Neraca Perdagangan Indonesia Surplus, Kurs Rupiah Menurun Tipis

Zefry Andalas
Zefry Andalas
Diperbarui 15 Januari 2024 17:22 WIB
Ilustrasi - Petugas menunjukkan uang dolar AS dan uang rupiah di salah satu kantor cabang Bank Mandiri di Jakarta. (Foto: ANTARA)
Ilustrasi - Petugas menunjukkan uang dolar AS dan uang rupiah di salah satu kantor cabang Bank Mandiri di Jakarta. (Foto: ANTARA)

Jakarta, MI - Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), surplus neraca perdagangan Indonesia pada Desember 2023 mengalami surplus sebesar  3,31 miliar dolar AS atau surplus selama 44 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.

Kondisi tersebut membuat rupiah melemah terbatas sebesar lima poin atau 0,03% menjadi Rp15.555 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp15.550 per dolar AS.

Surplus tersebut ditopang oleh surplus dari komoditas nonmigas sebesar 5,20 miliar dolar AS, dengan komoditas utamanya yakni bahan bakar mineral, lemak minyak hewani/nabati serta besi dan baja.

"Surplus neraca perdagangan tentu dapat menjadi faktor pendukung ekonomi Indonesia dan menjadi katalis positif bagi rupiah," kata analis pasar uang Bank Mandiri Reny Eka Putri di Jakarta, Senin (15/1). 

Di sisi global, ketidakpastian keputusan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed masih membuat pasar valas mengalami volatilitas.

Sentimen terbaru datang dari rilis inflasi AS yang kembali meningkat di atas ekspektasi pasar. Inflasi AS per Desember 2023 tumbuh sebesar 3,4% dipengaruhi masih tingginya harga pangan dan energi.

Begitu pula inflasi inti AS masih sebesar 3,9%, hampir dua kali lipat dari target Bank Sentral AS sebesar 2%.

Kondisi tersebut membuat ekspektasi The Fed masih akan mempertahankan suku bunga tingginya beberapa waktu ke depan semakin besar sehingga membuat dolar AS menguat. Indeks dolar AS kembali ke arah 102 hingga 103, setelah tutup di level 101 pada akhir tahun 2023.