Jika Tidak Ada Rencana Pascaperang, Anggota Kabinet Perang Israel Ancam Mundur

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 19 Mei 2024 17:16 WIB
Mantan Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz (kedua dari kanan) bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken di Tel Aviv, Israel, Kamis, 8 Februari 2024. (Foto: Mark Schiefelbein/ AP Photo/Pool, arsip)
Mantan Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz (kedua dari kanan) bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken di Tel Aviv, Israel, Kamis, 8 Februari 2024. (Foto: Mark Schiefelbein/ AP Photo/Pool, arsip)

Jalur Gaza, MI - Benny Gantz pada Sabtu (18/5/2024) mengancam akan mengundurkan diri dari pemerintahan Israel, jika pemerintah tidak mengadopsi rencana baru dalam waktu tiga minggu untuk perang di Gaza.

Ganzt adalah politisi populer berhaluan tengah yang juga satu dari tiga anggota Kabinet Perang Israel.

Keputusan Gantz itu berpotensi membuat Perdana Menteri Benjamin Netanyahu lebih bergantung pada sekutu sayap kanan.

Pengumuman Gantz tersebut makin memperdalam perpecahan dalam kepemimpinan Israel setelah lebih dari tujuh bulan memasuki perang.

Sejauh ini, Israel belum mencapai tujuannya untuk membubarkan Hamas dan mengembalikan sejumlah sandera yang diculik dalam serangan kelompok militan tersebut pada 7 Oktober.

Gantz menjabarkan rencana enam poin yang mencakup pengembalian sandera, mengakhiri kekuasaan Hamas, demiliterisasi Jalur Gaza, dan membentuk administrasi internasional untuk urusan sipil dengan kerja sama Amerika Serikat (AS), Eropa, Arab dan Palestina. 

Rencana tersebut juga mendukung upaya normalisasi hubungan dengan Arab Saudi dan memperluas dinas militer bagi seluruh warga Israel.

“Jika Anda memilih jalur para fanatik dan membawa seluruh bangsa ke jurang kehancuran  kami akan terpaksa mundur dari pemerintahan,” katanya.

Netanyahu dalam sebuah pernyataan yang dilansir media Israel menanggapinya dengan mengatakan Gantz memilih untuk mengeluarkan ultimatum kepada perdana menteri daripada kepada Hamas dan menyebut persyaratannya sebagai "eufemisme" atas kekalahan Israel.

Gantz, saingan politik lama Netanyahu, bergabung dengan koalisinya dan Kabinet Perang pada hari-hari awal perang sebagai tanda persatuan nasional.

Mundurnya Gantz dari Kabinet Perang akan membuat Netanyahu semakin terikat kepada para sekutu sayap kanan yang mengambil sikap keras dalam perundingan mengenai gencatan senjata dan pembebasan sandera.

Para politisi sayap kanan juga percaya bahwa Israel harus menduduki Gaza dan membangun kembali permukiman Yahudi di sana.

Gantz berbicara beberapa hari setelah Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, anggota ketiga Kabinet Perang, mengatakan dia tidak akan tetap menjabat jika Israel memilih untuk menduduki kembali Gaza.

Gallant juga meminta pemerintah untuk membuat rencana bagi pemerintahan Palestina di daerah kantong tersebut.

Dalam pernyataan yang akan dianggap orang sebagai tamparan terhadap Netanyahu, Gantz mengatakan "pertimbangan pribadi dan politik telah mulai merambah ke tempat paling suci dalam keamanan Israel." Para pengkritik Netanyahu menuduh perdana menteri berusaha memperpanjang perang untuk menghindari pemilu baru, tuduhan yang dibantahnya.

Jajak pendapat menunjukkan Netanyahu akan digantikan dalam pemilihan umum (pemilu), dan Gantz adalah kandidat yang paling mungkin menjadi perdana menteri berikutnya. Hal itu akan membuat Netanyahu bisa dituntut atas tuduhan korupsi yang sudah berlangsung lama.

“Rakyat Israel memperhatikan Anda,” kata Gantz dalam pidatonya di hadapan Netanyahu.

Banyak warga Israel merasa sedih dengan nasib para sandera dan menuduh Netanyahu mendahulukan kepentingan politik di atas segalanya.

Mereka menginginkan kesepakatan untuk menghentikan pertempuran dan membebaskan para sandera.

Ada rasa frustrasi baru yang muncul pada Jumat (17/5) ketika militer Israel mengatakan pasukannya di Gaza menemukan mayat tiga sandera yang dibunuh oleh Hamas dalam serangan 7 Oktober lalu. Penemuan mayat sandera keempat diumumkan pada Sabtu (17/5).

Serangan Hamas pada 7 Oktober di Israel selatan menewaskan 1.200 orang dan menyandera sekitar 250 lainnya.

Israel mengatakan sekitar 100 sandera masih disandera di Gaza, bersama dengan sekitar 30 jenazah lainnya. Serangan Israel telah menewaskan lebih dari 35.000 warga Palestina di Gaza, kata pejabat kesehatan setempat.

Topik:

Israel Gaza Hamas