Sepanjang Ada Celah, Saham Gorengan di BUMN Tetap Terjadi

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 19 Maret 2023 18:51 WIB
Jakarta, MI - Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Azmi Syahputra mendorong Kejaksaan Agung (Kejagung) yang berhasil mengungkap Dana Pensiun Perusahaan Pelabuhan dan Pengerukan (DP4) PT Pelindo agar segera membuat aturan batasan penggunaan uang di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dimana dana tersebut digunakan untuk membeli saham tidak produktif atau disebut ‘saham gorengan" dengan perkiraan kerugian Rp 148 miliar. Menurut Azmi, saham gorengan di BUMN ini tetap terjadi jika masih ada celah dan tidak ada ketegasan dari pemerintah itu sendiri. "Sepanjang ada celah dan aturan tidak tegas terhadap batasan penggunaan dana di BUMN, akan rentan terus terjadi hal begini, yang dikemas melalui pembelian saham gorengan untuk kepentingan atau keuntungan pihak tertentu," kata Azmi saat dihubungi Monitor Indonesia, Minggu (19/3). Azmi menambahkan, bahwa kejadian penggunaan uang-uang di BUMN ini akan terus terjadi, contoh kasus Asuransi Jiwasraya, Asabri dan kini dana pensiun di Pelindo. Azmi pun menduga pelaku dengan sengaja dikemas dengan proyek fiktif apalagi dalam kegiatan manipulasinya didukung adanya keinginan yang sama dari pejabat yang punya wewenang di BUMN tersebut. "Dana BUMN akan mudah jebol dan berdampak pada keuangan negara yang terus dirugikan," tegas Azmi. Selain saham gorengan, lanjut Azmi, disini juga ditemukan perbuatan lingkaran para makelar sejumlah proyek fiktif yang pembangunannya menggunakan dana pensiun pegawai PT Pelindo. Untuk itu hal, hal ini harus diusut tuntas, Pola manipulasi seperti ini biasanya terjadi karena ada hubungan istimewa antara oknum pengambil kebijakan di Pelindo dengan perusahaan saham gorengan. "Pembelian saham karakteristik begini biasanya harus ada izin, nah siapa yang punya otoritas memberikan izin untuk beli saham gorengan?," tanya Azmi. "Siapapun orang yang terlibat dalam rekayasa pembelian saham disini termasuk pelaku pembuat proyek fiktif harus diperiksa, tetapkan segera tersangkanya, temukan pelaku utamanya dan dimintai pertanggungjawaban," tegas Azmi. Lebih lanjut, Azmi menilai, banyaknya penyimpangan dana di BUMN menunjukkan masih lemahnya pengawasan internal terutama pengawasan otoritas jasa keuangan (OJK) termasuk Bursa Efek Indonesia ( BEI) karena terus kebobolan dalam mencegah adanya aksi goreng menggoreng saham. Maka dari itu, pemerintah harus membuat aturan terkait pengelolaan dana-dana di BUMN, harus ada aturan yang mengatur batasan investasi dana di BUMN. "Karena ini juga uang publik, jadi harus dibatasi harus investasikan ke dalam instrumen yang resiko rendah," tutup Azmi menegaskan. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Kejagung menemukan “saham gorengan” atau saham tidak produktif pada dana pensiun pegawai yang dikelola Dana Pensiun Perusahaan Pelabuhan dan Pengerukan (DP4) PT Pelindo digunakan untuk investasi bodong. “Itu hasil yang kami terima dari laporan yang kita evaluasi pemeriksaan 15 orang ternyata ada ‘saham gorengan’,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana kepada wartawan, Kamis (16/3). Kendati demikian, Ketut belum menjelaskan siapa yang mengatur pembelian saham itu dan saham perusaahan apa saja yang dibeli. Sebelumnya, Tim Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan adanya indikasi kerugian keuangan negara senilai Rp 148 miliar. Ketut Sumedana menerangkan, perkara dugaan tipikor di Dana Pensiun Pelindo telah naik status dari penyelidikan menjadi penyidikan. Kasus ini terkait dengan pengelolaan dana pensiun pada rentang 2013 sampai dengan 2019. “Dalam pelaksanaan program pengelolaan DP4, telah dilakukan investasi pada pembelian tanah, pembelian saham dan reksadana, serta penyertaan modal pada PT Indoport Utama dan Indoport Prima, yang terindikasi dalam pelaksanaan pengelolaannya terdapat perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara,” ungkap Ketut. [caption id="attachment_524017" align="alignnone" width="717"] Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana (Foto: MI/Aswan)[/caption] Kata Ketut, erdapat sejumlah modus yang dilakukan pada masing-masing kegiatan investasi tersebut. Pertama, adanya fee makelar pada aktivitas investasi tanah oleh Dana Pensiun Pelindo. “Adanya fee makelar, harga tanah di mark-up sehingga terdapat kelebihan dana yang diterima oleh tim pengadaan tanah pada pembelian tanah di Salatiga, Palembang, Tangerang, Tigaraksa, dan Depok,” beber Ketut. Kedua, Dana Pensiun Pelindo dalam DP4 tidak melakukan analisa teknikal dan fundamental, khususnya menyangkut pembelian saham dan reksadana. Perusahaan juga abai dalam hal kehati-hatian ketika melakukan penyertaan modal pada salah satu perusahaan. “Tidak adanya kehati-hatian (prudent) penyertaan modal pada PT Indoport Utama dan Indoport Prima. Atas perbuatan tersebut, terdapat indikasi kerugian keuangan negara sebesar Rp 148 miliar,” jelas Ketut. Dalam penanganan perkara ini, Tim Penyidik telah memeriksa 29 orang saksi, dan melakukan penggeledahan di beberapa tempat seperti kantor DP4 PT Pelindo, PT. Indoport, serta PT. Pratama Capital Assets Management Prima. Dari hasil penggeledahan, diperoleh dan disita beberapa dokumen penting yang terkait dengan perkara dimaksud. #Saham Gorengan di BUMN#

Topik:

BUMN Pelindo DP4