Pungli Berjamaah di Rutan KPK, Eks Penyidik Yakin Ada Tersangka Lagi!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 16 Maret 2024 14:50 WIB
Para tersangka pungli Rutan KPK mengenakan rompi tahanan, dijebloskan ke Rutan Polda Metro Jaya, Jum'at (15/3/2024) malam (Foto: MI/Aswan)
Para tersangka pungli Rutan KPK mengenakan rompi tahanan, dijebloskan ke Rutan Polda Metro Jaya, Jum'at (15/3/2024) malam (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Sebanyak 15 pegawai dan mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK yang terbukti merlakukan pungutan liar (pungli) telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijebloskan ke rutan Polda Metro Jaya (PMJ). 

15 tersangka itu sebagian daripada jumlah yang terseret dalam kasus ini, yakni 93 orang. 63 tidak tahu apa yang dilakukan para tersangka itu, sementara sisanya diproses etik dan disiplin ASN.

Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo menilai, baru ditetapkannya 15 pegawai menjadi tersangka itu bisa saja merupakan strategi dari penyidik untuk membuat perkara tersebut menjadi beberapa kelompok. 

Menurutnya, hal ini biasa terjadi di kasus korupsi yang melibatkan banyak orang karena kepentingan penyidikan. "Misalnya, aktor intelektualnya terlebih dahulu atau tersangka yang jabatannya tinggi, saksi-saksi yang memberikan keterangan ataupun keterbatasan penyidik serta ingin mempercepat penuntasan kasus terlebih dahulu sehingga bisa segera disidangkan," kata Yudi kepada wartawan, Sabtu (16/3/2024).

Sehingga, lanjut dia, salah satu yang menjadi tersangka dan ditahan adalah Achmad Fauzi kepala rutan KPK dan Hengky yang diduga aktor intelektual dari terjadinya pungli di KPK.

Atas hal ini, tegas dia, KPK dapat menjadikannya sebagai momentum bersih-bersih di internal dari tindakan korupsi. Lantas dia mengingatkan pegawai KPK untuk menjunjung tinggi nilai-nilai integritas, termasuk pimpinan KPK.

"Karena tidak mungkin memberantas korupsi jika dilakukan oleh orang orang yang korup," jelas Yudi menambahkan.

Pimpinan KPK Minta Maaf

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron dalam konferensi pers pengumuman dan penahanan 15 orang tersangka itu, menyampaikan permohonan maaf.

"Kami pimpinan KPK menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia," kata Ghufron kepada wartawan di Gedung Juang pada Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (15/3/2024).

Ghufron mengatakan, pelanggaran tersebut telah mencederai nilai integritas yang selama ini dijunjung tinggi dan dipedomani segenap insan KPK dalam pelaksanaan tugas pemberantasan korupsi. "Kami selaku pimpinan bertanggung jawab penuh," ungkap Ghufron.

Untuk itu, pihaknya memastikan bahwa sebagai bentuk ketegasan dan zero tolerance KPK terhadap pelanggaran khususnya dugaan tindak pidana korupsi tersebut, KPK secara paralel telah menindaklanjutinya dengan berbagai proses.

KPK telah melakukan penegakan pelanggaran kode etik yang dilakukan Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Sebanyak 78 oknum pegawai telah dijatuhi hukuman etik. Selanjutnya melalui penegakan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Inspektorat. Di mana Inspektorat telah melakukan permintaan keterangan terhadap para pegawai Rutan dan pemanggilan terhadap para terduga pelanggaran disiplin.

"Proses hukum dugaan tindak pidana korupsi, yang dilakukan oleh Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi, dengan penetapan kepada 15 oknum pegawai sebagai tersangka, serta perbaikan manajamen dan tata Kelola secara terus-menerus di bawah koordinasi Sekretaris Jenderal," jelas Ghufron.

Ghufron pun mengajak segenap masyarakat ketika mengetahui adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh insan KPK, dapat melaporkannya melalui saluran pengaduan masyarakat, call center 198, ataupun Dewas KPK.

"Hal ini sebagai wujud pelibatan dan peran pengawasan oleh masyarakat terhadap pelaksanaan pemberantasan korupsi. Kami berkomitmen untuk terus memastikan, bahwa tugas-tugas pemberantasan korupsi oleh insan KPK, tidak hanya patuh dan taat terhadap peraturan dan perundangan, namun juga kode etik perilaku sebagai insan KPK," tandas Ghufron.

15 Tersangka

1. Achmad Fauzi (ASN Kumham/Kepala Rutan cabang KPK 2022-sekarang)
2. Agung Nugroho (pegawai negeri yang dipekerjakan di KPK/Staf Cabang Rutan KPK)
3. Ari Rahman Hakim (PNYD/Petugas Rutan KPK)
4. Deden Rochendi (Polri/Penugasan Pengamanan Rutan KPK)
5. Eri Angga Permana (ASN Kemenkumham/Staf Rutan KPK 2018)

6. Hengki (ASN Kumham/Kamtib Rutan KPK 2018-2022)
7. Mahdi Aris (Pengamanan Rutan KPK)
8. Muhammad Abduh (Pengamanan Rutan KPK)
9. Muhammad Ridwan (Petugas Rutan cabang KPK)
10. Ramadhan Ubaidillah A. A. (Petugas Rutan cabang KPK)

11. Ricky Rachmawanto (Pengamanan Dalam CCTV KPK)
12. Ristanta (ASN Kumham/Plt. Kepala Rutan cabang KPK 2020-2021)
13. Sopian Hadi (Polri/Penugasan Pengamanan Rutan KPK)
14. Suharlan (Pegawai pengawalan KPK)
15. Wardoyo (Pengamanan Rutan cabang KPK)

Adapun modus para tersangka melakukan pungli dengan memberikan fasilitas eksklusif berupa percepatan masa isolasi, layanan penggunaan handphone dan powerbank di dalam Rutan, hingga membocorkan adanya informasi terkait inspeksi mendadak (sidak). 

Mereka menggunakan kode rahasia atau sandi (password) dalam melancarkan aksinya untuk memalak para tahanan korupsi. “Dalam melancarkan aksinya (para tersangka) menggunakan beberapa istilah atau password,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (15/3/2024).

Sandi berisikan berbagai pesan, seperti menghindari inspeksi mendadak (sidak) di Rutan KPK. Sandi juga digunakan untuk melakukan transaksi pungli.

“Banjir dimaknai info sidak, kandang burung dan pakan jagung dimaknai transaksi uang, dan botol dimaknai sebagai handphone dan uang tunai,” kata Asep.

Untuk kebutuhan proses penyidikan, kini para tersangka ditahan selama 20 hari di Rutan Polda Metro Jaya. KPK bisa memperpanjang penahanan sesuai kebutuhan penyidik. Pungli ini terjadi mulai dari 2019 sampai dengan 2023. Uang panas yang diterima para pegawai ditaksir mencapai Rp6,3 miliar.

Mereka dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.