Pengamat Harap Kejaksaan Tak Masuk Angin pada Temuan BPK di PTPN II

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 3 November 2025 13:11 WIB
Pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti (Usakti) Trubus Rahadiansyah (Foto: Istimewa)
Pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti (Usakti) Trubus Rahadiansyah (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti (Usakti) Trubus Rahadiansyah menilai bahwa kasus dugaan korupsi yang terjadi di perusahaan BUMN sudah kronis, tinggal keberanian aparat penegak hukum (APH)-nya saja membongkarnya.

Hal demikian dinilai sekaligus merespons adanya 15 temuan BPK di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II sebagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nomor 26/LHP/XX/8/2023 atas Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan Atas Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2021 s/d Semester I Tahun 2023 pada PT Perkebunan Nusantara II dan Instansi Terkait di Sumatera Utara dan DKI Jakarta yang dipublis BPK RI tanggal 30 Agustus 2024.

"Ini sebenarnya sudah kronis, persoalan di PTPN ini sebenarnya sudah lama, bahwa BUMN-BUMN kita kan ditengarai korupsi yang sangat tinggi. Jadi kalau memang  berhasil diusut kan merupakan satu langkah yang diamanahkan Presiden dalam hal pemberantasan korupsi," kata Trubus saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Sabtu (1/11/2025) malam dikutip pada Senin (3/11/2025).

Kendati, membongkar kasus dugaan korupsi itu perlu kerja keras yang tinggi dan diharapkan kepada Kejaksaan tidak masuk angin. "Karena tentu ini tidak mudah untuk membongkar persoalan korupsi di PTPN itu. Karena tidak hanya melibatkan banyak pihak tapi itu sudah berlangsung cukup lama. Memang harus butuh keberanian dari Kejaksaan," jelasnya.

"Saya rasa ketika melakukan investigasi ini diharapkan akan tetap berlanjut sampai pemidanaan bagi para pelaku. Artinya jangan sampai masuk angin gitu. Karena kebanyakan Kejari-Kejari ini melakukan investigasi terhadap dugaan korupsi itu akhirnya masuk angin gitu," sambungnya.

Seperti pada kasus Pertamina, singgungnya, yang katanya kerugian negara dalam 5 tahun mencapai Rp 1.000 triliun, akhirnya hanya ratusan triliunan rupiah saja untuk kerugian negaranya. 

"Ini kan ditengarai masuk angin gitu. Banyak yang pihak-pihak yang diduga diselamatkan. Namun saya yakin Kejagung terus mengembangkan kasus Pertamina tersebut," jelasnya.

Menurut Trubus juga, Kejaksaan tidak berjalan sendirian mengusut dugaan korupsi di PTPN itu. Karena kalau berjalan sendirian susah juga, harus ada pembagian tugas agar korupsi ini dapat diungkap tuntas gitu. "Artinya Kejaksaan, KPK hingga Polri dapat mengeroyok dugaan rasuah di PTPN itu," tegasnya.

"Supaya nanti ada kolaborasi antar lembaga penegak hukum. Selama ini kan penanganan korupsi itu seperti bermain interclass gitu, mereka masing-masing sombong dengan powernya masing-masing.

"Misalanya sudah ditangani KPK, Kejaksaan seolah tidak mau atau menghindar padahal bisa saja memang kasusnya fenomena gunung es," timpal Trubus.

Kalau fenomena gunung es itu, ujarnya, seharusnya dibongkarnya perlu kolaborasi sinergitas, jadi berbagai aparat penegak hukum terlibat di dalamnya.

Kemudian juga langkah-langkah lainnya dapat melibatkan PPATK misalnya, menelusuri aset-asetnya. "Saya kadang melihatnya penanganan  korupsi ini ada ego sektoral antar lembaga penegak hukum. Akhirnya seperti yang terjadi di Pertamina itu," jelasnya.

Di BUMN, katanya, penyakit korupsi itu sudah lama atau sudah kronis. Sehingga ketika ada satu yang terendus mereka cepat-cepat menyelamatkan diri dengan kecerdasannya untuk menyembunyikan hasil-hasil korupsinya itu.

Maka kepada Kejati Sumut, tegasnya, harus juga melakukan langkah-langkah kolaborasi.  "Tidak saja Kejati Sumut yang menangani tapi juga melibatkan institusi lain gitu. Dan ini harus cepat segera diusut karena kalau nggak cepat biasanya ujung-ujungnya masuk angin karena terlalu banyak kepentingan bermain di situ," jelas Trubus.

Intervensi politiknya juga sangat tinggi. Karena hal-hal yang berkaitan dengan korupsi-korupsi BUMN termasuk PTPN ini memang ditengarai cukup  canggih, cukup lihai, terstruktur juga. 

"Tercium baunya oleh Presiden tapi sulit untuk disentuh begitu kira-kira. Maka mari kita tunggu gebrakan Kejati Sumut di bawah komando Harli Siregar," ketanya.

Dari 15 temuan BPK, baru 1 yang diusut!

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumatra Utara (Sumut) Harli Siregar menyatakan bahwa semua temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II perlu diinvestigasi untuk menentukan dugaan tindak pidana korupsinya.

Setidaknya ada 15 temuan BPK sebagaimana termaktub dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nomor 26/LHP/XX/8/2023 atas Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan Atas Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2021 s/d Semester I Tahun 2023 pada PT Perkebunan Nusantara II dan Instansi Terkait di Sumatera Utara dan DKI Jakarta yang dipublis BPK RI tanggal 30 Agustus 2024.

Bahwa, dalam LHP BPK RI 2023 itu jelas menyebutkan adanya berbagai dugaan skandal dalam anggaran, pembayaran dana proyek, konsultan hukum, sukses fee dan lainnya lain sebagainya.

Namun dari 15 temuan BPK, baru satu temuan yang tengah diusut Kejati Sumut yakni dugaan korupsi penjualan aset lahan PT Perkebunan Nusantara I (PTPN I) Regional I yang digunakan untuk pembangunan perumahan elite Citraland di tanah seluas 8.077 hektare.

"Yang sedang kita tangani terkait dengan item 1 dan kalau dibaca 15 item itu kan berbeda-beda satu sama lain. Kami sedang fokus menuntaskan terkait item 1 dan untuk menemukan temuan BPK terindikasi pidana atau tidak, tentu harus melalui investigasi lanjutan," tegas Harli kepada Monitorindonesia.com, Sabtu (1/11/2025).

Sebagaimana diperoleh dan dirangkum Monitorindonesia.com, berikut 15 temuan BPK RI setebal 281 halaman:

1. Klausul Kontrak Kerja Sama Belum Sepenuhnya Menguntungkan PTPN II dan Tidak Sesuai Peraturan Pertanahan

2. Lingkup dan Asumsi Laporan Kajian PT BS Tidak Sesuai Skema Kerja Sama

3. Pembayaran Monthly Base dan Biaya Lain-Lain Konsultan Hukum Tidak Berdasar serta Kelebihan Pembayaran Success Fee Senilai Rp 8.271.191.768,56

4.  PTPN II Belum Mengenakan Denda Keterlambatan Kedatangan Raw Sugar Tahun 2022 senilai USD17,272.60 kepada AT Pte Ltd 

5. Penghapusbukuan Lahan Eks HGU Seluas 451,73 Ha Tidak Dapat Diselesaikan Tepat Waktu dan Terdapat Ganti Rugi yang Belum Diterima Senilai Rp384.317.459.410,00

6. Pembayaran Biaya Keamanan Tahun 2021 s.d. 2023 Belum Sesuai Ketentuan

7. Kerja sama Pembangunan Kota Mandiri Bekala (KMB) antara PT Perkebunan Nusantara II dengan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional Belum Dilakukan Sesuai Ketentuan

8. Kerja Sama Penjualan Listrik Kepada PT PLN (Persero) dan Pengoperasian dan Pemeliharaan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas dengan PT Pertamina Power Indonesia (PPI) Belum Memberikan Keuntungan yang Optimal Bagi PTPN II

9. Pelaksanaan Empat Paket Pekerjaan Pengecoran dan Pengaspalan Jalan tidak Sesuai Kontrak

10. PTPN II Belum Menagihkan Overdue Interest Keterlambatan Pembayaran Senilai Rp1,9 miliar dan Biaya Denda Keterlambatan Serah Terima Senilai Rp7,3 miliar

11. Pemberian asuransi purna jabatan (Aspurjab) kepada Direktur, Dewan Komisaris, SEVP non karyawan, dan Sekretaris Dewan Komisaris di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II tidak sesuai

12. Pertanggungjawaban Tiga Paket Pekerjaan Investasi Tidak Memenuhi Ketentuan Perolehan Aset Tetap

13. Denda Keterlambatan Pekerjaan Investasi Mesin dan Instalasi Belum Dikenakan Senilai Rp224,5 juta  dan Potensi Kemahalan Investasi Mesin Senilai Rp556 juta

14. Pelaksanaan Inter Company Trading (ICT) Gula Kristal Putih (GKP) Konsorsium PTPN II dan PTPN IV Belum Sesuai dengan Ketentuan

15. Pengelolaan Mutu Persediaan CPO Tidak Sesuai dengan SOP Pemasaran Komoditi Kelapa Sawit

Hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, pihak PTPN belum menjawab konfirmasi Monitorindonesia.com melalui email [email protected].

Dilarang keras menyalin, memodifikasi, produksi ulang, menerbitkan ulang, upload ulang, serta mendistribusikan ulang semua konten Monitorindonedia.com dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis terlebih dahulu. Semua konten dalam berita Monitorindonesia.com adalah hak milik Monitorindonesia.com dan dilindungi oleh UU Hak Cipta.

Topik:

PTPN II Temuan BPK Kejati Sumut