Diduga Salah Gunakan Wewenang Cabut Hidupkan IUP, KPK Didesak Periksa Kasatgas Percepatan Investasi Bahlil Lahadalia

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 4 Maret 2024 14:12 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Foto: Dok MI)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak memeriksa Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam kapasitasnya sebagai Kepala Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi. 

Pasalnya, Bahlil diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dalam mencabut dan mengaktifkan kembali izin usaha pertambangan (IUP). Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menduga ada konflik kepentingan. 

Seharusnya, tegas dia, tugas ini adalah Kementerian ESDM karena UU dan Kepres terkait usaha pertambangan ada di wilayah kerja Kementerian ESDM bukan Kementerian Investasi.

"Ya bahlil ada konflik kepentingan, disatu disisi sebagai pengusaha, disisi lain sebagai Menteri. Dalam pelaksanaaan tugasnya pasti ada benturan kepentingan karena semua kebijakan dan aturan pasti diarahkan pada hal-hal yang tidka akan merugikan bisnisnya," kata Abdul Fickar kepada Monitorindonesia.com, Senin (4/3).

Demikian juga semua proyek-proyek pemerintahan walaupun tidak langsung akan dikerjakan oleh perusahaan perusahaan yang mempunyai afiliasi dengan perusahaannya.

"Ini dugaan korupsi dan penyalahgunaan kekuadaan secara terselubung. Karena itu kedepan harus tegas, jabatan publik yang berkaitan degan pengambilan keputusan tidak boleh diisi oleh pengusahaan".

"Karena sedikit banyak langsung atau tidak langsung pasti akan dimanfaatkan sebagai menteri memberi pekerjaan pada perusahan-perusahaannya," imbuhnya.

Senada dengan Abdul Fickar, Komisi VII DPR RI Mulyanto juga meminta KPK segera memeriksa Bahlil. Politkus PKS itu juga menyebut keberadaan satgas penataan penggunaan lahan dan penataan investasi tumpang tindih.

"Harusnya tugas ini menjadi domain Kementerian ESDM karena UU dan kepres terkait usaha pertambangan ada di wilayah kerja Kementerian ESDM bukan Kementerian Investasi," kata Mulyanto,Senin (4/3).

Dia pun menilai keberadaan satgas yang dipimpin Bahlil sarat kepentingan politik. Apalagi pembentukannya jelang kampanye Pilpres 2024. Bahkan Mulyanto menilai, pembentukan satgas ini sebagai upaya legalisasi pencarian dana pemilu untuk salah satu peserta pemilu.

"Terlepas dari urusan politik saya melihat keberadaan satgas ini akan merusak ekosistem pertambangan nasional," ujarnya.

Pemerintah, kata dia, terkesan semena-mena dalam memberikan wewenang ke lembaga tertentu. Urusan tambang yang seharusnya jadi wewenang Kementerian ESDM kini diambil alih oleh Kementerian Investasi. "Padahal terkait pengelolaan tambang tidak melulu bisa dilihat dari sudut pandang investasi tapi juga terkait lingkungan hidup dan kedaulatan pemanfaatan sumber daya alam nasional," pungkasnya.

Bisnis Tambang Bahlil

Baru-baru ini Jaringan Tambang Nasional (Jatamnas) membongkar bisnis tambang yang melibatkan Bahlil Lahadalia, sejak 2010 bernama PT Rifa Finance dan merupakan induk dari 10 perusahaan.

Dikutip dari akun media sosial resmi @jatamnas, mengungkapkan Bahlil terlibat dalam bisnis tambang di beberapa wilayah Tanah Air.

Bisnis tambang Bahlil diungkap Jatam di tengah tudingan isu fee IUP miliaran rupiah yang tengah ramai dibicarakan dimedia sosial.

Dimana PT Rifa Finance memiliki anak usaha antara lain:
• PT Ganda Nusantara
• PT MAP Surveillance
• PT Pandu Selaras
• PT Cendrawasih
• PT Mapsource Mining.

Bergerak di bidang seperti:
• Perkebunan
• Properti
• Logistik
• Pertambangan
• Konstruksi.

Namun yang membuat Jatam heran adalah beberapa perusahaan dari Bahlil tersebut tidak tercantum di situs Ditjen AHU Kemenkumham RI.

Perusahaan Bahlil yang terlibat bisnis tambang adalah PT Meta Mineral Pradana, di mana perusahaan ini memiliki dua izin tambang dengan luas konsesi masing-masing 470 hektar dan 165.50 hektar di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Adapun pemegang saham perusahaan ini, antara lain PT Rifa Capital sebesar 10 persen dan PT Bersama Papua Unggul sebesar 90 persen.

Kedua perusahaan ini milik Bahlil, di mana komposisi pengurus PT Meta Mineral Pradana, antara lain Tresse Kainama sebagai Direktur dan Ir Made Suryadana sebagai Komisaris.

Sedangkan PT Bersama Papua Unggul bergerak di bidang:
• Konstruksi
• Perdagangan
• Instalasi listrik
• Telekomunikasi
• Mekanikal.

Bahlil sendiri mengusai saham sebesar 450 lembar di perusahaan ini dan 50 lembar dipegang oleh Tresse Kainama.

Pada perusahaan ini Tresse Kainama tercatat sebagai Direktur dan Ir Made Suryadana sebagai Komisaris.

PT Rifa Capital dikabarkan telah mengeksplorasi 39 ribu hektare lahan tambang batubara di Fak-Fak, Papua Barat, dan 11 ribu hektare lahan nikel di Halmahera.

Jatam mengatakan jika PT Bersama Papua Unggul dikabarkan sering memenangkan lelang proyek Pembangunan Jalan Bofuer – Windesi (MYC) bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Perusahaan lain yang dimiliki Bahlil adalah PT Dwijati Sukses, perusahaan yang sering terlihat di situs-situs lelang proyek pemerintah, di mana besar kemungkinan perusahaan ini bergerak di bidang konstruksi atau properti.

Bahlil cabut IUP, selengkapnya di sini....