Kasus Suap IMB Apartemen, Pakar Hukum Cium Korporasi Manfaatkan Perbuatan Haryadi Suyuti

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 27 Oktober 2022 13:08 WIB
Jakarta, MI - Pakar Hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menduga mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti sang terdakwa kasus dugaan suap izin mendirikan bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedhaton, melakukan tindak pidana tidak hanya sendiri melainkan juga melibatkan korporsi yang lebih besar. "Ya seharusnya KPK mengusut tuntas tidak hanya Haryadi Suyuti (HS) karena dapat dipastikan Haryadi Suyuti menyuap selain tidak dilakukannya sendiri juga mewakili kepentingan korporasi yang lebih besar," kata Fickar kepada Monitor Indonesia, Kamis (27/10).Meski, JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga telah mendakwa Oon Nusihono yang merupakan Vice President Real Estate PT Summarecon Agung (SA) Tbk memberi suap kepada eks Wali Kota Yogyakarta dua periode itu. Namun menurut Fickar, KPK juga harus mengulik pihak korporasi yang juga menerim keuntungan dari perbuatan Haryadi Suyuti."Karena itu seharusnya kasus ini dijembangkan tidak hanya pada orang-orang yang memang mensuport tindakan Haryadi Suyuti juga terhadap korporasi yang diwakili dan menerima keuntungan dari perbuatan Haryadi Suyuti," pungkasnya.Sebelumnya, JPU KPK, Ferdian Adi Nugroho mengungkapkan jika merujuk dalam surat dakwaan yang telah disusun sebelumnya menunjukkan bahwa Oon Nusihono tidak sendiri dalam melangsungkan aksinya. “Seperti dakwaan kami bahwa apa yang dilakukan Pak Oon ini sepengetahuan Pak yakni Syarif Benjamin dan Herman Nagaria. Meskipun yang bersangkutan di persidangan dan saksi-saksi dari PT Summarecon menolak semua. Tetapi kami punya bukti chat dan sebagainya,” kata Ferdian di Pengadilan Negeri Yogyakarta kepada wartawan, Senin (17/10).Dalam keterangan yang disampaikan Oon, lanjut Ferdian, ketika menjadi saksi pun sebenarnya membenarkan fakta itu. Dalam hal ini adalah koordinasi yang dilakukan dengan kedua petinggi Summarecon Agung itu terkait proses pengurusan perizinan IMB yang di situ ada permintaan-permintaan uang dari pejabat di Yogyakarta. “Meskipun ketika Pak Oon jadi terdakwa kemudian menyangkal itu lagi. Tapi kami enggak masalah seperti itu, tapi apakah kemudian depannya terkait dengan pejabat-pejabat di Summarecon kami lihat seperti apa faktanya nanti,” bebernya.Ferdian mengatakan masih perlu mendalami lebih jauh keterlibatan petinggi-petinggi PT Summarecon Agung tersebut. Sebab sejauh ini keterangan hanya dari satu pihak yakni Oon Nusihono saja.“Kami akan dalami lagi terkait hal itu. Tetapi sebagaimana kami sampaikan di surat dakwaan memang ada fakta-fakta itu melalui chat dan keterangan Pak Oon ketika menjadi saksi. Jadi ada koordinasi itu dan diakui juga sebenarnya oleh mereka tetapi ketika masuk ke masalah uang, (mereka) enggak tahu menahu, dilempar semua ke Oon,” paparnya.Dalam kasus ini, Oon Nusihono sendiri dituntut oleh JPU dengan pidana penjara selama 3 tahun dan denda sebesar Rp200 juta subsider pidana kurungan pengganti selama 4 bulan. Oon sudah terbukti secara sah dan meyakinkan memberikan sejumlah uang dan barang kepada penyelenggara negara dalam hal ini adalah Haryadi Suyuti. Sementara itu, dalam sidang perdana pembacaan dakwaan kepada terdakwa kasus suap Apartemen Royal Kedhaton di Kota Yogyakarta yang melibatkan mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti digelar, Rabu (19/10/2022) kemarin.Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam dakwaannya mengungkapkan, Haryadi tidak hanya menerima suap dari peneribitan IMB Apartemen Royal Kedhaton. Haryadi juga diduga menerima suap dari PT Guyub Sengini Group. Proses praktik suap berawal saat PT Guyub Sengini Group hendak membangun hotel bernama Iki Wae. Akan tetapi, dalam pembangunan, pihak Sengini memerlukan pembiayaan dari bank mensyaratkan untuk menggunakan operator hotel, yakni Aston. Maka, setelah IMB terbit dan sudah beroperasi, hotel berubah nama dari Hotel Iki Wae menjadi Hotel Aston Malioboro. Lokasi yang akan direncanakan untuk dilakukan pembangunan hotel di Jalan Gandekan Lor yang diajukan oleh PT Guyub Sengini Group masuk dalam Kawasan cagar budaya yang berada di sumbu filosofis sebagaimana Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor : 75/KEP/2017 tanggal 20 Maret 2017 tentang Penetapan satuan Ruang Geografis Kraton Yogyakarta sebagai Kawasan Cagar Budaya maka ada syarat-syarat atau ketentuan yang harus dipenuhi."Bahwa untuk memenuhi persyaratan pengajuan IMB, PT Guyub Sengini Grup terlebih dahulu mengajukan permohonan penerbitan dokumen SKRK, di mana dokumen tersebut terbit pada tanggal 6 Maret 2019 sebagaimana dokumen SKRK Nomor: 180AP-SKRK/DPTR/11/2019 yang diterbitkan oleh Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Kota Yogyakarta," kata JPU KPK Ferdian Ardi Nugroho.Lalu, pada tanggal 1 Februari 2022 sebelum berkas IMB secara formil dimasukkan ke Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), konsultan perizinan PT Guyub Sengini Grup yakni Azjar meminta uang kepada Direktur Sengini, yakni Sentanu Wahyudi, digunakan untuk amunisi."Saya kemarin sudah ketemu Pak Nur dan tim perizinan pak; sudah koordinasi juga terkait berkas yang masih kurang, tapi besok bisa dikeluarkan surat tanda terima IMB di pak, sepertinya saya butuh amunisi pak buat Tim diperizinan, kemarin dikode," ujar JPU membacakan surat dakwaan Haryadi.Kemudian, Sentanu mengirimkan uang sejumlah Rp 10 juta pada tanggal 4 Februari 2022 kepada Azjar. Pada tanggal 20 Mei 2022 Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Kota Yogyakarta mengeluarkan rekomendasi. Setelah itu, Kepala DPMPTSP Nurwidihartana memberikan informasi ke Direktur PT Guyub Sengini bahwa dirinya ingin syukuran karena IMB telah mendapatkan rekomendasi.   "Yang kedua aku mau syukuran KTV di mansion, boleh bayar LC aja ya" dan dijawab oleh Sentanu Wahyudi, 'Siap bapak.. boleh banget to yah, ndak usah bayar semua'," ungkap JPU. Dalam temuan ini, diketahui PT Guyub Sengini memberikan uang sebesar Rp 200 juta kepada Triaynto Budi Yuwono selaku asisten Pribadi Haryadi Suyuti. Lalu, uang dibawa ke kantor Kepala Dinas DPMPTSP. Nurwidi mengambil uang Rp 50 juta dan Rp 150 juta dibawa oleh Triyanto dan diserahkan kepada Haryadi. "Iya, ini sudah diterima," kata JPU menirukan ucapan Haryadi.Atas perbuatanya itu, Haryadi Suyuti didakwa melanggar dengan Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP atau Kedua Pasal 11 jo Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (MI/Aan) #Haryadi Suyuti