Erick Thohir Sebut Syarat Garuda Indonesia Kembali Sehat Walau Butuh Waktu Lama

mbahdot
mbahdot
Diperbarui 25 Oktober 2021 08:12 WIB
Monitorindonesia.com - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, mengatakan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. harus fokus menggarap pasar penerbangan domestik untuk memperbaiki performa bisnis. “Garuda harus fokus pada domestik, saya yakin akan kembali sehat,” kata Erick di Palembang, kemarin (Minggu, 24/10/2021). Dia menegaskan bahwa Garuda telah terjebak dalam bisnis yang tidak sehat ketika mulai menggarap rute penerbangan luar negeri. Dengan berfokus pada dalam negeri, Garuda akan kembali sehat walau memerlukan waktu cukup lama. Diketahui bahwa penumpang Garuda Indonesia tujuan domestik mendominasi 78 persen pemesanan tiket, dengan pendapatan mencapai Rp1.400 triliun. Di sisi lain, jumlah penumpang tujuan luar negeri tercatat hanya 22 persen dengan perolehan Rp300 triliun. Erick menegaskan juga bahwa pihaknya akan terus mengawal proses restrukturisasi yang sedang berlangsung di Garuda Indonesia. Dia tidak akan bernegosiasi dengan penyalahgunaan wewenang dan korupsi. Sementara itu, sebelumnya Anggota Komisi VI DPR RI, Evita Nursanty, mendukung rencana Kementerian BUMN menutup maskapai Garuda Indonesia apabila negosiasi dengan para lender, lessor pesawat, hingga pemegang sukuk global gagal dilakukan. Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan tidak ada pilihan lain jika negosiasi berjalan alot dan kemungkinan berakhir gagal. Kementerian BUMN harus menyiapkan maskapai penerbangan Pelita Air atau maskapai lain sebagai pengganti. "Saya menilai penyiapan maskapai penerbangan lain untuk menggantikan Garuda Indonesia sebagai antisipasi dari sangat seriusnya situasi saat ini. Kalau memang tidak bisa lagi dinegosiasikan dengan para lessor, lender maupun pemegang sukuk global ya tentu saja seperti kata Kementerian BUMN, opsinya tidak ada lagi kecuali ditutup," katanya, Sabtu (23/10/2021). Dia menambahkan bahwa DPR sudah menegaskan opsi penyertaan modal negara (PMN) tidak akan mungkin dilakukan. Ia yakin penutupan Garuda Indonesia itu tidak akan membuat Indonesia kehilangan flag carrier. Dicontohkannya, seluruh penerbangan di Amerika Serikat (AS) dikelola oleh swasta, dan semua pesawat yang terdaftar di AS itu disebut flag carrier. Sebuah negara bisa mengganti maskapai national carrier-nya bahkan meniadakannya, termasuk bekerja sama dengan maskapai internasional untuk jadwal penerbangan internasional. "Kalau saya ditanya saya tentu suka jika Garuda Indonesia tetap ada, tapi kalau kondisinya memang sudah tidak ada jalan keluar lain di mana para lessor dan lender itu tetap tidak mau negosiasi, ya sudah tutup saja," ujar Evita. Garuda terjerat utang menggunung hingga Rp70 triliun sehingga perusahaan menderita kerugian. Pandemi COVID-19 juga membuat kinerja keuangan Garuda Indonesia semakin babak belur. Kementerian BUMN menyebut salah satu biang kerok kerugian Garuda Indonesia adalah kesepakatan harga pesawat dari perusahaan lessor. “Negosiasi harus dikerasi terutama mengenai leasing atau lessor (menyediakan armada pesawat dengan skema sewa) pesawat yang dikorupsi dan harga terlalu mahal,” kata Erick. Karena itu, Erick menilai peluang untuk berkembang menjadi perusahaan yang kuat dan sehat ada pada Pelita Air Service (PAS) yang memang selama ini fokus pada penerbangan dalam negeri. Dia yakin Pelita Air bisa dikembangkan asal tidak ikut menggarap rute luar negeri yang mengakibatkan tidak sehat dalam beroperasi. Rencana menyiapkan PT Pelita Air Service (PAS) sebagai maskapai berjadwal nasional menggantikan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) sudah dibenarkan Kementerian BUMN. Hal ini untuk mengantisipasi apabila restrukturisasi dan negosiasi yang sedang dilakukan Garuda tak berjalan mulus. ’"Kalau mentok ya kita tutup, tidak mungkin kita berikan penyertaan modal negara karena nilai utangnya terlalu besar,’" kata Wakil Menteri BUMN II, Kartiko Wirjoatmodjo. Menurut Tiko, panggilannya, progres negosiasi dan restrukturisasi utang Garuda Indonesia dilakukan dengan seluruh lender, lessor pesawat, hingga pemegang sukuk global, melibatkan tiga konsultan yang ditunjuk Kementerian Negara BUMN. Meskipun demikian, negosiasi dengan kreditur dan lessor masih alot dan membutuhkan waktu yang panjang. Salah satu alasannya, pesawat yang digunakan Garuda Indonesia dimiliki puluhan lessor. Menurut dia, meskipun Garuda Indonesia bisa diselamatkan, Garuda Indonesia tidak bisa melayani lagi penerbangan jarak jauh, misalnya ke Eropa. Karena itu, maskapai asing akan digandeng sebagai partner maskapai domestik untuk melayani penerbangan internasional.