Berani Nggak KPK Tersangkakan Lagi Eks Wamenkumham Eddy dan Helmut?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 28 Februari 2024 18:47 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Foto: MI/Aswan)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Berani kah Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK kembali menetapkan eks Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy, dan Dirut PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap serta gratifikasi?

“Materiil tetap ada, proses peristiwa pidananya ada, tinggal keberanian KPK untuk segera menetapkan (Eddy, dan Helmut) sebagai tersangka,” kata mantan Penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap di Jakarta, Rabu (28/2).

KPK diharap segera mempelajari putusan praperadilan Helmut dan Eddy. Administrasi yang dinilai hakim keliru diharap diperbaiki untuk kembali memberikan status tersangka. “Karena ini uji formil ya, karena ada prosesnya yang dikira keliru, kemudian harus dipelajari, dan dimulai lagi dari awal lagi prosesnya,” ujar Yudi.

Pemberian status tersangka ulang untuk Helmut, dan Eddy pun diminta tidak berlarut. Administrasi kasus berikutnya diharap kuat agar tidak kalah jika digugat kembali.
 
Kemudian, KPK segera menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) untuk Eddy, dan Helmut Hermawan. Keduanya lepas dari status tersangka usai memenangkan praperadilan.

KPK Nyalakan Alarm

Tak ingin kalah untuk kedua kalinya dalam penanganan kasus dugaan korupsi yang menjerat eks Wamenkumham Eddy, KPK menyalakan lampu alarm kewaspadaan dalam melangkah.

Sebaliknya masyarakat menunggu langkah tegas KPK atas putusan praperadilan Pengadilan Negari Jakarta Selatan yang memenangkan Eddy Hiariej atas tidak sahnya penetapan tersangka oleh KPK.

Ketua KPK Nawawi Pomolango belum menentukan pilihan soal tindaklanjut atas putusan praperadilan yang diajukan Eddy Hiariej. Tapi yang pasti, KPK masih bakal mempelajari lebih lanjut putusan hakim tunggal praperadilan PN Jaksel atas permohonan yang diajukan Eddy Hiariej dan eks Direktur PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan.

“Kami akan panggil Kabiro Hukum yang mewakili KPK di sana untuk menyampaikan apa argumen, dalil yang dijadikan dasar pertimbangan putusan hakim dan apa yang selanjutnya akan kita ambil,” ujarnya, Selasa (27/2).

Pria yang berlatarbalakang hakim itu mengatakan, dengan terbitnya dua putusan praperadilan Eddy dan Helmut nantinya KPK bakal mengambil langkah hukum selanjutnya. Nawawi memastikan bakal memberikan info selanjutnya setelah terbit putusan praperadilan Helmut nantinya.

Terpisah, peneliti Indonesia Corruption Watch Diky Anandya berpandangan KPK tidak serius menangani perkara dugaan tindak pidana korupsi mantan Wamenkumham Eddy Hiariej.

Maklum sejak diputus dalam persidangan praperadilan PN Jaksel, status tersangka Eddy Hiaeriej otomatis gugur sejak 30 Januari 2024 lalu.

“Hingga saat ini tidak ada informasi resmi dari KPK mengenai tindak lanjut dari proses penyidikan kasus tersebut,” ujarnya melalui keterangan persnya.

Menurut Diky, putusan Praperadilan Eddy sangat problematik dari sisi pertimbangan hakim. Pasalnya, hakim tunggal PN Jaksel gagal memahami konstruksi Pasal 44 UU No.19 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, di mana pada fase penyelidikan, lembaga antirasuah tersebut sudah mengumpulkan bukti permulaan yang cukup.

Atas permasalahan tersebut, ICW khawatir putusan tersebut dimanfaatkan oleh tersangka lain untuk menggugat penetapan tersangkanya melalui jalur praperadilan.

Dia menilai, KPK bisa segera melanjutkan proses penyidikan dengan dasar surat perintah penyidikan yang sudah ada. Apalagi putusan praperadilan terhadap Eddy sama sekali tidak menganulir keabsahan surat perintah penyidikan (Sprindik) tersebut.

“Harusnya tidak ada alasan bagi KPK untuk menunda penetapan Eddy sebagai tersangka,” ujarnya.

Penetapan ulang seseorang sebagai tersangka pasca praperadilan pernah dilakukan KPK. Yakni dalam perkara Setya Novanto. Mantan Ketua DPR itu pernah memenangkan praperadilan melawan KPK pada 29 September 2017. Namun tak lama berselang, 31 Oktober 2017, KPK kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka.

Lagipula, bila dicermati soal sah atau tidaknya penetapan tersangka sebenarnya tidak menggugurkan tindak pidana. Hal ini didasarkan pada Pasal 2 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan.

Dengan kata lain, kewenangan penyidik menetapkan kembali seseorang sebagai tersangka berdasarkan bukti permulaan yang cukup masih terbuka lebar.

Selain itu, Perma 4/2016 pun diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-XV/2017 yang memungkinkan penegak hukum untuk menggunakan alat bukti yang pernah dipakai pada perkara sebelumnya. Dengan catatan alat bukti tersebut harus disempurnakan.

Sekedar diketahui, PN Jaksel pun telah menerbitkan putusan praperadilan soal penetapan tersangka Helmut Hermawan oleh KPK terkait penyuapan terhadap mantan Wamenkumham Eddy Hiariej yang tidak sah. Sebab hakim tunggal menilai penetapan tersangka tidak memenuhi dua alat bukti yang sah.

“Mengabulkan permohonan praperadilan pemohon untuk sebagian dan menyatakan penetapan tersangka atas pemohon yang dilakukan oleh termohon tidak sah,” kata Hakim Tunggal PN Jaksel Tumpanuli Marbun di Jakarta saat membacakan putusan gugatan praperadilan tersebut pada Selasa (27/2).

Sebelumnya, Hakim tunggal Estiono menerbitkan putusan yang intinya penetapan tersangka yang dilakukan KPK terhadap Eddy Hiariej  tidak sah. Hal itu diputuskan dalam sidang pembacaan putusan yang digelar di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (30/1).

Eddy sebelumnya merupakan salah seorang tersangka yang ditetapkan penyidik KPK dalam kasus dugaan suap pengurusan administrasi tanpa melalui prosedur di Kemenkumham.

Selain Eddy, tersangka lainnya adalah pengacara Yosi Andika Mulyadi (YAM) dan asisten pribadi Eddy, Yogi Arie Rukmana (YAR). Sementara itu, seorang lainnya, yakni Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan (HH) telah ditahan oleh komisi antirasuah.