Jika KPK Tak Bisa Garap Dugaan Korupsi Bansos DKI Rp 3,65 T, Sebaiknya Diserahkan ke Kejagung

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 12 November 2023 22:18 WIB
Praktisi Hukum, Fernando Emas (Foto: Dok MI)
Praktisi Hukum, Fernando Emas (Foto: Dok MI)
Jakarta, MI - Praktisi hukum Fernando Emas berharap kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar menindaklanjuti kasus dugaan korupsi bantuan sosial (Bansos) Pemprov DKI Jakarta Rp 3,65 triliun melalui Dinas Sosial (Dinsos) dan tiga rekanannya. 

Pasalnya, kasus ini mencuat awal tahun 2023 namun hingga saat ini tak kunjung ada kabarnya lagi. Bahkan, saat Monitorindonesia.com pada beberapa waktu lalu mengonfirmasi perkembangan kasus ini, tetapi tidak mendapatkan jawaban.

Dengan demikian, Fernando begitu ia disapa Monitorindonesia.com, Minggu (12/11) malam menegaskan bahwa, jika KPK tak bisa menindaklanjuti kasus yang sudah ketahuan oleh publik ini, maka diharapkan ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). 

Bukan tanpa alasan Fernando mengatakan demikian, sebab dengan diperiksanya Ketua KPK Firli Bahuri oleh Polda Metro Jaya atas kasus dugaan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo terkait dengan penanganan korupsi di Kementerian Pertanian membuat publik menjadi apatis terhadap penanganan korupsi oleh lembaga anti rasuah tersebut.

"Tanpa terkecuali kasus dugaan korupsi Bansos DKI Jakarta yang jumlahnya mencapai Rp 3.65 triliun. Sampai saat ini kasus tersebut belum ada informasi lebih lanjut mengenai penanganannya oleh KPK," jelas Fernando.

Atas kejadian dugaan pemerasan yang dilakukan Firli, tambah bos Rumah Politik Indonesia (RPI) ini, membuat publik semakin tidak percaya terhadap terhadap KPK dan menduga jangan-jangan sudah ada transaksi untuk menghentikan penyelidikan atas dugaan kasus korupsi tersebut.

"Saya berharap KPK dapat melimpahkan penyelidikan lebih lanjut terkait kasus dugaan korupsi dana Bansos DKI Jakarta dilimpahkan ke Kejaksaan Agung," tegas Fernando.

Pasalnya, ungkap Fernando, belakangan ini tingkat kepercayaan publik semakin baik kepada Kejaksaan Agung karena keberaniannya mengusut kasus korupsi yang melibatkan kader partai koalisi pendukung pemerintahan seperti kasus pembangunan BTS 4G Bakti Kominfo yang merugikan negara Rp 8,032 triliun.

"Seharusnya KPK memperbaiki tingkat kepercayaan publik dengan menuntaskan kasus yang saat ini masih belum tuntas di KPK seperti kasus dugaan korupsi Bansos DKI Jakarta dan kasus lainnya yang mendapatkan perhatian publik namun belum tuntas sampai saat ini," tegas Fernando lagi.

Fernando pun lantas mempertanyakan kepada KPK yang hanya bernyali mengusut kasus dugaan rasuh yang kelas "ikan teri". Tak berani kasus rasuah yang kelas ikan besar (Big Fish). 

"Ada apa dengan KPK saat ini, kasus dugaan korupsi bansos DKI ini kan cukup besar. KPK juga baru-baru menggeledah rumah Ketua Komisi IV DPR RI Sudin terkait dengan kasus yang menyeret mantan Mentan SYL. Korupsi bansos ini kapan akan dilidik?" tanya Fernando. 

Diberitakan bahwa pada 9 Januari, di media sosial Twitter (X) berhembus kabar dugaan korupsi program bansos Pemprov DKI Jakarta. Rudi Valinka, melalui utas di akunnya @kurawa menyebut, pada 2020 Pemprov DKI Jakarta sedang menanggulangi pandemi Covid-19.

Pemprov DKI Jakarta kemudian mengucurkan bantuan Rp 3,65 triliun dalam bentuk sembako. Melalui program itu, Dinas Sosial DKI Jakarta menunjuk tiga rekanan sebagai penyalur paket sembako.

Mereka adalah Perumda Pasar Jaya, PT Food Station, dan PT Trimedia Imaji Rekso Abadi. "Di mana porsi terbesar diberikan kepada Perumda Pasar Jaya senilai Rp 2,85 triliun, mengapa?" tulis akun @kurawa. 

Dinsos DKI Buka Suara

Kepala Dinas Sosial (Dinsos) DKI Jakarta, Premi Lasari telah buka suara soal dugaan kasus korupsi itu,  Dinsos DKI Jakarta disebut menunjuk tiga rekanan untuk menyalurkan paket sembako senilai Rp 3,65 triliun. Salah satu rekanan itu adalah Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Jaya. 

BUMD DKI Jakarta itu mendapat kontrak tertinggi untuk menyalurkan bansos daripada dua rekanan lain yang ditunjuk. Premi mengaku Dinsos DKI memang pernah bekerja sama dengan Pasar Jaya pada 2020. Menurut dia, kontrak dengan Pasar Jaya berakhir pada 31 Desember 2020

"Intinya memang kalau kami sih memang pernah berkontrak dengan Perumda Pasar Jaya. Saya pastikan, kami berkontrak habis 31 Desember 2020," ungkapnya di Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jum'at (13/1/2023) lalu.

Saat disinggung soal timbunan beras bansos di tempat penyimpanan di Pulogadung, Premi mengaku tak tahu. Ia juga mengaku tak mengetahui apakah beras bansos itu disalurkan oleh Perumda Pasar Jaya atau tidak. Sebagai informasi, timbunan beras di tempat penyimpanan itu diseret ke dugaan korupsi bansos.

"Kita tunggu saja ya itu barang (timbunan beras) siapa," kata Premi.

Di satu sisi, Premi menyebut penyaluran bansos tahun 2020 itu telah diawasi sejumlah pihak seperti Inspektorat DKI Jakarta, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Dalam kesempatan itu, Premi menyinggung bahwa dia telah memberi keterangan kepada KPK. 

Namun, Premi tak merinci kapan dia memberi keterangan kepada KPK atau apa keterangan yang diberikan. "Kan saya juga sudah pernah menjelaskannya di KPK," kata dia.

Kata KPK 

KPK saat itu menyatakan bahwa akan menyampaikan persoalan kasus tersebut ketika sudah naik ke tahap penyidikan. Namun mendekati pergantian tahun "bak ditelan bumi" kasus itu atau belum ada titik terang. Padahal, laporan atas dugaan korupsi Bansos 2020 telah ada di tangan lembaga antirasuah itu.

“Ketika proses penyidikan dan penuntutan pasti kami akan sampaikan nanti,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri saat ditemui awak media di gedung Merah Putih KPK, Kamis (16/2/2023) lalu.

Saat itu Ali enggan menjawab apakah KPK sedang menyelidiki kasus tersebut atau masih mencari informasi permulaan.

Dia hanya mengatakan, pihaknya akan menyampaikan perkembangan informasi kasus tersebut sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas kerja-kerja KPK. “Itu juga sepanjang terhadap informasi yang bisa disampaikan kepada masyarakat,” ujarnya.

Menurut Ali, informasi yang menjadi bagian strategi penyidikan dan penuntutan tidak bisa disampaikan ke publik karena termasuk dalam kategori yang dikecualikan. Hal tersebut dilakukan agar proses penyidikan dan penuntutan tidak terganggu.

“Itu saja yang bisa saya sampaikan, saya kira teman-teman sudah bisa menyimpulkan apa yang kemudian kami sampaikan,” tutur Ali. (Wan)