Gawat! Rupiah Bakal Tembus Rp16.500 per Dolar AS, Jika BI Tidak Lakukan Ini

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 25 Oktober 2023 11:44 WIB
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudistira (Foto: Dok. IG Bhima Yudistira)
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudistira (Foto: Dok. IG Bhima Yudistira)

Jakarta, MI- Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudistira memprediksi pelemahan rupiah akan terus berlanjut jika Bank Indonesia (BI) tidak melakukan mitigasi. 

Menurut Bhima, mitigasi itu menciptakan stabilitas politik dengan mencegah segala praktik kolusi dan nepotisme. Selanjutnya, mengendalikan  impor pangan, meningkatkan jumlah devisa hasil ekspor (DHE) yang masuk ke perbankan domestik.

Serta mempercepat serapan 40% pengadaan barang pemerintah dari produk lokal, dan mendorong industri mencari bahan baku alternatif dari sumber lokal.

"Jika hal itu tidak dilakukan BI, maka mata uang rupiah diprediksi menembus diangka Rp 16.500 per dolar AS. Walaupun BI telah menetapkan suku bunga 6% pada saat rupiah mendekati Rp 16.000 per dolar AS," jelas Bhima kepada Monitorindonesia.com, Rabu (25/10) 

Bhima menambahkan, melemahnya rupiah ini juga dipicu selisih imbal hasil antara surat utang AS dan SBN tenor 10 tahun hanya 3,1%. Sehingga kecil sekali selisihnya dengan aset aman (risk free asset), akibatkan investor keluar dari pasar keuangan. 

Begitu pula tekanan dari eksternal cukup kuat, seperti kekacauan geopolitik Ukraina hingga timur tengah dan data ekonomi global yang memburuk terutama proyeksi perlambatan ekonomi China.

"Tahun depan China hanya mampu tumbuh 4,7-4,8%, padahal China mitra dagang dan asal wisman yang cukup penting bagi Indonesia," kata Bhima. 

Dikatakan pula, pelemahan rupiah diperkirakan akan berlanjut adanya isu politik dinasti dalam negeri yang akan menambah ketidakpastian tinggi, seperti diangkatnya Gibran sebagai cawapres Prabowo. 

"Tentunya isu ini akan menimbulkan friksi di kalangan masyarakat, pelaku pasar membaca sentimen Gibran sebagai sentimen yang negatif," ucapnya.

Maksudnya, kata Bhima, bukan berarti anak presiden mendapat privilleges untuk maju jadi cawapres. Namun ada sentimen yang menimbulkan sikap investor untuk risk off atau menjauhi portfolio di pasar domestik dan ini berakibat keluarnya modal asing dari bursa saham terus menerus.

"Dampak pelemahan rupiah sampai membuat harga-harga barang impor akan naik terutama pangan dan bbm. Beras kita kan sudah naik tajam bisa makin mahal karena impornya tinggi. Kemudian bbm juga biaya impornya naik dan bbm non subsidi bisa terus naik. Imported inflation akan kita lihat dalam jangka pendek, daya beli masyarakat bakal melemah diakhir tahun," tutupnya. (Han)