Kemendagri Bolehkan ASN Ikut Kampanye! Pengamat: Celah Politik Praktis!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 14 Juli 2024 15:45 WIB
La Ode Muhammad Didin Alkindi (Foto: Dok MI)
La Ode Muhammad Didin Alkindi (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Kebijakan terbaru Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang memperbolehkan Aparatur Sipil Negara (ASN) ikut kampanye untuk mendengarkan visi misi calon gubernur atau bupati menuai kritikan dari berbagai pihak. 

Kebijakan ini dinilai kontroversial karena menyentuh aspek regulasi dan filosofi netralitas ASN dalam politik.

Secara regulasi, aturan ini dipandang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Pasal 9 ayat (2) UU ASN menyebutkan bahwa ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik. 

Hal ini diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, yang melarang PNS terlibat dalam kegiatan politik praktis.

Pengamat politik muda La Ode Muhammad Didin Alkindi, menegaskan bahwa di perbolehkannya ASN dalam ikut serta kampanye, meskipun hanya untuk mendengarkan visi misi, dapat mencederai prinsip netralitas yang diamanatkan oleh UU ASN. 

Jika berdasar pada data KASN tentang jumlah ASN yang terlapor dalam pelanggaran Netralitas di Pemilu 2024 sebanyak 417, dan yang terbukti bersalah 197 orang.

Jika ada kelonggaran ini di Berikan kepada ASN di masa Pilkada Seluruh Indonesia maka tentu sangat besar kemungkinan Nilai-Niai netralitas tak akan lagi menjadi Pegangan Bagi ASN.

"Ini membuka celah bagi ASN untuk terlibat lebih jauh dalam politik praktis, yang seharusnya dihindari untuk menjaga profesionalisme dan integritas ASN," ujar Didin begitu disapa Monitorindonesia.com, Minggu (14/7/2024).

Dari segi filosofis, kebijakan ini juga mengundang pertanyaan terkait netralitas dan profesionalisme ASN. ASN sebagai pelayan publik diharapkan bersikap netral dan tidak memihak dalam proses politik, untuk memastikan bahwa pelayanan kepada masyarakat tidak terpengaruh oleh kepentingan politik tertentu.

Alumni Universitas Halu Oleo (UHO) ini menyatakan bahwa netralitas ASN adalah prinsip yang tidak bisa ditawar dengan maksud tetap menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintah. 

"Kebijakan ini dapat mengikis kepercayaan publik jika ASN terlihat condong pada kandidat tertentu. Apalagi yang menjadi figur adalah seorang petahana tentu di bawah naungannyalah Para ASN di daerah itu berada, maka ini akan berpotensi menciptakan menciptakan polarisasi di kalangan ASN sendiri," jelasnya.

Didin menegaskan, bahwa Kemendagri jangan menganggap lembaga pemerintahan seperti lembaga bisnis, yang seenaknya menetapkan kebijakan yang menguntungkan pemerintah itu sendiri dan terjadi potensi chaos di wilayah horizontal nantinya.

Meski memiliki niat baik untuk meningkatkan pemahaman ASN tentang visi misi calon pemimpin daerah, kebijakan Kemendagri ini tetap menimbulkan kontroversi. 

"Pemerintah diharapkan dapat meninjau kembali kebijakan ini dan mencari solusi yang lebih bijak dalam upaya meningkatkan kompetensi ASN tanpa mengorbankan prinsip-prinsip fundamental yang ada," demikian Didin.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, menyampaikan pernyataan tentang keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pelaksanaan Pilkada serentak 2024. 

Tito bilang, ASN harus netral dan tidak boleh terlibat politik praktis. Namun dia boleh ikut berkampanye. Tidak seperti TNI Polri, yang sama sekali tidak dibolehkan ikut berkampanye.

Mendagri Tito Karnavian, di Regale Convention, Medan, Selasa (9/7/2024). Yakni, dalam konferensi pers, usai pelaksanaan Rakor Kesiapan Pilkada Serentak 2024 untuk wilayah Sumatera. 

Pelaksanaan Rakor hari itu, dibuka oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Hadi Tjahjanto. Peserta Rakor terdiri dari peluruh unsur pemerintahan, TNI/Polri, Kejaksaan, KPU, Bawaslu, partai politik (Parpol), dan seluruh steakholder terkait pelaksanaan Pemilu.

Menjawab wartawan, Mendagri Tito Karnavian menegaskan, ASN harus netral. Mereka tidak boleh terlibat dalam berpolitik praktis, seperti ikut dalam kegiatan dukung mendukung calon kepala daerah. Namun, dia mengatakan, ASN diperbolehkan ikut berkampanye di Pilkada serentak 2024. Alasannya, karena ASN memiliki hak pilih.

Namun, kata Tito Karnavian, hal itu berbeda dengan TNI/Polri, yang dilarang sama sekali. Karena status TNI/Polri tidak memiliki hak pilih, maka TNI dan Polri tidak boleh ikut berkampanye. 

“Teman-teman ASN ini berbeda dengan teman-teman TNI dan Polri. Kalau teman-teman TNI dan Polri tidak memiliki hak pilih, kalau teman-teman ASN, merekap memiliki hak pilih,” katanya.

Tito Karnavian mengatakan dalam, aturan yang menyebutkan ASN diperbolehkan iktu berkampanye ada di Undang-undang, baik UU Pilkada maupun UU Pemilu No.7 Tahun 2017. “Rekan-rekan ASN ini diperbolehkan, saya katakan ya, diperbolehkan nanti pada saat kampanye, hadir boleh. Karena dia memiliki hak pilih,” ujarnya.

Dalam pelaksanaan kampanye itu, menurut Tito, ASN bisa berkesempatan mendengarkan visi – misi calon pemimpin. Bukan berarti ikut mengelola kampanye, aktif teriak dukung mendukung, menyebut yel-yel dan lainnya. “Dia boleh berkesempatan mendengar apa visi-misi calon pemimpin, karena dia punya hak pilih, sehingga dia punya referensi, bahan dia mau milih siapa,” sebutnya.

Begitu pun Tito Karnavian, meminta pernyataannya ini jangan sampai dipahami sepotong-sepotong. Artinya bukan berarti dia memperbolehkan ASN berkampanye dalam arti yang sangat luas. 

Keterlibatan ASN hanya sebagas diberi kesempatan untuk mendengarkan visi misi calon pemimpin, supaya memiliki referensi dalam menentukan siapa sosok calon yang akan dipilih.