Kasus Gratifikasi DID, Bupati Karimun Bebas Keliaran, KPK Terkesan Bungkam, Ada Apa?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 11 Januari 2023 18:05 WIB
Jakarta, MI - Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Lembaga Investigasi Badan Advokasi Penyelamat Aset Negara Republik Indonesia (LI BAPAN RI) Kepulauan Kepri, Ahmad Iskandar Tanjung kembali mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta pada hari Rabu (11/1). Kedatangannya untuk mengetahui tindak lanjut pengembangan kasus Gratifikasi Yaya Purnomo mantan Pejabat Kementerian Keuangan yang melibatkan Bupati Karimun Aunur Rafiq sebagai saksi yang memberi uang sebesar Rp. 500.000.000,- untuk alokasi DID Karimun pada RAPBN TA 2018 sebesar Rp. 41.250.000.000,- dan telah divonis oleh hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. "Sudah lebih dari tiga tahun terkait masalah Jaya Purnomo, disni dijelaskan keputusan pengadilan bahwa Bupati Karimun Aunur Rafiq memberi uang sebesar Rp 500 juta, sampai saat ini KPK terkesan bungkam. Bukankah itu masuk tahap dalam penyelidikan?," kata Ahmad Iskandar kepada Monitor Indonesia, Rabu (11/1). Ahmad menambahkan, bahwa pihaknya sudah meminta SP2HB namun KPK tidak menghiraukannya. Ahmad merasa heran, Yahya Purnomo beserta Kepala Daerah lain itu sudah masuk dalam penjara, namun Kenapa Karimun Aunur Rafiq sampai saat ini masih bebas berkeliaran. "Ini disini Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tahun 2018, yang mana di katakan bahwa Bupati Karimun Aunur Rafiq terbukti melakukan gratifikasi sebesar Rp 500 juta, masalah Dana insentif Daerah(DID) dengan total Rp 500 juta," ungkapnya. Menurut Ahmad Iskandar, dari tahun 2018 sampai saat ini belum ada kemajuan soal penyidikannya, sehingga masyarakat disana kurang puas dengan kinerja KPK menangani kasus tersebut. Yang anehnya lagi, lanjut dia, sampai saat ini proses penyidikannya tidak ada kepastian, tidak transparan. "Yang anehnya lagi semua Kepala Daerah yang punya masalah sudah masuk bahkan penjara, sudah mau bebas, tapi Pak Anuar Rafiq ini belum ada proses sama sekali," jelasnya dengan heran. Saat ini, pihaknya sudah melayangkan surat verifikasi sebanyak tiga kali, akam tetapi sampai saat ini tidak ada balasan. "Kami meminta pihak KPK agar dilakukan penyelidikan dan penyidikan secara tranparan, karena ini diduga melanggar Undang-Undang Tipikor, pasal 12," tukasnya. Sebelumnya, Jaksa penuntut KPK menyatakan terdakwa menerima suap Rp.300 juta dan gratifikasi dari beberapa kepala daerah dan dituntut ancaman pidana pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Yaya Purnomo divonis bersalah, dihukum kurungan 6 tahun 5 bulan subsider denda Rp.200 juta atau kurungan 1 bulan. Namun hukum pidana gratifikasi oleh Kepala Daerah pelaku gratifikasi, dan menimbulkan segudang pertanyaan khususnya bagi DPD Kepri BAPAN. (Nuramin/Risky) #Bupati Karimun