Ekonom UGM Nilai Penyaluran Bansos Jokowi Ada Unsur Politisasi

Zefry Andalas
Zefry Andalas
Diperbarui 1 Februari 2024 11:04 WIB
Ilustrasi - Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat memberikan Bantuan Sosial (Bansos). (Foto: dok setkab)
Ilustrasi - Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat memberikan Bantuan Sosial (Bansos). (Foto: dok setkab)

Jakarta, MI - Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Anggito Abimanyu mengatakan bantuan sosial atau bansos mestinya tidak disalurkan satu atau dua pihak tertentu, termasuk presiden. Hal ini untuk menghindari adanya politisasi.

"Cukup yang menyampaikan adalah kementerian yang bertanggung jawab, sehingga ada akuntabilitasnya," kata Anggito di Jakarta, Rabu (31/1).

Anggito mengatakan bansos mestinya disalurkan menteri sosial sebagai kuasa pengguna anggaran dan tidak dilabeli logo instansi tertentu. Namun, dilabeli anggaran pendapatan belanja negara (APBN) karena Bansos merupakan hak masyarakat yang dibelanjakan menggunakan uang negara.

"Sehingga tidak memicu interpretasi adanya politisasi bantuan untuk rakyat," kata Anggito.

Menurut Anggito, penyaluran Bansos selama ini tidak menggunakan data terintegrasi. Walhasil, ada risiko tumpang tindih dan penerima Bansos yang tidak tepat saaran. Penyaluran bansos sampai saat ini banyak menimbulkan pertanyaan.

“Seperti duplikasi rumah tangga penerima dan kemungkinan ada rumah tangga miskin yang justru tidak menerima bantuan karena tidak terdata," katanya.

Pembagian bansos di tahun politik ditengarai berdampak pada suara calon presiden Prabowo Subianto dan calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Jokowi. Kubu politik lawan dari Prabowo-Gibran sudah menyuarakan kritik berulang kali soal pembagian bansos di berbagai daerah saat kunjungan Jokowi.

Di tengah kritik politisisasi bansos, Jokowi mengatakan akan tetap meneruskan penyaluran bansos pangan cadangan beras pemerintah (CBP) sampai Juni 2024. Jokowi mengatakan pembagian itu dapat terus berlanjut asal anggarannya mencukupi.

“Nanti setelah Juni saya akan hitung-hitung lagi APBN kita, kalau memungkinkan akan dilanjutkan lagi,” kata Jokowi di Gudang Bulog Sendangsari, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta dikutip dari keterangan Sekretariat Presiden, Selasa (30/1).

Menanggapi isu politisasi bansos, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan bantuan merupakan kebijakan afirmatif pemerintah dari APBN untuk merespons dampak El Nino dan harga pangan yang tinggi.

Untuk tahun 2024 ada peningkatan jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Bantuan Pangan Beras. Dari sebelumnya 21,3 juta KPM pada 2023 menjadi sebanyak 22 juta KPM.

Mengenai keterlibatan Menteri Sosial, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP Hasto Kristiyanto menyebut Risma tidak dilibatkan dalam kebijakan penyaluran beras untuk masyarakat miskin atau raskin.

Dia mengatakan Menteri Sosial Tri Rismaharini tak mau penyaluran bantuan sosial atau bansos dipolitisasi. Risma merupakan kader PDIP. 

“Beliau tidak mau data-data Kemensos ini dipakai untuk kepentingan politik partisan, apalagi untuk memperjuangkan kepentingan keluarga,” kata Hasto di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (30/1).