DAK 2024: Dana Besar, Hasil Nyata atau Hanya Fantasi?

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 23 Juli 2024 12:10 WIB
Plt Kepala Dikbud Maluku Utara, Damruddin (Foto: MI/RD)
Plt Kepala Dikbud Maluku Utara, Damruddin (Foto: MI/RD)

Sofifi, MI – Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Maluku Utara (Malut), Damruddin mengungkapkan bahwa Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2024 mencapai Rp 179 miliar untuk 61 sekolah di wilayah tersebut. Namun, apakah alokasi dana sebesar itu benar-benar akan membawa perubahan signifikan atau hanya menjadi janji belaka?

“Untuk DAK 2024 yang tadinya banyak mengkhawatirkan, alhamdulillah sudah sampai pada selesai reviu APIP, yang sebetulnya deadlinenya tanggal 21 Juli, alhamdulillah tanggal 21 lalu sudah selesai,” ujar Damruddin di Sofifi, Senin (22/7/2024).

Meskipun demikian, pertanyaan besar muncul mengenai efektivitas dan transparansi pengelolaan dana ini. DAK tahun 2024 akan diperuntukkan bagi 61 sekolah SMK, SMA, dan SLB dengan total anggaran Rp 179 miliar. 

“Rp 179 Miliar untuk DAK fisik maupun pengadaan itu diperuntukan untuk 61 sekolah SMK, SMA, dan SLB di Provinsi Maluku Utara,” katanya. 

Ini menimbulkan kekhawatiran apakah dana sebesar itu benar-benar akan menjangkau semua sekolah secara adil dan efektif. 

Damruddin menjelaskan bahwa pengelolaan DAK dibagi dalam tiga tim: tim persiapan, tim pelaksana, dan tim pengawasan. 

“Untuk pengelolaan DAK tahun ini terbagi dalam tiga tim, ada tim persiapan, tim pelaksana dan tim pengawasan. Lalu untuk tim pelaksana tipe satu itu adalah kami memberdayakan orang-orang di sekolah sebagai bagian dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan,” jelasnya. 

Namun, pembagian ini menimbulkan pertanyaan tentang kesiapan dan kapasitas tim pelaksana yang sepenuhnya diisi oleh orang-orang di sekolah.

Dengan 10 orang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang bertugas di masing-masing kabupaten/kota, Damruddin menekankan tidak adanya pihak ketiga dalam pengelolaan.

“Tidak ada pihak ketiga, namanya swakelola ya, sekolah ya. Karena pihak sekolah bagian dari Dinas Pendidikan,” ujarnya. 

Lantas, apakah benar-benar bisa dijamin bahwa tidak akan ada konflik kepentingan atau ketidakberesan dalam proses ini?

Persiapan dan pengawasan juga melibatkan berbagai pihak, termasuk Dinas PUPR dan Inspektorat. “Mulai dari persiapan reviu RAB, reviu produk itu kami meminta bantuan ke teman-teman Dinas PUPR dalam rangka bersama-sama mereviu itu dan untuk pengawasan kami lagi-lagi kami berkoordinasi dengan Inspektorat untuk melakukan pengawasan jadi kita libatkan lintas OPD,” jelas Damruddin.

Namun, kolaborasi ini menimbulkan pertanyaan mengenai seberapa efektif dan transparan proses pengawasan yang dilakukan.

Damruddin menegaskan bahwa tidak ada intervensi dari pihak luar dan semua kewenangan ada di sekolah. 

“Eh, sebetulnya tidak bisa, karena kita tim pelaksana semua siap melaksanakan itu, tidak ada sanksi, kalaupun hanya meminta bantuan hanya mungkin SDMnya kurang ya itu ranahnya sekolah, tapi lagi-lagi tidak ada intervensi dari siapapun, semuanya adalah kewenangan sekolah untuk melaksanakan itu,” tegasnya. 

Namun, dalam praktek, apakah sistem swakelola ini dapat menghindari masalah dan memastikan dana digunakan secara optimal? (RD)