Tiga Kali Dibuat Keok, KPK Sulit Jerat Gazalba Saleh?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 29 Mei 2024 13:34 WIB
Hakim Agung Nonaktif Gazalba Saleh (Foto: Istimewa)
Hakim Agung Nonaktif Gazalba Saleh (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gagal lagi menjatuhkan hukuman kepada hakim agung non-aktif Gazalba Saleh. Majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta mengabulkan eksepsi dan membebaskan Gazalba dari dakwaan KPK.

Ini adalah kekalahan ketiga KPK dalam upaya menjerat pidana Gazalba Saleh. Mahkamah Agung, PN Tipikor Bandung, dan PN Tipikor Jakarta membebaskan Gazalba dari tuduhan melakukan tindak pidana korupsi mulai dari menerima suap, menerima gratifikasi, hingga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Catatan Monitorindonesia.com, KPK mulai mendeteksi peran Gazalba saat tengah mengusut dugaan suap penanganan perkara di MA yang menjerat hakim agung Sudrajad Dimyati. Penyidik mendeteksi suap serupa terjadi pada penanganan Kasasi kasus pidana pengurus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana yang menjerat Budiman Gandi Suparman.

KPK mendeteksi ada aliran uang dari Heryanto Tanaka ke majelis hakim kasasi agar membatalkan vonis bebas pada Budiman. Gazalba sendiri tercatat sebagai salah satu majelis hakim pada kasasi KSP Intidana.

Galzaba kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan KPK dengan tuduhan menerima Sin$20 ribu dari total suap Sin$110 ribu dari Heryanto Tanaka, 8 Desember 2022. KPK mengklaim punya bukti suap Heryanto mengalir pada kuasa hukum, aparatur sipil negara hingga panitera pengganti atau asisten Gazalba di MA.

KPK kemudian menyeret Gazalba ke PN Tipikor Bandung sejak 3 Mei 2023.  Jaksa KPK menuntut 11 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan penjara.

Akan tetapi, majelis hakim PN Tipikor Bandung justru memutus bebas Gazalba Saleh. Hakim menilai alat bukti yang dimiliki KPK kurang kuat menunjukkan peran Gazalba dalam kasus tersebut.

Menolak kalah, Jaksa KPK kemudian mengajukan gugatan kasasi ke MA, 9 Agustus 2023. Lembaga antirasuah tersebut turut menyertakan bukti baru termasuk komunikasi antarterdakwa dalam kasus suap KSP Intidana yang juga menyebut peran Gazalba.

Akan tetapi, majelis hakim kasasi justru menolak gugatan KPK, 19 Oktober 2023. Putusan bebas Gazalba pun dalam kasus tersebut pun memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah.

Nyaris satu bulan, KPK kemudian kembali menangkap dan menahan Gazalba Saleh. Kali ini, penyidik menuduh hakim agung tersebut telah menerima gratifikasi dan melakukan TPPU. 

Hakim agung non-aktif ini dituduh menerima sejumlah pemberian uang dan barang atau jasa dalam kaitan penanganan sejumlah perkara di Mahkamah Agung. KPK menuding ada sejumlah bukti penerimaan gratifikasi pada periode 2020-2022. 

Hal ini selaras dengan temuan penyidik tentang sejumlah aset bernilai ekonomis yang dimiliki Gazalba namun tak masuk dalam data LHKPN. 

Beberapa di antaranya adalah mobil mewah; satu unit rumah mewah yang dibayar tunai di Cibubur, Jakarta Timur; dan satu rumah mewah di Jagakarsa, Jakarta Selatan. 

Selain itu, KPK juga mendapat laporan Gazalba berulang kali menukarkan uang asing dengan identitas orang lain ke money changer. Nilainya juga miliaran rupiah.

Akan tetapi, persidangan justru terhenti hanya sampai putusan sela. PN Tipikor Jakarta memutuskan untuk membebaskan Gazalba dari Rutan KPK.

KPK bakal banding
Gazalba Saleh telah dikeluarkan dari rumah tahanan setelah ada putusan sela majelis hakim tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 

Namun KPK memastikan bakal mengajukan banding atas putusan sela tersebut. "KPK akan banding terhadap putusan hakim," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Selasa (28/5/2024).

Alex mengatakan, keputusan itu diambil demi menjaga citra kelembagaan KPK sebagai institusi anti-korupsi. Karena, bila keputusan hakim tersebut dibiarkan, justru akan berdampak serius pada independensi KPK. 

"Bagaimana mungkin lembaga yang diberi kewenangan melakukan koordinasi dan supervisi penanganan korupsi yang dilakukan aparat penegak hukum lain justru diminta untuk berkoordinasi dengan kejaksaan," kata Alex. 

Alex mengatakan, seharusnya pimpinan KPK yang mendelegasikan wewenang penuntutan kepada jaksa KPK, bukan jaksa agung. "UU KPK memberi kewenangan kepada pimpinan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan," kata Alex. "Pimpinan KPK tidak membutuhkan pendelegasian wewenang dari lembaga lain untuk melaksanakan tugasnya."  

Jaksa KPK mendakwa Gazalba telah menerima gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dalam dakwaan perkara gratifikasi, Jaksa menyebut Gazalba menerima uang Rp 37 miliar saat menangani perkara Peninjauan Kembali (PK) atas nama terpidana Jaffar Abdul Gaffar pada 2020. 

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) mengabulkan eksepsi  Gazalba Saleh atas dakwaan Jaksa KPK itu. “Mengadili, satu, mengabulkan nota keberatan dari tim penasihat hukum terdakwa Gazalba Saleh,” kata Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri saat membacakan putusan sela di PN Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024).

Majelis Hakim mempertimbangkan tim hukum Gazalba yang menganggap jaksa KPK tak menerima pelimpahan kewenangan penuntutan Gazalba dari Jaksa Agung. 

Menurut Fahzal, hal itu perihal formalitas atau persyaratan soal surat merujuk UU No 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Agung. “Menyatakan penuntutan dan surat dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima. Memerintahkan terdakwa Gazalba Saleh dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan,” ujar Fahzal. 

Hakim Anggota Rianto mengatakan kendati KPK secara kelembagaan memiliki tugas dan fungsi penuntutan, namun Direktur Penuntutan KPK tak pernah mendapatkan pendelegasian kewenangan penuntutan dari Jaksa Agung selaku penuntut umum tertinggi sesuai dengan asas Single Prosecution System.  

"Artinya, tak disertai pendelegasian wewenang sebagai penuntut umum dan tak adanya keterangan (penjelasan) tentang pelaksanaan wewenang serta instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang," katanya. 

Sekadar tahu, bahwa Gazalba Saleh adalah Hakim Agung Kamar Pidana pada Mahkamah Agung yang dilantik pada 7 November 2017. Pria kelahiran Bone, Sulawesi Selatan, 15 April 1968. 

Lulusan S3 Universitas Padjajaran tersebut sempat menjadi hakim ad hoc pada PN Tipikor Bandung, Jawa Barat. Dia kemudian berupaya menjadi hakim agung dengan mengikuti dua kali seleksi di Komisi Yudisial.

Perjalanannya menjadi hakim agung tak terlalu mulus. Dia gagal saat menjadi calon hakim agung atau CHA pada 2016. Akan tetapi, dia kembali mengajukan lamaran menjadi CHA pada 2017 dan lolos hingga uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).