DPR Sebut Korupsi Dana Sawit BPDPKS Mirip Kasus BTS Kominfo: Disalahgunakan Pengelola

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 2 November 2023 16:03 WIB
Ilustrasi Kelapa Sawit (Foto: Ist)
Ilustrasi Kelapa Sawit (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan pengusutan kasus dugaan korupsi dana sawit di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit  periode 2015-2022 baru memasuki tahap penyidikan umum. Di tahap itu, Kejagung belum menetapkan tersangka. Bahkan sudah banyak saksi yang diperiksa penyidik gedung bundar Kejagung itu.

BPDPKS merupakan badan layanan umum yang dibentuk pada 2015 berdasarkan amanat  Pasal 93 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, untuk menghimpun  dana dari pelaku usaha perkebunan.

Lembaga tersebut menghimpun dana dari penerimaan pungutan ekspor kelapa sawit. Namun kenyataannya, dana sawit justru diperuntukkan untuk subsidi biodiesel dan mengabaikan fungsi lainnya.

Anggota Komisi III DPR RI Santoso menyebut kasus tersebut mirip dengan perkara BTS 4 Bakti Komimfo yang saat ini juga tengah diusut Kejagung.

"Praktek korupsi ini hampir mirip dengan kasus BTS di Kominfo, dimana uang iuran perusahaan yang bergerak di bidang tertentu dananya disalahgunakan oleh pengelola," ujar Santoso kepada Monitorindonesia.com, Kamis (2/11).

Untuk itu, Santoso meminta kasus yang merugikan negara triliunan rupiah ini diusut tuntas Kejagung. "Komisi III DPR RI menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus ini kepada aparat penegak hukum," tegasnya.

Santoso menambahkan, pihaknya akan memanggil pihak Kejagung apabila penanganan kasus tersebut jalan di tempat. "Akan dipanggil jika penanganan kasus hukumnya tidak berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku apalagi sampai berhenti tanpa adanya kejelasan," tandasnya.

Diketahui, Kejagung menaikkan kasus ini dari penyelidikan ke penyidikan pada 7 September 2023. Menurut dia, kasus ini diduga terjadi dalam periode 2015-2022. Penyidik sudah melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi dan memeriksa setidaknya 15 saksi. 

"Kami belum bisa mengungkapkan di mana saja tempatnya, karena nanti kami ungkapkan setelah kami menetapkan tersangka," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana.

Menurut Ketut, perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dana sawit oleh BPDPKS terjadi pada tahun 2015 hingga 2022.

Daftar Perusahaan Kecipratan Dana Insentif BPDPKS

1. PT Anugerahinti Gemanusa

Mengutip data BPDPKS, Kamis (2/11), perusahaan sawit yang merupakan anak usaha dari PT Eterindo Wahanatama ini menerima insentif biodiesel sebesar Rp 49,48 miliar pada 2016. Namun, perusahaan tak lagi menerima insentif sepanjang 2017-2020.
 
2. PT Batara Elok Semesta Terpadu, menerima insentif dari BPDPKS senilai Rp1,13 trilun sepanjang 2017-2020. Rinciannya, Batara Elok mendapatkan insentif sebesar Rp241 miliar pada 2017, Rp109,83 miliar pada 2018, Rp56,45 miliar pada 2019, dan Rp728 miliar pada 2020.

3. PT Bayas Biofuels, menerima insentif biofuel sebesar Rp3,5 triliun sepanjang 2016-2020. Pada 2016, perusahaan menerima Rp438 miliar.

Kemudian, BPDPKS memberikan insentif sebesar Rp866 miliar pada 2018, Rp487,8 miliar pada 2018, Rp129,9 miliar pada 2019, dan Rp1,58 triliun pada 2020.

4. PT Dabi Biofuels, menerima insentif biofuel sebesar Rp412,3 miliar pada 2017-2020. Rinciannya, BPDPKS memberikan insentif sebesar Rp110,5 miliar pada 2017, Rp171,3 miliar pada 2018, Rp80,82 miliar pada 2019, dan Rp49,68 miliar pada 2020.

5. PT Datmex Biofuels, menerima insentif biodiesel sebesar Rp677,8 miliar pada 2016. Lalu, Rp307,5 miliar pada 2017.

Selanjutnya, perusahaan menerima insentif sebesar Rp143,7 miliar pada 2018, Rp27 miliar pada 2019, dan Rp673 miliar pada 2020.

6. PT Cemerlang Energi Perkasa, menerima insentif sebesar Rp615,5 miliar pada 2016, lalu Rp596 miliar pada 2017, lalu Rp371,9 miliar pada 2018, Rp248,1 miliar pada 2019, dan Rp1,8 triliun pada 2020.

7. PT Ciliandra Perkasa, menerima dana insentif biodiesel dari BPDPKS lebih dari Rp2,18 triliun sepanjang 2016-2020.

Jika dirinci, perusahaan mendapatkan insentif sebesar Rp564 miliar pada 2016, Rp371 miliar pada 2017, Rp166 miliar pada 2018, Rp130,4 miliar pada 2019, dan Rp953 miliar pada 2020.

8. PT Energi Baharu Lestari, menerima dana insentif biodiesel dari BPDPKS lebih dari Rp302,47 miliar sepanjang 2016-2018.

Perusahaan mengantongi insentif sebesar Rp126,5 miliar pada 2016, Rp155,7 miliar pada 2017, dan Rp20,27 miliar pada 2018.

9. PT Intibenua Perkasatama, menerima insentif sebesar Rp381 miliar pada 2017. Kemudian, Rp207 miliar pada 2018, Rp154,29 miliar pada 2019, dan Rp967,69 miliar pada 2020.

10. PT Musim Mas, menerima insentif biodiesel sebesar Rp7,19 triliun sepanjang 2016-2020. Tercatat, BPDPKS memberikan insentif sebesar Rp1,78 triliun pada 2016, Rp1,22 triliun pada 2017, Rp550,3 miliar pada 2018, Rp309,3 miliar pada 2019, dan Rp3,34 triliun pada 2020.

11. PT Sukajadi Sawit Mekar, menerima lebih dari Rp1,32 triliun sepanjang 2018-2020. Rinciannya, perusahaan mengantongi insentif sebesar Rp165,2 miliar pada 2018, Rp94,14 miliar pada 2019, dan Rp1,07 triliun pada 2020.

12. PT LDC Indonesia, menerima insentif sekitar Rp2,77 triliun pada 2016-2020. Tercatat, BPDPKS mengucurkan insentif sebesar Rp496,2 miliar pada 2016, Rp596,68 miliar pada 2017, Rp231,1 miliar pada 2018, Rp189,6 miliar pada 2019, dan Rp1,26 triliun pada 2020.

13. PT Multi Nabati Sulawesi, menerima insentif sebesar Rp259,7 miliar pada 2016. Begitu juga dengan tahun berikutnya sebesar Rp419 miliar.

Lalu, Multi Nabati Sulawesi kembali mengantongi insentif sebesar Rp229 miliar pada 2018, Rp164,3 miliar pada 2019, dan Rp1,09 triliun pada 2020.

14. PT Wilmar Bioenergi Indonesia, menerima Rp1,92 triliun pada 2016, Rp1,5 triliun pada 2017, dan Rp732 miliar pada 2018.

Kemudian, perusahaan kembali menerima dana insentif sebesar Rp499 miliar pada 2019 dan Rp4,35 triliun pada 2020.

15. PT Wilmar Nabati Indonesia, menerima Rp8,76 triliun selama 2016-2020. Rinciannya, Wilmar Nabati menerima insentif sebesar 2,24 triliun pada 2016, Rp1,87 triliun pada 2017, Rp824 miliar pada 2018, Rp288,9 miliar pada 2019, dan Rp3,54 triliun pada 2020.

16. PT Sinarmas Bio Energy, dalam periode 2017-2020 menerima sekitar Rp1,61 triliun. Besaran itu terdiri dari insentif sebesar Rp108,54 miliar pada 2017, Rp270,24 miliar pada 2018, Rp98,61 miliar pada 2019, dan Rp1,14 triliun pada 2020.

17. PT SMART Tbk dalam periode 2016-2020 meneriam sekitar Rp2,41 triliun. Besaran itu terdiri dari insentif sebesar Rp366,43 miliar pada 2016, Rp489,2 miliar pada 2017, Rp251,1 miliar pada 2018, Rp151,6 miliar pada 2019, dan Rp1,16 triliun pada 2020.

18. PT Tunas Baru Lampung Tbk, menerima insentif dari BPDPKS sekitar Rp2,08 triliun sepanjang 2016-2020. Angka itu terdiri dari insentif Rp253 miliar pada 2016, Rp370 miliar pada 2017, Rp208 miliar pada 2018, Rp143,9 miliar pada 2019, Rp1,11 triliun pada 2020.

19. PT Kutai Refinery Nusantara, menerima aliran dana dari BPDPKS sebesar Rp1,31 triliun sejak 2017 sampai 2020.

Rinciannya, Kutai Refinery mengantongi insentif sebesar Rp53,93 miliar pada 2017, Rp203,7 miliar pada 2018, Rp109,6 miliar pada 2019, dan Rp944 miliar pada 2020.

20. PT Primanusa Palma Energi, hanya mendapatkan insentif biofuel sebesar Rp209,9 miliar pada 2016.

21. PT Indo Biofuels, menerima Rp22,3 miliar pada 2016.

22. PT Pelita Agung Agriindustri, dalam periode 2016-2020 sekitar Rp1,79 triliun. Jika dirinci, besaran itu terdiri dari Rp662 miliar pada 2016, Rp245 miliar pada 2017, Rp100,5 miliar pada 2018, Rp72,2 miliar pada 2019, dan pada Rp759 miliar pada 2020.

23. PT Permata Hijau Palm Oleo, mmenerima dana insentif biodiesel dari BPDPKS sebesar Rp2,63 triliun sepanjang 2017-2020. Angka itu terdiri dari Rp392 miliar pada 2017, 212,7 miliar pada 2018, Rp109,8 miliar pada 2019, dan Rp1,35 triliun pada 2020. (An/DI)