GMSI Desak Polri Tangkap Direktur PT Tribakti Inspektama Atas Dugaan Keterlibatan Kasus Korupsi Tambang Nikel

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 17 November 2023 21:47 WIB
GMSI melaporkan PT Tribakti Inspektama, diduga terlibat korupsi tambang nikel (Foto: Dok MI)
GMSI melaporkan PT Tribakti Inspektama, diduga terlibat korupsi tambang nikel (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Gerakan Mahasiswa Sultra Indonesia (GMSI) mendesak pihak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) agar menangkap Direktur PT Tribakti Inspektama (TI) atas kasus dugaan tindak pidana korupsi pertambangan ore nikel di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Antam di Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra). 

Dalam perkara tersebut untuk sementara kerugian negara ditaksir menyentuh angka Rp5,7 triliun. 

Modus yang dilakukan tersangka adalah melakukan penambangan di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) salah satu perusahaan tambang di daerah Konawe Utara, yang hasilnya dijual ke sejumlah smelter dengan menggunakan dokumen terbang atau palsu.

GMSI menduga PT Tribakti Inspektama turut membantu memudahkan penjualan ore nikel diduga ilegal itu. 

"Kami duga PT Tribakti Inspektama ini ikut terlibat dalam penjualan ore nikel illegal yang berada dalam wilayah IUP PT Antam Tbk. di Blok Mandiodo. Maka tidak ada alasan lagi bos perusahaan ini untuk tidak ditangkap aparat penegak hukum (APH)," kata Ketua GMSI, Didin Alkindi kepada Monitorindonesia.com, Jum'at (17/11) malam.

Didin sapaan akrabnya menjelaskan bahwa, PT Tribakti Inspektama dalam memuluskan aksinya menggunakan cara memanupulasi data terkait sumber-sumber barang yang di keluarkan melalui IUP PT Antam Tbk. 

"Dalam proses investigasi lapangan, kami menduga bahwa PT Tribakti Inspektama terlibat sebagai jasa surveyor dalam perkara yang didakwakan oleh kejaksaan terhadap PT Tristaco Mineral Makmur terkait dokumen terbang yang beredar di Blok Mandiodo," jelas Didin.

"Jika kita mengacu pada pasal 56 KUHP seharusnya PT Tribakti Inspektama dapat diikutsertakan sebagai tersangka sebagaimana halnya dengan PT Tristaco Mineral Makmur," sambungnya.

Sebagaimana diketahui bahwa, PT Tribakti Inspektama merupakan surveyor yang diduga turut membantu memudahkan penjualan ore nikel. Namun yang ditersangkakan hanya  Direktur PT Tristaco Mineral Makmur berinisial RC.

Didin menjelaskan, bahwa berdasarkan dokumen draf survey report pada bulan November 2022 lalu, PT Tribakti Inspektama diduga terlibat bersama PT Tristako Mineral Makmur dalam melakukan penjualan ore nikel yang mana total muatannya sebesar 11.007.847 mertik ton.

Itu merupakan bagian dari pemuatan atau part of loading di dermaga PT Tristaco Mineral Makmur dan dilakukan pembongkaran di PT GNI Morowali Utara.

"Tentu dengan adanya dugaan PT Tribakti Inspektama menerbitan LHV dan surat keaslian barang, sehingga kami meminta kepada Mabes Polri untuk betul-betul melihat kasus ini sebagai kejahatan yang perlu dituntasan sampai ke akar-akarnya," cetus Didin.

Dengan adanya hubungan keterlibatan PT Tribakti Inspektama dalam menerbitkan dan memasulkan data terkait sumber barang yang berasal dari wilayah IUP PT Antam dikaburkan dan dibuat seakan-akan barang tersebut berasal dari PT Tristaco Mineral Makmur sehingga tindakan tersebut berimbas pada kerugian negara.

Sebelumnya, GMSI menggelar aksi di Mabes Polri dengan tuntutan agar kasus korupsi yang menyeret beberapa perusahaan dan pejabat Kementerian ESDM ini diusut tuntas. GMSI berharap agar kasus ini menemui titik terang. Dan dalam waktu dekat ini, GMSI juga akan melaporkan PT Tribakti Inspektama itu ke Kejaksaan Agung (Kejagung).

Sebagai informasi, kasus ini bermula dari adanya Kerja Sama Operasional (KSO) antara PT Antam dengan PT Lawu Agung Mining serta Perusahaan Daerah Sulawesi Tenggara atau Perusahaan Daerah Konawe Utara. Tersangka WAS selaku pemilik PT Lawu Agung Mining adalah pihak yang mendapat keuntungan dari tindak pidana korupsi pertambangan nikel.

Modus operandi tersangka WAS yaitu dengan cara menjual hasil tambang nikel di wilayah IUP PT Antam menggunakan dokumen Rencana Kerja Anggaran Biaya dari PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa perusahaan lain di sekitar blok Mandiodo, seolah-olah nikel tersebut bukan berasal dari PT Antam lalu dijual ke beberapa smelter di Morosi dan Morowali.

Kejahatan ini berlangsung secara berlanjut karena adanya pembiaran dari pihak PT Antam. Berdasarkan perjanjian KSO, semua ore nikel hasil penambangan di wilayah IUP PT Antam harus diserahkan ke PT Antam, sementara PT Lawu Agung Mining hanya mendapat upah selaku kontraktor pertambangan.

Akan tetapi, pada kenyataannya PT Lawu Agung Mining mempekerjakan 39 perusahaan pertambangan sebagai kontraktor untuk melakukan penambangan ore nikel dan menjual hasil tambang menggunakan Rencana Kerja Anggaran Biaya asli tapi palsu.

Tersangka

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra telah menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah AS selaku kuasa Direktur PT Cinta Jaya dan RC selaku Direktur PT Triscato Mineral Makmur. Lalu, SM selaku Kepala Geologi Kementerian ESDM dan EVT selaku Evaluator Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) pada Kementerian ESDM.

Selanjutkan, Ridwan Djamaluddin (RJ) selaku eks Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM serta HJ selaku Sub Koordinator RKAB Kementerian ESDM.

Kemudian, ada pengusaha asal Brebes, Windu Aji Sutanto (WAS), HW selaku General Manager PT Antam UPBN Konawe Utara, GAS selaku pelaksana lapangan PT LAM, AA selaku Direktur PT Kabaena Kromit Pratama, dan OS selaku Direktur PT LAM. (An)