Rubicon Berujung 14 Tahun Penjara

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 8 Januari 2024 17:23 WIB
Rafael Alun Trisambodo dan Mario Dandy Satriyo (Foto: MI/An)
Rafael Alun Trisambodo dan Mario Dandy Satriyo (Foto: MI/An)

Jakarta, MI - Bekas pejabat Pajak, Rafael Alun Trisambodo divonis 14 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan. Selain itu Rafael juga dihukum membayar uang pengganti sejumlah Rp10 miliar paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Ayah Mario Dandy ini dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi, yaitu menerima gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang.

Demikian majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, dalam putusannya, yang dibacakan pada Senin (8/1) siang.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rafael Alun Trisambodo dengan pidana penjara selama 14 tahun serta denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan,” kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Suparman Nyompa, dalam amar putusannya yang dibacakan pada Senin (8/1).

Rafael juga dihukum membayar uang pengganti sejumlah Rp10 miliar paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Jika Rafael tidak membayarnya, maka harta benda Rafael disita dan dilelang guna menutupi uang pengganti.

Namun apabila Rafael tidak memiliki harta benda yang cukup, maka diganti pidana penjara selama tiga tahun. Di lain sisi, Suparman mengatakan, bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) selama lebih dari 30 tahun menjadi salah satu hal meringankan dalam vonis Rafael.

"Keadaan yang meringankan, terdakwa telah bekerja kepada negara sebagai pegawai negeri selama lebih 30 tahun," ujarnya.

Hal meringankan lainnya yakni, Rafael yang memiliki keluarga, serta belum pernah dihukum. Sedangkan hal yang memberatkan vonis Rafael yakni, terdakwa dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi di Tanah Air.

"Keadaan yang memberatkan terdakwa tidak mendukung program pemerintah yang sedang giat memberantas tindak pidana korupsi," ujar hakim ketua

Adapun vonis ini sedikit lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut. Dalam tuntutannya, jaksa menginginkan Rafael dihukum 14 tahun penjara. Dia juga diminta harus membayar denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan serta pidana uang pengganti Rp18,9 miliar subsider tiga tahun penjara.

Pada pertengahan Desember 2023 lalu, dalam tuntutan jaksa, Rafael terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Rafael Alun berupa pidana 14 tahun penjara," kata jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (11/12).

Jaksa juga menuntut Rafael membayar denda Rp1 miliar, atau jika tidak dibayarkan, maka akan digantikan dengan tambahan enam bulan penjara.

Selain itu, Rafael juga dituntut membayar uang pengganti Rp18,9 miliar dalam kurun waktu satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Jika uang pengganti itu tidak dibayar, maka harta bendanya akan disita dan dilelang. Jika jumlahnya tidak mencukupi, maka akan diganti tiga tahun penjara.

Perjalanan Kasus

30 Agustus 2023, Rafael Alun Trisambodo didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp16,6 miliar. Berdasarkan surat dakwaan Jaksa KPK, modus gratifikasi diterimanya melalui sejumlah perusahaan atas nama istri Rafael Alun berinisial EMT.

Dalam menjalankan tugas sebagai pejabat di kantor pajak, Alun bersama istrinya mendirikan perusahaan untuk mendapat keuntungan dari pemeriksaan para wajib pajak. Rafael Alun juga didakwa melakukan kejahatan pencucian uang. Kedua aksi ini dilakukan dalam kurun waktu 2003-2010 dan 2011-2023.

3 April 2023, Rafael Alun Trisambodo ditahan KPK atas dugaan masalah perpajakan. Sebagai bukti awal, penyidik menemukan bukti uang gratifikasi yang diterima Alun sebesar Rp1,3 miliar melalui PT AME.

20 Maret 2023, Rafael ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi. Menurut KPK, Rafael diduga menerima gratifikasi selama 12 bulan terakhir.

8 Maret 2023, Rafael Alun Trisambodo resmi dipecat dari jabatan kepala bagian umum kantor wilayah DJP Jakarta Selatan II. Namun, sebelumnya, pada 24 Februari pernyataan Rafael telah dicopot dari jabatannya sudah disampaikan Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Pihak Dirjen Pajak menemukan sebagian harta yang dilaporkan Rafael di LHKPN "belum didukung dengan bukti otentik kepemilikan".

"Tidak patuh dalam pelaporan dan pembayaran pajak, serta memiliki gaya hidup pribadi dan keluarga yang tidak sesuai dengan asas kepatutan dan kepantasan sebagai ASN," kata Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan, Awan Nurmawan Nuh.

Pada saat yang sama, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah menghentikan aliran dana puluhan rekening terkait Rafael dengan nilai transaksi ratusan miliar rupiah.

Kapolres Jakarta Selatan Kombes Ade Ary saat itu menunjukkan barang bukti mobil Rubicon yang dikendarai Mario Dandy saat melakukan kekerasan terhadap D.

Sebelumnya, dalam pemeriksaan LHKPN Rafael, KPK juga menemukan sejumlah dugaan penyamaran harta kekayaan. 

Temuan itu di antaranya adal Mobil Rubicon yang digunakan Mario Dandy Satrio atas nama orang lain yang tinggal di sebuah gang di bilangan Jakarta Selatan. Harley Davidson yang digunakan Mario Dandy Satrio diketahui tanpa surat resmi. 

Lalu, rumah besar di Manado atas nama istri Rafael hanya dikenakan pajak Rp326.000. KPK pernah menerima laporan kejanggalan harta Rafael pada 2012 Rafael masuk ke dalam pejabat daftar merah (risiko tinggi harta bermasalah) di Kementerian Keuangan.

Diketahui, Rafael menjadi sorotan publik setelah anaknya, Mari Dandy Satriyo menganiaya seorang anak berinsial CDO. Kasus yang terjadi 20 Februari 2023 ini viral di media sosial, dan menjadi tekanan publik terhadap keluarga Dandy. Dandy divonis 12 tahun penjara dan wajib membayar restitusi Rp25 miliar. (wan)