Revisi UU Polri, Pakar HTN: Kalau Urgen sih Gak Apa-apa!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 18 Mei 2024 09:14 WIB
Pakar HTN, Abdul Fickar Hadjar (Foto: Dok MI/Pribadi)
Pakar HTN, Abdul Fickar Hadjar (Foto: Dok MI/Pribadi)

Jakarta, MI - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI berencana membahas revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia atau UU Polri. Salah satunya mengatur perubahan batas usia pensiun anggota dan perwira kepolisian.

Pakar hukum tata negara (HTN) dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai wajar jika usia pensiun angota Polri diperpanjang dan disamakan dengan kementerian atau lembaga lainnya. 

Menurut dia, perubahan usia pensiun tersebut tidak masalah karena tugas atau fungsi Polri berada di area masyarakat sekaligus negara. Namun jika, revisi ini bermuatan politik, wajar juga akan menuai kritikan-kritikan.

"Kalau ada urgensinya sih gak apa-apa, tapi kelihatannya ada motif politiknya ini yang tidak benar," kata Abdul Fickar Hadjar kepada Monitorindonesia.com, Sabtu (18/5/2024).

Adapun dalam draf revisi undang-undang itu, usia pensiun maksimal anggota Polri akan diperpanjang dari sebelumnya 58 tahun menjadi 60 tahun. Usia pensiun anggota polisi dapat diperpanjang lagi menjadi 62 tahun jika memiliki keahlian khusus dan dianggap sangat dibutuhkan. 

Sedangkan untuk pejabat fungsional, usia pensiun diatur maksimal 65 tahun. Adapun usia pensiun perwira tinggi bintang empat atau Kapolri ditetapkan dengan Keputusan Presiden setelah mendapat pertimbangan DPR. Ketentuan itu diatur dalam klausul perubahan Pasal 30 RUU Kepolisian.