dan aparat penegak hukum (APH) lainnya. Sebelumnya PPATK mencurigai adanya transaksi mencurigakan di dalam rekening milik mantan pejabat Ditjen Pajak, Rafael Alun Trisambodo. Sejauh ini, sudah 40 rekening terkait Rafael diblokir. Nilai aliran uang di dalam rekening tersebut dalam kurun 2019-2023 ditaksir mencapai Rp 500 miliar. Selain itu, ditemukan pula transaksi janggal Rp 300 triliun yang dikemukakn oleh Menko Polhukam Mahfud MD. Namun demikian PPATK menyatakan bahwa transaksi janggal senilai Rp 300 triliun yang ada di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan juga korupsi yang ada di Kemenkeu. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, transaksi janggal senilai Rp 300 triliun merupakan  transaksi janggal yang ada di kepabeanan dan cukai serta kasus perpajakan. Kasus tersebut biasanya ditindaklanjuti oleh Kemenkeu sebagai Kementerian yang mengurusi tindak pidana asal dari tindak pidana pencucian uang, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010. “Jangan ada salah persepsi di publik bahwa yang kami sampaikan kepada Kemenkeu bukan tentang adanya  penyalahgunaan kekuasaan atau korupsi yang dilakukan oknum pegawai Kemenkeu,” kata Ivan, Selasa (14/3). Ivan menjelaskan, biasanya memang PPATK memberikan data tersbeut kepada Kemenkeu yang merupakan penyidik tindak pidana asal dari TPPU. Sehingga setiap kasus yang terkait dengan kepabeanan dan perpajakan akan diatasi langsung oleh Kemenkeu. “Setiap kasus yang terkait dengan kepabeanan maupun kasus yang terkait perpajakan kami sampaikan ke Kementerian keuangan. Kasus-kasus itulah yang secara konsekuensi logis memiliki nilai yang luar biasa besar, yang kita sebut Rp300 triliun,” jelasnya. Meski begitu, PPATK juga menemukan transaksi janggal yang dilakukan oleh pegawai Kementerian Keuangan. Hanya saja, nilainya tidak besar dan sudah ditangani oleh langsung oleh Kemenkeu. (Wan) #PPATK Yunus Husein