LHKPN Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Rp 6,39 M, Tapi Beri Utang Rp 7 M, KPK: Enggak Masuk Akal

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 16 Mei 2024 18:35 WIB
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan (Foto: Dok MI)
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan, eks Kepala Bea dan Cukai Purwakarta, Rahmady Effendi Hutahaean, meminjamkan uangnya sebesar Rp 7 miliar. Tapi dalam laporan hartanya kekayaannya kepada negara  hanya senilai Rp 6,39 miliar. Karena itu, uang kelebihan itu dari mana? 

KPK merasa curiga atas besaran uangnya dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) bila dibandingkan dengan uang yang dipinjamkannya lebib besar tidak masuk akal sehat manusia. Aneh.

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, mengatakan, keanehan tersebut merupakan salah satu materi yang diadukan atas dugaan ketidakwajaran LHKPN Rahmady. 

“Hartanya Rp 6 miliar tapi kok dilaporkan dia memberikan pinjaman sampai Rp 7 miliar, kan gitu enggak masuk di akal sehat ya,” kata Pahala saat ditemui awak media di Gedung KPK lama, Jakarta Selatan, Kamis (16/5/2024). 

Karena itu, KPK akan segera mengundang eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta itu untuk klarifikasi LHKPN Rahmady.

Kepala Bea Cukai ada kejanggalan nilai LHKPN dengan uang dipinjamkan aneh nilainya lebih besar
Kepala Bea Cukai ada kejanggalan nilai LHKPN dengan uang dipinjamkan aneh nilainya lebih besar

Menurut Pahala, persoalan Rahmady berawal dari perselisihan yang terjadi di internal perusahaan. Isterinya tercatat sebagai pemilik saham pada perusahaan tersebut. 

Adapun pihak yang berselisih saling melaporkan satu sama lain. Maka Rahmady dilaporkan ke KPK atas dugaan kepemilikan harta yang tidak wajar. Adapun KPK akan mengundang Rahmady untuk menjalani klarifikasi LHKPN pada pekan depan. 

“Jadi kita klarifikasi dulu, nanti kita kasih tahu hasilnya apa kira-kira. Tapi ini sekali lagi dampak dari adanya harta berupa saham di perusahaan lain,” ujar Pahala.

Dia menambahkan, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, telah menerbitkan peraturan yang menentukan bagaimana pegawainya yang memiliki saham atau investasi di suatu perusahaan. 

“Itu diatur detail di situ. Ada yang harus diumumkan, ada yang tidak boleh, ada yang enggak apa-apa,” ujar Pahala. 

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan, membebastugaskan Rahmady dari jabatannya sebagai Kepala Bea Cukai Purwakarta. Keputusan ini diambil setelah Rahmady dilaporkan pengusaha Wijanto Tirtasana melalui pengacaranya, Andreas atas dugaan LHKPN tidak wajar.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Kemenkeu, Nirwala Dwi Heryanto, mengatakan, Rahmady dibebastugaskan setelah menjalani pemeriksaan. 

"Dan hasil pemeriksaan tersebut menemukan indikasi terjadinya benturan kepentingan yang juga turut melibatkan keluarga yang bersangkutan," kata Nirwala, dalam keterangannya.

Berdasarkan penelusuran dari situs resmi e LHKPN KPK, kekayaan Rahmadyy tercatat Rp 6.395.090.149 atau Rp 6,39 miliar. Komponen kekayaannya yang paling dominan adalah harta bergerak lainnya senilai Rp 3.284.000.000. 

Selain persoalan utang piutang itu, Rahmady juga disebut memiliki perusahaan dengan aset mencapai Rp 60 miliar. (Sar)