Banjir Bandang-Longsor Humbahas, Perusahaan Penebang Hutan Didesak Hengkang dari Kawasan Danau Toba

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 5 Desember 2023 00:51 WIB
SAR gabungan memperluas area pencarian korban hilang banjir bandang hingga ke perairan Danau Toba (Foto: Ist/Net)
SAR gabungan memperluas area pencarian korban hilang banjir bandang hingga ke perairan Danau Toba (Foto: Ist/Net)
Jakarta, MI - Banjir bandang disertai dengan longsor yang terjadi di Desa Simangulampe, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Provinsi Sumatera Utara pada Jum'at (1/12) kemarin tidak terlepas dari penebangan atau kerusakan hutan.

Hal ini dibuktikan oleh Kelompok Studi dan Pengembangan Prakasa Masyarakat (KSPPM) melalui pantauan drone. "Melalui pantauan drone kemarin terlihat memang tidak jauh dari titik awal longsor memang sudah ada penebangan hutan secara masif," kata Koordinator Study dan Advokasi KSPPM, Rocky Pasaribu, Senin (4/12).

Kendati, pihaknya belum bisa memastikan siapa yang melakukan penebangan dan pengrusakan hutan. Namun, jika melihat dari jenis kayu yang terbawa longsor sampai hilir ada jenis kayu ekaliptus. "Jadi ini tentu ada dugaan bahwa ini pemilik ekaliptus di kawasan Danau Toba tetapi kita tidak tahu apakah mereka sendiri yang langsung melakukan aktivitas di sana atau melalui pola pekerja samaan dengan masyarakat setempat," jelasnya.

Rocky mengakui bahwa cuaca yang ekstrem belakangan ini di Tano Batak memang cukup mengkhawatirkan menimbulkan terjadinya longsor dan banjir. 

Sebelum terjadi Simangulampe, pihaknya melihat ada longsor dan banjir yang sama juga terjadi di Desa Kenegerian Sihotang Samosir dan desa-desa lainnya yang tidak separah di Simangulampe dan Kenegerian Sihotang.

"Misalnya di Nagasaribu juga minggu lalu hampir semua masyarakat mengalami longsor juga yang mengakibatkan persawahan akhirnya tertimbun dan tidak bisa lagi dikelola," ungkapnya.

Cuaca yang ekstrem menjadi salah satu faktor namun berdasarkan analisis KSPPM, cuaca yang ekstrem belakangan ini tidak terlepas dari rusaknya ekosistem di sekitaran kawasan Danau Toba karena hulu-hulu kawasan Danau Toba tidak bisa lagi ditutup-tutupi sedang terjadi memang sebuah kerusakan hutan yang masif.

"Pemerintah harus tegas memberikan pengawasan khususnya terhadap daerah-daerah lembah seperti Simangulampe dan Sihotang karena berada di lembah," katanya.

Jadi pemerintah, ujar Rocky, harus tegas mengawasi melindungi hutan mereka karena itu sangat rentan. "Mungkin hari ini kita masih melihat Sihotang dan Simangulampe, tetapi ke depan kita tidak tahu lembah-lembah yang lain juga akan mengalami hal yang sama jika tidak ada proses pengawasan yang yang serius dari pemerintah baik itu kabupaten provinsi dan pusat," bebernya.

Untuk itu, KSPPM mendesak perusahaan-perusahaan yang melakukan penebangan baik itu secara legal dan ilegal harus dihentikan segera mungkin jika ingin masih melihat kawasan Danau Toba lestari dan masih ingin kawasan Danau Toba ini menjadi rumah yang nyaman bagi banyak orang.

"Karena berbicara lingkungan bukan hanya soal persoalan tidak legal tapi ternyata salah satu perusahaan yang banyak menyumbang kerusakan hutan di Danau Toba adalah perusahaan yang legal," kata Rocky menegaskan.

Kejadian ini, tambah Rocky, harus menjadi pembelajaran ke depannya. "Paling tidak, pemerintah memberikan atau pengawasan memberikan rekomendasi agar supaya perusahaan-perusahaan tersebut segera hengkang dari kawasan Danau Toba," tutupnya. (LA)