Sempat Geger, Begini Kronologi Transaksi Gelap Rp 349 T di Kemenkeu

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 12 Januari 2024 00:14 WIB
Ketua Komite TPPU Mahfud MD saat konferensi pers data transaksi janggal Rp349 T
Ketua Komite TPPU Mahfud MD saat konferensi pers data transaksi janggal Rp349 T

Jakarta, MI - Siapa sangka kasus penganiayaan terhadap David Ozora oleh Mario Dandy Satriyo anak Rafael Alun Trisambodo (RAT) bakal berbuntut terungkapnya transaksi mencurigakan Rp349 triliun. Rafael Alun adalah bekas Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Kantor Wilayah (Kanwil) Jakarta Selatan.

Hal ini sempat membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani kebingungan. Pasalnya, ketika pertama kali data ini keluar ke publik, dirinya mengaku tidak tahu menahu. Namun kabar transaksi gelap itu pun meluncur dari mulut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md yang saat itu tengah berada di Yogyakarta pada 8 Maret 2023 lalu.

Mahfud merupakan Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) mengaku mendapatkan data dari PPATK. Dari momen inilah, awal mula perkembangan kasus transaksi Rp 349 triliun.

Pada hari Rabu, 8 Maret 2023 Mahfud MD menghadiri acara Town Hall Meeting dengan para mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 

Selepas mengisi acara tersebut, dia mengonfirmasi beberapa temuan PPATK terkait transaksi jumbo dari rekening Rafael Alun Trisambodo (RAT), mantan pejabat eselon III di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang tengah diperiksa KPK. Diantaranya transaksi di rekeningnya yang mencapai Rp 500 miliar.

Informasi ini Mahfud dapatkan karena ia merupakan Ketua Komite TPPU yang sekertarisnya adalah Ketua PPATK. Kemudian, dia mengemukakan temuan baru pergerakan transaksi janggal di Kementerian Keuangan senilai Rp 300 triliun. Informasi itu ia sebut baru ia dapat pagi harinya tanggal tersebut.

"Saya sudah dapat laporan yang pagi tadi malah ada pergerakan mencurigakan sebesar Rp 300 triliun, di lingkungan Kementerian Keuangan yang sebagian besar ada di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai," kata Mahfud saat itu.

Pada hari yang sama, sekitar pukul 13.30 WIB, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menggelar konferensi pers penanganan RAT yang dipimpin Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Awan Nurmawan Nuh. Ketika dikonfirmasi terkait pernyataan Mahfud, Awan mengaku tidak tahu menahu soal data yang disampaikan Mahfud.

Awan mengatakan dirinya mengetahui transaksi mencurigakan Rp 300 triliun itu dari media massa karena belum ada surat resmi terkait itu yang disampaikan pihak Mahfud kepada Kemenkeu.

"Memang sampai saat ini kami khususnya Itjen belum tahu, tapi kami belum terima informasi nya seperti apa, nanti kami cek. Memang masalahnya sudah tahu di pemberitaan, tapi nanti kami cek," tegas Awan.

Di hari yang sama pula Mahfud pun memberikan informasi kepada wartawan terkait transaksi janggal Rp 300 triliun itu di Universitas Islam Indonesia (UII) Terpadu Yogyakarta. Dia mengemukakan bahwa data itu sudah disampaikan sejak 2009 beserta suratnya. Namun, dia menuturkan data tersebut tak pernah ditindaklanjut Itjen Kemenkeu.

Ia bahkan menambahkan informasi bahwa sejak 2009-2023 sudah sebanyak 160 laporan lebih yang disampaikan ke Itjen Kemenkeu karena transaksi mencurigakan itu melibatkan 460 orang lebih di kementerian tersebut. Sayangnya, menurut Mahfud, data itu lagi-lagi tak pernah di tindaklanjuti, kecuali ada kasus besar seperti Gayus, Angin Prayitno, dan terakhir Rafael.

"Ini sudah dilaporkan dulu kok didiamkan. Dulu Angin Prayitno sama tidak ada yang tahu sampai ratusan miliar, diungkap KPK baru dibongkar. Itu saya kira karena kesibukan yang luar biasa, sehingga perlu sistem saja menurut saya," ujar Mahfud.

Selanjutnya, pada hari Kamis, 9 Maret 2023, saat mendampingi Presiden Joko Widodo kunjungan kerja di Solo, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merespons kabar yang dilontarkan Mahfud itu. Saat itu, dia mengaku memang kerap kali mendapat surat laporan dari PPATK. Namun, dirinya tidak pernah mendapati laporan berisi angka Rp 300 triliun.

Surat yang diterima Sri Mulyani terkait laporan PPATK ini sebanyak 196 dari 2009-2023, namun ia menegaskan sudah merespons seluruh laporan yang disampaikan PPATK sendiri maupun yang berasal dari permintaan Itjen Kemenkeu.

Dia menambahkan bahwa dirinya akan segera berkomunikasi dengan Mahfud MD dan PPATK. "Jadi saya enggak tahu juga Rp 300 triliun itu dari mana angkanya. Nanti saya kalau kembali lagi ke Jakarta akan bicara lagi dengan Pak Mahfud dan Pak Ivan angkanya itu dari mana sehingga saya punya informasi yang sama dengan anda semuanya," kata Sri Mulyani.

Pada hari Jumat, 10 Mate 2023, sekembalinya ke Jakarta, Sri Mulyani memerintahkan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, Sekjen Kemenkeu Heru Pambudi, dan Irjen Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh menyambangi Mahfud Md di Kantor Kemenko Polhukam.

Setelah pertemuan selesai, Mahfud menyatakan bahwa transaksi mencurigakan itu bukanlah korupsi, melainkan diduga tindak pidana pencucian uang. Mahfud dan Suahasil berkomitmen akan menindaklanjuti temuan itu, dan bahkan akan meneruskan ke aparat penegak hukum jika memang terbukti peristiwa tindak pidananya.

"Jadi tidak benar kalau kemudian isu berkembang di Kemenkeu ada korupsi Rp 300 triliun. Bukan korupsi, tapi pencucian uang, pencucian uang itu lebih besar dari korupsi tapi tidak mengambil uang negara," kata Mahfud.

Pada hari Sabtu, 11 Maret 2023, Mahfud mendatangi kantor Kementerian Keuangan untuk menemui Sri Mulyani terkait transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun itu.

Setelah pertemuan pada sore harinya, Sri Mulyani masih menyatakan belum mengetahui detail angka Rp 300 triliun, sehingga harus memanggil Kepala PPATK untuk menjelaskan temuannya itu, yang selanjutnya diungkapkan oleh Mahfud.

"Mengenai Rp 300 triliun, sampai siang hari ini, dia mengaku tidak mendapatkan informasi mengenai Rp 300 triliun itu ngitungnya dari mana, transaksinya apa saja, siapa yang terlibat. Jadi dalam hal ini teman-teman media silakan nanti mungkin bertanya kepada Pak Ivan," kata Sri Mulyani.

Setelah polemik yang berkepanjangan dan belum ada pernyataan yang jelas, akhirnya pada Selasa, 14 Maret 2023, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mendatangi kantor Sri Mulyani di Gedung Juanda Kementerian Keuangan sekitar pukul 14.15 WIB. Ivan bertemu dengan Suahasil dan jajarannya.

Setelah rapat rampung sekitar pukul 16.00 WIB, Ivan memberikan pernyataan bahwa transaksi yang mencurigakan tersebut bukan merupakan aktivitas dari pegawai Kemenkeu seperti yang sudah beredar di publik. "Kami menemukan sendiri terkait dengan pegawai, tapi itu nilainya tidak sebesar itu, nilainya sangat minim," tegasnya.

Ivan menjelaskan, dalam UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Kemenkeu merupakan salah satu penyidik tindak pidana asal. PPATK wajib melaporkan ketika ada kasus atau transaksi yang mencurigakan yang berkaitan dengan perpajakan dan kepabeanan.

"Kasus-kasus itu lah yang secara konsekuensi logis memiliki nilai yang luar biasa besar, yang kita sebut kemarin Rp 300 triliun. Dalam kerangka itu perlu dipahami, bahwa ini bukan tentang adanya abuse of power atau korupsi yang dilakukan oleh pegawai dari Kementerian Keuangan," paparnya.

Dalam kesempatan yang sama, Irjen Kemenkeu Awan Nurmawan menegaskan informasi ini penting untuk diketahui masyarakat. Terkait informasi mengenai pegawai dengan transaksi mencurigakan, akan dilakukan pemeriksaan sesuai peraturan. "Jadi jelas, prinsipnya angka Rp 300 triliun itu bukan angka korupsi atau TPPU pegawai di Kementerian Keuangan," tegas Awan.

Selanjutnya, Mahfud MD yang tengah berada di Australia memastikan tak akan berhenti mengusut transaksi janggal di Kementerian Keuangan senilai Rp 300 triliun periode 2009-2023. Menurutnya, informasi angka transaksi gelap yang ia peroleh selaku Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) itu, tak akan berhenti sampai terkuak asal muasalnya.

"Berita itu tidak akan bisa ditutupi, dan itu tidak bisa direm karena sudah muncul ke publik. Harus jelas itu uang apa dan tidak bisa berhenti di situ," kata Mahfud dalam keterangan videonya dari Australia saat itu.

"Tapi ya mudah-mudahan bukan korupsi, mudah-mudahan bukan TPPU, nanti akan jelas sesudah saya pulang. Episode berikutnya. Nanti tunggu saja hari senin saya sudah di jakarta, sudah ketemu Bu Sri Mulyani," katanya.

Menurut Mahfud, klaim bahwa nilai itu bukan berasal dari tindak pidana korupsi ataupun TPPU tidak hanya bisa diakhiri dari pernyataan belaka. Sebab, dia memperoleh data itu secara detail, termasuk dari nama-nama yang terlibat dalam transaksi mencurigakan itu.

"Sesudah saya pulang ke Indonesia nanti kita jelasin. Katanya bukan korupsi, bukan TPPU, terus apa? kan sudah jelas angkanya, angkanya sekian, ada namanya, itu apa?" kata Mahfud.

Pada Senin, 20 Maret 2023, Mahfud, Sri Mulyani Indrawati bersama Ivan Yustiavandana melakukan rapat kerja bersama. Agenda tersebut dilakukan secara tiba-tiba, setelah rapat kerja antara Komisi III DPR dan Mahfud dan Ivan Yustiavandana batal dilakukan.

Hasil kesimpulan pertemuan yang berlangsung hari ini, transaksi mencurigakan di Kemenkeu yang tadinya disebut sebesar Rp 300 triliun, namun setelah diteliti lagi, transaksi mencurigakan tersebut nilainya lebih dari Rp 349 triliun.

Adapun perputaran uang dalam transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan tersebut, kata Mahfud merupakan transaksi ekonomi, yang kemungkinan bersinggungan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada bidang perpajakan, cukai, dan kepabeanan.

"Ini tidak mencurigakan dan itu melibatkan dunia luar. Orang yang punya sentuhan-sentuhan dengan mungkin orang Kementerian Keuangan, Itu tidak selalu berkaitan dengan pegawai di Kementerian Keuangan, dan itu bukan uang negara,," jelas Mahfud.

"Yang kita bicarakan itu, yang saya dan Pak Ivan PPATK sampaikan dan Bu Sri Mulyani juga, menjawab bahwa ini adalah laporan pencucian uang, dugaan laporan tindak pencucian uang. Menyangkut uang luar, tapi ada kaitannya dengan yang di dalam (Kementerian Keuangan)," tambah Mahfud.

Lebih lanjut, Komisi III DPR RI memanggil Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam rangka rapat kerja membahas polemik transaksi yang kemudian berubah menjadi Rp 349 triliun pada 21 Maret 2023.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menegaskan nilai transaksi mencurigakan itu sebetulnya bukan dalam artian dilakukan di Kementerian Keuangan, melainkan sebatas terkait tugas pokok dan fungsi Kementerian Keuangan sebagai penyidik tindak pidana asal yang diurus Kemenkeu.

"Jadi Rp 349,84 triliun itu ini tidak semua kita bicara tindak pidana yang dilakukan Kementerian Keuangan tapi ini terkait tugas pokok dan fungsi Kementerian Keuangan sebagai penyidik tindak pidana asal," kata Ivan.

Ivan menegaskan, kasus yang terkait dengan angka itu kebanyakan terkait dengan kasus impor ekspor, hingga kasus perpajakan yang diurus tim penyidik di Kemenkeu. Dalam 1 kasus saja dalam hal terkait ekspor-impor nilainya lebih dari Rp 40 triliun sampai dengan Rp 100 triliun.

"Jadi ada tiga stream LHA yang PPATK sampaikan itu ada LHA (Laporan Hasil Analisis) yang terkait oknum, kedua ada yang terkait oknum dan tusinya (tugas pokok dan fungsi), ketiga kita tidak menemukan oknumnya tapi kita menemukan tindak pidana asalnya," jelas Ivan.

Dalam kesempatan itu, Ivan menekankan total nilai transaksi mencurigakan itu tidak bisa disimpulkan dilakukan di Kementerian Keuangan. Narasi yang muncul di publik bahwa transaksi mencurigakan Rp 349 triliun itu ada di Kementerian Keuangan menurutnya salah kaprah.

"Jadi sama sekali tidak bisa diterjemahkan kejadian tindak pidananya di Kemenkeu. Ini jauh berbeda, jadi kalimat di Kemenkeu itu adalah kalimat yang salah, yang menjadi tugas pokok dan fungsi Kemenkeu," tegas Ivan.

"Jadi itu sama halnya pada saat kami menyerahkan kasus korupsi ke KPK, itu bukan tentang orang KPK tapi lebih kepada karena penyidik tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asalnya KPK," tambahnya Ivan.

Selanjutnya, Sri Mulyani kepada Komisi XI DPR RI mengungkapkan bahwa transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun yang dilaporkan PPATK bukan merupakan tindak pencucian uang maupun korupsi yang dilakukan jajaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Dia pun memastikan data transaksi yang terkait dengan PNS Kemenkeu hanya sebesar Rp 3,3 triliun.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa nilai tersebut termasuk bagian dari 135 surat PPATK yang terkait dengan korporasi dan pegawai. Nilai totalnya adalah Rp 22 triliun, dimana Rp 18,7 triliun korporasi dan Rp 3,3 triliun pegawai.

Nilai Rp 3,3 triliun ini adalah transaksi debit kredit pegawai termasuk penghasilan resmi, transaksi keluarga dan jual beli harta untuk kurun waktu 15 tahun, 2009 sampai 2023, yang telah ditindaklanjuti. "Jadi yang benar-benar berhubungan 3,3 triliun periode 2009-2023. Seluruh transaksi debit kredit pegawai, termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, jual beli aset, jual beli rumah, itu Rp 3,3 triliun," ungkap Sri Mulyani

Di dalam nilai tersebut, juga terdapat surat berkaitan dengan clearance pegawai yang digunakan dalam rangka mutasi promosi (fit & proper test). "Jadi tidak ada dalam rangka pidana, korupsi atau apa, tapi kita untuk mengecek tadi profiling untuk risk," tegasnya.

Pada Senin, 27 Matet 2023 Mahfud melakukan rapat khusus bersama Presiden Joko Widodo, di Istana Kepresidenan. Salah satu yang dibahas adalah temuan transaksi janggal itu. Kata Mahfud, Presiden memintanya untuk memberikan pengertian kepada masyarakat tentang apa itu pencucian uang.

"Saya diminta hadir, menjelaskan ke DPR apa itu pencucian uang. Saya akan menjelaskan sejelas-jelasnya tanpa ada yang ditutup-tutupi, karena presiden kita ini menghendaki keterbukaan informasi sejauh sesuai dengan perundang-undangan," jelas Mahfud.

Pada hari, Rabu, 29 Maret 2023 Mahfud menghadiri rapat di Parlemen. Dirinya dijadwalkan untuk memberikan penjelasan mengenai temuan itu.

"Saya akan didampingi oleh beberapa pejabat eselon 1 dari para anggota komite ketua nasional Komite Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Ketuanya saya, anggotanya ada beberapa menteri dan lembaga. kita cukup ditemani oleh eselon 1-nya. gitu aja. saya siap datang hari Rabu," beber Mahfud.

Dalam rapt Mahfud MD menyampaikan rincian hasil pemeriksaan Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. "Jumlah entitasnya 491 orang [ASN Kemenkeu]. Jangan hanya bicara Rafael, di sini ada jaringannya," kata Mahfud dalam rapat terbuka yang disiarkan secara daring.

Namun, Mahfud mengatakan para entitas itu berupa agregat. Artinya, nama-nama dari pihak-pihak yang terlibat TPPU tidak akan diumumkan kepada publik, kecuali mereka sedang diproses secara hukum. "Ini ada ketentuan di UU tidak boleh menyebut kalau menyangkut identitas seorang, kemudian nama perusahanan, nomor akun, profil identitas yang terlapor nilai tujuan transaksi itu semua tidak boleh disebut," katanya.

Ia menjelaskan bahwa jumlah total transaksi mencapai sekitar Rp349 triliun. Dana tersebut dibagi menjadi tiga kelompok. Kategori pertama berupa Transaksi Keuangan Mencurigakan Pegawai Kemenkeu (Rp35 triliun).

Kedua, Transaksi Keuangan Mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai kemenkeu (Rp53 triliun). Kategori ketiga, yang mencakup jumlah terbesar, berupa Transaksi Keuangan Mencurigakan Terkait Kewenangan Kemenkeu Sebagai Penyidik TPA dan TPPU yang belum diperoleh data keterlibatan pegawai Kemenkeu (Rp260,1 triliun).

Sebelumnya, ia sempat menyampaikan bahwa terdapat sebanyak Rp300 triliun dugaan transaksi mencurigakan pencucian uang di Kemenkeu. Namun, tidak seluruhnya dilaporkan langsung kepada Kemenkeu. "Betul. 200 [surat] yang disampaikan ke Kemenkeu. Seratus [surat] lainnya ke kementerian lembaga lain, tapi terkait Bea Cukai," ungkap Mahfud.

Menuru dia, Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak mengetahui mengenai praktek-praktek pencucian uang yang terjadi dalam jajaran Kemenkeu. "Kesimpulan saya, Bu Sri Mulyani tidak punya akses terhadap laporan-laporan ini. Sehingga keterangan terakhir di Komisi XI itu jauh dari fakta," katanya.

Seiring berjalannya waktu, Mahfud MD membentuk Satgas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang masa tugasnya sampai pada Desember 2023. Pembentukan ini merupakan tindak lanjut dari penemuan transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun itu.

"Sesuai dengan hasil rapat Komite TPPU tanggal 10 April tahun 2023, yang kemudian disampaikan kepada DPR melalui rapat dengar pendapat di Komisi III, tanggal 11 April 2023, maka saya sampaikan bahwa hari ini pemerintah telah membentuk satgas dimaksud, yaitu Satgas tentang Dugaan TPPU," kata Mahfud di gedung Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (3/5/2023).

Adapun tim pengarah terdiri atas tiga anggota, yakni Mahfud selaku Ketua Komite TPPU, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana. Dalam Satgas TPPU ini, dihadirkan juga tenaga ahli, di antaranya mantan Kepala PPATK Yunus Husein dan Muhammad Yusuf, hingga mantan pimpinan KPK La Ode Syarif.

"Dalam melaksanakan tugasnya, Satgas TPPU didukung oleh tenaga ahli di bidang TPPU, korupsi, dan perekonomian, kepabeanan, hingga cukai," kata Mahfud.

Satu bulan berjalan, Satgas TPPU menyerahkan 33 laporan dugaan pencucian uang dengan nilai Rp25,3 triliun ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Puluhan dokumen yang diserahkan ke KPK itu merupakan bagian dari 300 berkas laporan hasil analisis (LHA) dan laporan hasil pemeriksaan (LHP) oleh PPATK.

Hal itu terungkap, sebab kembali dibukanya laporan transaksi janggal dari PPATK oleh pihak-pihak yang sejak lama tidak dituntaskan penelusurannya.

Adapun pegawai yang terlibat transaksi mencurigakan diantaranya adalah Yulmanizar Rp 3.22 Triliun, Wawam Ridwan Rp 3.22 Triliun, Hadi Sutrisno
Rp 2.76 Triliun, Alfred Simanjuntak Rp 1.27 Triliun, Agus Susetyo Rp 818.29 Miliar, Aulia Imran Maghribi Rp 818.29 Miliar dan Ryan Ahmad Rinas sebesar Rp 818.29 Miliar.

Lalu, Veronika Lindawati Rp 818.29 Miliar, Adhi Pramono Rp 60.16 Miliar, Yul Dirga Rp 53.88 Miliar, Eddi Setiadi Rp 51.80 Miliar, Natan Pasomba Rp 40 Miliar, Suherlan Rp 40 Miliar, Sukiman Rp 16.61 Miliar, Istadi Prahastanto Rp 3.99 Miliar dan Heru Sumarwanto sebesar Rp 3.99 Miliar

Adapun nama-nama tersangka dan terdakwa yang bukan pegawai Kemenkeu, Prastowo menyebutkan, Sukiman yang merupakan mantan anggota DPR; Natan Pasomba dan Suherlan mantan pegawai Dinas PU Kabupaten Pegunungan Arfak; Agus Susetyo, Aulia Imran Maghribi, Ryan Ahmad Ronas adalah konsultan pajak; serta Veronica Lindawati pihak swasta.

Sisa sudah terpidana, yaitu Eddi Setiadi yang merupakan mantan Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Bandung, Yul Dirga mantan Kepala KPP Penanaman Modal Asing Tiga, Hadi Sutrisno, mantan pemeriksa pajak madya KPP Penanaman Modal Asing Tiga, dan terakhir ialah Alfred Simanjuntak yang merupakan mantan pemeriksa pajak madya Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap total transaksi 16 orang ini mencapai Rp 25,38 triliun.

Waktu terus bergulir, hingga pada November 2023 lalu setidaknya ada delapan laporan yang diselesaikan dari total 300 surat terkait transaksi janggal itu. Dari delapan laporan itu, sebanyak delapan orang telah terkena sanksi pemecatan atau diberhentikan.

"Banyak, ada sekian yang dihentikan, ada sekian sudah pidana, itu banyak. Itu masih (proses) nanti saja dilaporkan (detailnya), kalau enggak salah ada delapan tadi," kata Mahfud.

Mahfud belum mau merinci nama-nama yang sudah selesai ditelusuri dan terkena sanksi dari hasil penelusuran Satgas TPPU. Ia hanya memastikan bahwa salah satu nama itu adalah Rafael Alun Trisambodo atau RAT yang merupakan mantan pejabat eselon III Ditjen Pajak.

"Kalau pidana itu misal Alun itu memang masuk di surat, ada Angin Prayitno, itu ada kan sudah dipidana itu kan pegawai Kemenkeu, dan itu juga sedang berjalan di Soekarno-Hatta," tutur Mahfud.

Secara umum seluruh orang yang diduga terlibat dalam transaksi janggal di Kemenkeu itu masih terus diproses. Namun, setidaknya dari delapan surat yang diselesaikan, ada 15 nama yang sudah terkena sanksi.

Selain itu, Mahfud mengingatkan, yang lebih penting adalah kembali terkuaknya kasus transaksi janggal importasi emas Rp 189 triliun yang masih bagian dari agregat transaksi Rp 349 triliun. Bahkan, setelah ditelusuri Satgas, kata Mahfud ada pengembangan nominal.

"Yang Rp 189 triliun yang dulu sudah diumumkan sudah clear di dalam tim ditemukan Rp 193 triliun itu belum selesai kemarin laporan dari keuangan sendiri sudah ada, akan kita selidiki."

"Dulu Rp 189 triliun yang diributkan, dulu versi bea cukai dan perpajakan sudah selesai dan enggak masalah. Dalam rapat tearkhir diakui bermasalah dan belum tuntatas dan mungkin akan ditemukan tindak pidana asal," ungkap Mahfud.

Sementara itu, dalam kasus importasi emas, pihak Kejaksaan Agung menurut Mahfud kembali membuka kasusnya setelah disinggung Satgas TPPU. Mereka fokus mengusut total kerugian negara dari kasus itu yang perkiraannya senilai Rp 49 triliun.

"Sudah lama tadi nilai importasi emas Rp 49 triliun yang seharusnya bayar biaya kepabenana bea cukai ke negara Rp 41 miliar atau Rp 39-41 miliar kemudian dijadikan nol di Jakarta. Itu diangkat lagi skearnag karena dari luar negeri tertulis kena pajak 5% kok jadi nol," tutur Mahfud.

Mahfud mengklaim, dari hasil penelurusan Kejagung, sebetulnya sudah ada orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Namun, ia belum mau mengungkapkan secara detail nama-namanya. "Ini yang sudah disidik dan sudah ada tersangkanya di Kejagung. Itu gerakan-gerakan yang muncul setelah kita munculkan karena ada penyakit serius di negeri ini terkatit pencucian uang," beber Mahfud.

Dalam pengusutan kasus importasi emas itu, Kejaksaan Agung  sudah memeriksa sejumlah petinggi PT Aneka Tambang (Antam) dan Kantor Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta dalam kasus itu untuk periode 2010 sampai 2022. Namun hingga kini belum diumumkan siapa saja yang bakal tersangka.

Namun demikian, jika merujuk pada masa kerjanya hingga Desember 2023, apakah Satgas TPPU berakhir? Hal itu belum dapat dipastikan sebab belum ada keterangan dari Satgas TPPU itu sendiri. Sementara Komisi III DPR RI berencana akan memanggil pihak PPATK untuk memperjelas kasus tersebut.

Termasuk dengan transaksi yang ditemukan PPATK baru-baru ini, yakni transaksi jangga jelang pemilu dan 100 caleg pemilu 2024. (wan)