Pengusaha Tambang Lalai Bayar Pajak, Dirjen Pajak Beri Peringatan
Jakarta, MI - Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Bimo Wijayanto, menegur keras sejumlah pengusaha tambang mineral dan batu bara (minerba) yang belum patuh melaporkan kewajiban pajaknya.
Bimo menegaskan, perusahaan-perusahaan yang tidak patuh akan berisiko gagal memperoleh persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2026.
Data DJP menunjukkan ketidakseimbangan antara jumlah wajib pajak (WP) aktif di sektor minerba dan pelaporan pajak mereka. Pada 2025, tercatat 7.128 WP aktif, namun yang melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) justru masih nihil.
Padahal, batas pelaporan SPT Badan adalah 4 bulan setelah akhir tahun pajak, atau 30 April setiap tahunnya. Bimo menilai kondisi ini mencerminkan kurangnya kesadaran dari perusahaan pemegang Kontrak Karya (PKP2B), IUP, dan IUPK dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
"Negara sangat berbaik hati memberikan kesempatan pihak swasta untuk ikut menjadi pemain di dalam sektor minerba dan tentunya hak dan kewajibannya juga harus setara. Bisnis harus adil, pemerintah harus hadir. Keadilan ini tentu akan sangat-sangat bisa tercapai kalau ada kesadaran. Kalau tidak ada kesadaran, maka enforcement yang harus kita lakukan," kata Bimo dalam acara Sosialisasi RKAB 2026 pada Rabu (26/11/2025) lalu, dikutip dari kanal Youtube Fadhil94.
Catatan DJP menunjukkan tren yang mengkhawatirkan dalam lima tahun terakhir di sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba). Meskipun jumlah wajib pajak (WP) aktif terus meningkat, tingkat pelaporan SPT Tahunan justru menurun.
Pada 2021, jumlah WP aktif sebanyak 6.321, pelaporannya 6.078 (96,16 persen). Lalu, pada 2022 jumlah WP naik jadi 6.557, tapi pelaporan SPT turun jadi 6.105 (93,11 persen). Pada 2023, jumlah WP aktif menjadi 6.859, tapi pelaporan SPT turun menjadi hanya 5.775 (84,20 persen) dan 2024 jumlah WP menjadi 7.123 dan pelaporan SPT hanya 5.060 (71,04 persen). Sedangkan, pada 2025 jumlah WP 7.128 dan SPT yang dilaporkan masih nihil.
Tren serupa juga terjadi pada pembayaran pajak. Pada 2021, hanya 51,7 persen WP yang melakukan pembayaran, turun menjadi 50 persen pada 2022. Pada 2023 turun menjadi 45,4 persen dan 2024 menjadi 42,1 persen, hingga pada 2025 ini WP yang melakukan pembayaran baru 35,4 persen.
Oleh karena itu, Bimo meminta para pengusaha segera melaporkan SPT dan melunasi kewajiban perpajakan mereka. Mulai tahun depan, syarat untuk memperoleh persetujuan RKAB akan mencakup kepatuhan pajak selain pelunasan PNBP.
"Kalau kita melihat di sini, kalau Bapak-Ibu di posisi kami, pasti juga akan berpikir yang sama, maka ini early warning kepada Bapak-Ibu. Silahkan comply sebelum nanti kerangka regulasi antara dua menteri kita sahkan bahwa untuk RKAB, selain PNBP yang harus dilunasi, kewajiban perpajakannya juga harus dilunasi," tegasnya.
Menurutnya, perusahaan dengan kondisi keuangan dan transaksi yang baik seharusnya tidak mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban pajak. Namun, selama ini banyak perusahaan yang abai karena kepatuhan perpajakan tidak menjadi syarat RKAB.
Bimo juga mengakui bahwa DJP selama ini kurang tegas, namun ia menegaskan akan memperbaiki hal tersebut. Ia mengungkapkan tak akan segan-segan memberikan sanksi, apabila setelah aturan ini, ternyata masih ada yang nakal, baik perusahaan maupun pegawai DJP.
"Sayangnya selama ini, Bapak-Ibu abai. Kami juga abai. Anak-anak saya abai dan saya akan perintahkan, saya tidak akan mentolerir satupun. Semua akan saya proses. Mudah-mudahan kepatuhan sukarela Bapak-Ibu silahkan. Betulkan SPT, setor utang-utang yang sudah inkracht, tagihan-tagihan sudah inkracht," tuturnya.
Topik:
djp pajak pengusaha-tambang rkab