Nyaris 1000 Tower BTS Jadi Barang Mati, Ini "Cara Licik" Para Tersangka Korupsinya

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 22 Mei 2023 12:18 WIB
Jakarta, MI - Pembangunan menara telekomunikasi BTS 4G merupakan program kerja prioritas dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang bekerja sama dengan Pemerintah Daerah di seluruh wilayah Indonesia dalam rangka pemerataan sinyal 4G diseluruh wilayah pedesaan di Indonesia. Adapun proyek pembangunan BTS dengan target sebanyak 7.904 tower di daerah yang masuk kategori 3T yakni Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal. Proyek tersebut rencananya dikerjakan dalam dua tahap. Tahap pertama, sebanyak 4.200 site dan dikerjakan pada 2021. Sementara 3.704 lainnya masuk tahap dua dan digarap pada 2022.  Proyek ini dimulai pada 2020 dan ditargetkan rampung pada 2024. Pada 2021 dana sudah keluar Rp 10 triliun dari Rp 28 triliun. Ditahap pertama, Kementerian Kominfo sempat melaporkan bahwa pembangunan BTS telah rampung sebanyak 4.200 tower. Laporan itu dilakukan setelah mendapatkan teguran dari Mahfud terkait mangkraknya proyek tersebut. Setelah diselidiki menggunakan satelit hanya terbangun 957 tower. "Hanya terbangun 1.200 tower, laporan dari 4.200. Sesudah diselidiki pakai satelit cuma 957 tower. Sampai akhir 2021 barangnya enggak ada. Lalu diperpanjang sampai Maret (2023)," kata Mahfud dalam sambutannya di acara HUT Gerakan Bhineka Nasionalis (GBN), Jakarta Pusat, Minggu (21/5) kemarin. Mahfud menambahkan, 4.800 tower BTS juga seharusnya ditargetkan rampung pada Maret 2023. Namun, hingga saat ini, hanya terdapat 985 tower yang telah dibangun. Itu pun tidak bisa digunakan alias barang mati. "Tiang itu dilihat oleh satelit oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Kan hanya ada 985, itu pun semua yang dijadikan sampel tak ada, hanya barang-barang mati. Mangkrak," jelasnya. Sebenarnya, poyek BTS memiliki anggaran yang cukup besar. Namun demikian, total anggaran yang dikorupsi dalam kasus ini saja sudah mencapai 80%. Yaitu, Rp 8,32 triliun dari total anggaran yang telah dikeluarkan sekitar Rp 10 triliun. Kerugian negara itu terdiri dari biaya untuk kegiatan penyusunan kajian pendukung, mark up harga, dan pembayaran BTS yang belum terbangun. Lantas bagaimana peran para tersangka dalam kasus ini? Perlu diketahui, bahwa pembiayaan proyek tersebut dikelola Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) –yang berada di bawah komando langsung dari Menkominfo, Johnny Gerard Plate. Dalam rilis resmi sebelumnya, Direktur Utama BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif mengatakan, mekanisme seleksi akan dilakukan secara akuntabel dan transparan agar mendapatkan mitra KSO yang kompeten. Dalam skema KSO ini, BAKTI Kominfo bertanggung jawab melakukan pembangunan serta pemeliharaan infrastruktur BTS 4G, termasuk di dalamnya menyediakan lahan. “Sementara, mitra operator seluler bertanggung jawab menyediakan layanan 4G kepada pelanggan, termasuk di dalamnya melakukan operasi dan pemeliharaan jaringan 4G secara keseluruhan,” ujar Anang, Jum'at (28/5/2021) lalu. Untuk periode 2020-2021, BAKTI Kominfo menargetkan pembangunan 1.200 menara BTS 4G dengan anggaran Rp 10 triliun. Tenggat waktu penyelesaian proyek diperpanjang dari Desember 2021 hingga Maret 2023 dengan target 4.800 menara BTS. Namun dalam perjalanannya, Kejagung mengendus ketidakberesan dalam proyek BTS 4G sejak Agustus 2022. Dalam perhitungan awal, Kejagung menduga kerugian negara hanya mencapai Rp 1 triliun. Lalu, ketika Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ikut turun tangan dengan memeriksa tahapan perencanaan, penunjukan konsultan, hingga penunjukan barang, terungkap kerugian negara ternyata jauh lebih besar. Kejagung mulai melakukan gelar perkara kasus pada Oktober 2022. Kemudian, status penanganan perkara ditingkat ke penyidikan pada November 2022. Pada Rabu (4/1/2023), Kejagung mulai menetapkan Anang Achmad Latif,  Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak,  tenaga ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia tahun 2020, Yohan Suryanto, sebagai tersangka. AAL GMS Anang diduga sengaja mengeluarkan peraturan untuk menutup peluang para calon peserta lain dalam pengadaan tersebut. Peraturan itu untuk mengamankan harga pengadaan yang sudah di mark-up sedemikian rupa. Sedangkan Galumbang diduga berperan memberikan masukan, sekaligus saran kepada Anang dalam menyusun peraturan terkait pengadaan tersebut. Hal itu dimaksudkan agar menguntungkan vendor dan konsorsium, serta PT Mora Telematika Indonesia sebagai supplier salah satu perangkat. Sementara itu, Yohan diduga secara melawan hukum telah memanfaatkan lembaga yang menaungi untuk membuat kajian teknis terkait pengadaan itu. YS Kemudian pada Senin (6/2/2023), Kejagung menetapkan Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan dan Account Director of Integrated Accont Department PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali sebagai tersangka. MA Irwan dan Mukti diduga melakukan pemufakatan jahat dengan Anang untuk mengkondisikan pelaksanaan pengadaan BTS 4G pada BAKTI Kominfo agar penyedia tertentu yang menjadi pemenang dalam paket 1, 2, 3, 4, dan 5. IH Selanjutnya  pada Rabu (17/5/2023) kemarin, Kejagung kembali menetapkan tersangka baru, yakni Menkominfo Johnny G Plate. Ia berperan sebagai menteri sekaligus pengguna anggaran (PA) dalam proyek BTS Bakti Kominfo. [caption id="attachment_543035" align="alignnone" width="600"] Menkominfo, Johnny G Plate. (Foto: Dok.MI)[/caption] Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (LA)