Usut TPPU Firli Bahuri, Pakar Hukum: Cukup dengan Pembuktian Terbalik

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 4 Januari 2024 23:56 WIB
Firli Bahuri, mantan Ketua KPK (Foto: MI/An)
Firli Bahuri, mantan Ketua KPK (Foto: MI/An)

Jakarta, MI - Pakar hukum pidana dari Universitas Padjajaran (Unpad) Profesor Romli Atmasasmita menegaskan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK haru dapat mengungkap dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Firli Bahuri.

Menurutnya, penyidik harus menemukan indikasi harta Firli yang diperoleh dari kejahatan.  "Jika penyidik sulit menemukan bukti perkara kasus pemerasan dan berusaha ke arah TPPU maka penyidik harus menemukan indikasi harta Firli yang berasal dari kejahatan berdasarkan laporan PPATK,"  katanya, Kamis (4/1).

Jika harta Firli hanya ada kelebihannya, ungkap Prof Romli, maka harus dibuktikan berasal dari kejahatan asal (predicate crimes). "Untuk membuktikan indikasi TPPU cukup dengan pembuktian terbalik Pasal 77 adan Pasal 78 UU TPPU,” lanjutnya.

Di lain sisi, Prof Romli menegaskan bahwa dirinya tak bersedia menjadi saksi meringankan pada kasus pemerasan eks Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) ini. 

“Saya akan jawab dengan menyatakan tidak bersedia menjadi saksi kecuali saksi ahli,” tegasnya.

Diketahui, bahwa Polda Metro Jaya saat ini masih terus menyelidiki kasus dugaan pemerasan yang dilakukan Firli Bahuri terhadap SYL. Selain kasus pemerasan, penyedik juga menyelidiki kasus dugaan TPPU.

"Yang jelas, terkait dengan tindak pidana pencucian uang akan menjadi salah satu agenda penyidikan dari tim penyidik gabungan," ujar Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak.

Sementara itu, Firli Bahuri sebelumnya diperiksa penyidik Subdit Tipikor Dirreskrimsus Polda Metro Jaya terkait beberapa aset miliknya di beberapa wilayah yang tidak terdaftar ke Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) pada Rabu, 27 Desember 2023.

Firli ditetapkan tersangka kasus dugaan pemerasan atas dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian (Kementan) pada 2020-2023. 

Namun, nilai uang pemerasan dalam kasus ini belum dibeberkan polisi. Terungkap dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, bahwa terjadi lima kali pertemuan dan empat kali penyerahan uang kepada Firli. Dengan total senilai Rp3,8 miliar.

Firli dijerat Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 KUHP. Dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup. (wan)