Natalius Pigai Ungkap Data BPS Peningkatan Indeks Perilaku Anti Korupsi

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 21 Juni 2022 14:25 WIB
Jakarta, MI - Aktivis Hak Asasi Manusia Natalius Pigai mengungkap data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2022 yang memperlihatkan adanya peningkatan indeks perilaku anti korupsi di Indonesia. Berdasarkan data BPS 2022 yang dikutip Natalius Pigai, bahwa perilaku anti korupsi saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dipimpin oleh Firli Bahuri mengalami peningkatan. Yakni dari 3,71 pada tahun 2017 menjadi 3,88 pada tahun 2021. Menurut Natalius Pigai data BPS tersebut secara tegas dan gamblang membungkam para survei, hatter's dan koruptor yang menyerang KPK. "Data BPS 2022. Indeks Perilaku Anti Korupsi meningkat dr 3,71 thn 2017 periode sebelumnya menjadi 3,88 thn 2021 saat KPK dipimpin Firli Bahuri. Data BPS ini tegas & gamblang membungkam Para Survei, hatter’s & Koruptor yg menyerang KPK selama ini," kata Natalius Pigai melalui tweetnya seperti dikutip Monitor Indonesia.com, Selasa (21/6). Sebagai informasi, Survei Litbang Kompas mencatatkan sejarah baru bagi KPK tetapi bukan perihal prestasi penegakan hukum. Menanggapi itu, KPK menyebut penegak hukum lain pun mendapatkan catatan yang sama dari survei itu. Litbang Kompas menyelenggarakan jajak pendapat itu secara periodik sejak 26 Mei hingga 4 Juni 2022 dengan metode wawancara tatap muka. Responden yang dipilih secara acak sebanyak 1.200 dengan metode pencuplikan sistematis di tingkat 34 provinsi Indonesia. Tingkat kepercayaan metode ini 95 persen dengan margin of error +-2,8 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana. Kesalahan di luar pemilihan sampel dimungkinkan terjadi. Berdasarkan survei yang dirilis Senin (20/6/2022), kepuasan publik terhadap pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin (Jokowi-Ma'ruf) turun 6,8 persen dibandingkan survei pada Januari 2022. Di awal tahun, tingkat kepuasan terhadap pemerintah di angka 73,9 persen. Pada Juni 2022, kepuasan terhadap kinerja Jokowi-Ma'ruf turun menjadi 67,1 persen. Tingkat kepuasan publik dalam survei ini berdasarkan empat bidang, yakni bidang politik dan keamanan, penegakan hukum, perekonomian, serta kesejahteraan sosial. Pada aspek ekonomi dan penegakan hukum, terjadi penurunan tingkat kepuasan terdalam, masing-masing 14,3 persen dan 8,4 persen. Sementara itu, aspek politik dan keamanan dan kesejahteraan sosial turun 4,5 persen dan 4,9 persen. Di bidang penegakan hukum, ketidakpuasan dalam hal pemberantasan suap dan jual beli kasus hukum 44,7 persen, serta pemberantasan korupsi 43,2 persen. Lalu khusus di bidang ekonomi ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah mengendalikan harga barang dan jasa mencapai 64,5 persen. Ketidakpuasan terhadap penyediaan lapangan kerja atau mengurangi pengangguran 54,2 persen. Litbang Kompas juga menyebutkan turunnya tingkat kepuasan publik selaras dengan menurunnya keyakinan publik terhadap pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. Pada survei Januari 2022 angka keyakinan sebesar 70,5 persen, namun survei Juni 2022 menunjukkan angka keyakinan menjadi 63,5 persen. Berikut tingkat kepuasan terhadap Jokowi-Ma'ruf di 4 aspek. Bidang Politik dan Keamanan: 73,1% Penegakan Hukum: 57,5% Perekonomian: 50,5% Kesejahteraan Sosial: 73,4% Kepuasan total: 67,1% Tingkat kepuasan terhadap Jokowi-Ma'ruf di antara pemilih dan bukan pemilih: Pemilih: 82,8 Persen Bukan Pemilih: 47,7 persen. Soal KPK, Litbang Kompas menyebutkan bila pada survei Juni ini citra KPK hanya berada di angka 57 persen. Hal itu disebut sebagai apresiasi paling rendah dari publik kepada KPK sepanjang survei Kompas sejak Januari 2015. Menanggapi itu, KPK melalui Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menjadikan hal itu sebagai masukan. Di sisi lain Ali turut menyoroti tren yang sama bagi penegak hukum lain. "Pengukuran kepuasan publik terhadap kinerja penegakan hukum di Indonesia akan menjadi catatan masukan bagi KPK. Terlebih, hampir semua aparat penegak hukum memiliki trend penilaian yang sama," ucap Ali kepada wartawan, Selasa (21/6/2022). Ali kemudian menyoroti tentang korupsi sebagai kejahatan luar biasa yang selalu mengalami perkembangan. Hal ini disebut Ali menjadi tantangan tersendiri bagi penegak hukum. "Perlu disadari modus korupsi sebagai kejahatan extra ordinary terus mengalami perkembangan sehingga menjadi tantangan bagi seluruh aparat penegak hukum untuk terus meningkatkan kompetensinya sekaligus komitmennya untuk memberantas korupsi melalui tugas, kewenangan, dan instrumen hukum yang dimiliki secara konsisten karena konsistensi penegakan hukum akan memberikan efek jera yang nyata bagi para pelaku sekaligus pembelajaran terhadap publik agar tidak mengulangi kejahatan serupa," kata Ali. "Dengan demikian, seluruh aparat penegak hukum punya semangat dan nafas yang sama dalam mewujudkan Indonesia yang bersih dari korupsi," imbuhnya.

Topik:

Korupsi BPS