Kejagung Periksa AVP Legal Settlement PT Telkom Indonesia

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 24 Mei 2023 19:27 WIB
Jakarta, MI - AVP Legal Settlement PT Telkom Indonesia, inisial AW selaku AVP diperiksa Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jam Pidsus) terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pekerjaan apartemen, perumahan, hotel, dan penyediaan batu split yang dilaksanakan oleh PT Graha Telkom Sigma Tahun 2017 sampai dengan 2018, pada Rabu (24/5). Kepala Pusat Penerengan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana menyatakan pemeriksaan ini dilakukan untuk memperkuat bukti dan melengkapi berkas perkara tersebut. Selain AW pihaknya juga memeriksa 4 saksi lainnya yakni DGL selaku Finance Director PT Granary Reka Cipta (GRC), ESA selaku Project Manager PT Granary Reka Cipta (GRC), MA selaku Direktur Operasional PT Prima Arbain Mandiri dan MAS selaku Direktur PT Mulyo Joyo Abadi. "Adapun kelima orang saksi diperiksa terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pekerjaan apartemen, perumahan, hotel, dan penyediaan batu split yang dilaksanakan oleh PT Graha Telkom Sigma Tahun 2017 s/d 2018 atas nama tersangka TH, HP, JA, RB, AHP, TSL, dan BR," ujar Ketut. Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan 8 tersangka. Mereka adalah Direktur Utama PT Prima Karya Sejahtera Syarif Mahdi, Agus Herry Purwanto (AHP) selaku Komisaris PT Mulyo Joyo Abadi, Taufik Hidayat (TH) selaku mantan Dirut PT Graha Telkom Sigma. Kemudian, Heri Purnomo (HP) selaku mantan Direktur Operasi di PT Graha Telkom Sigma, Tejo Suryo Laksono (TSL) selaku Head of Purchasing PT Graha Telkom Sigma. Lalu, Rusjdi Basamallah (RB) selaku Direktur Utama PT Wisata Surya Timur, Judi Achmadi (JA) selaku mantan Dirut PT Sigma Cipta Caraka, dan Bakhtiar Rosyidi (BR) selaku Direktur Utama PT GTS periode 2014 sampai dengan September 2017. Para tersangka diduga secara melawan hukum membuat perjanjian kerja sama fiktif agar seolah-olah membuat pembangunan apartemen, perumahan, hotel, dan penyediaan batu split dengan beberapa perusahaan pelanggan. Selanjutnya, para tersangka menggunakan dokumen palsu atau fiktif untuk mendukung pencairan dana. Sehingga dengan dokumen tersebut berhasil ditarik dana dan terindikasi menimbulkan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp 282.371.563.184. (LA)