Diduga Pungli PTSL, Kepala Desa Lambangsari di Tahan Kejari Kabupaten Bekasi

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 4 Agustus 2022 13:21 WIB
Bekasi, MI - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bekasi menetapkan Kepala Desa Lambangsari, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, inisial PH sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyelewengan penyelenggaraan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), serta melakukan pungutan liar (pungli), Selasa (2/8) kemarin. Sebagaimana diketahui, Desa Lambangsari, adalah salah satu penerima Program Pendaftaran Sistematis Lengkap (PTSL) yang telah di tunjuk oleh Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bekasi, pada tahun 2021 lalu. Berdasarkan informasi yang dihimpun Monitoridonesia. com, bahwa dalam pelaksanaan program pembuatan PTSL di Desa Lambangsari. Bahwa PH selaku Kepala Desa, diduga telah melanggar aturan sesuai petunjuk teknis. Dimana para petugas lapangan yang menjalankan program PTSL, mulai dari tingkat RT, RW, Kepala Dusun sampai Sekretaris Desa, diduga menerima uang dari warga yang menjadi peserta program itu dengan nilai Rp.400.000,- per bidang dan disetorkan ke Kepala Desa PH. Atas perbuatannya, PH disangkakan dengan pasal 11 dan pasal 12 huruf B UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 tahun. Saat ini PH telah ditahan selama 20 hari kedepan hingga 21 Agustus 2022 sebagai proses penyidikan. Untuk mengetahui lebih jauh terkait penahanan Kepala Desa Lambangsari PH ini, Monitorindonesia.com, pada hari Rabu (3/8)  kemarin telah melakukan konfirmasi dengan Kasi Pidsus melalui Pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) di ruang Informasi publik Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi. Sebelumnya, Kepala Seksi Intelijen Kejari Kabupaten Bekasi, Siwi Utomo menjelaskan, PTSL Kab. Bekasi menjadi salah satu daerah penerima program PTSL dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk tahun 2021. Pipit Heryanti alias PH meminta para perangkatnya untuk mengutip sejumlah ke warga yang mau berpartisipasi. Setiap warga diminta membayar Rp400.000 per sertifikat. “Uang tersebut dikumpulkan kepada Kepala Desa Lambang sari, namun untuk biaya patok, materai, fotokopi dan lain sebagainya dibebankan kepada pemohon,” ujar Siwi Utomo. Dari hasil penyidikan sementara, hasil pungutan liar PTSL di Desa Lambangsari diketahui sebesar Rp466 juta. Namun, angka ini masih bersifat sementara. Pasalnya masih terdapat pemohon yang berasal dari badan hukum maupun perusahaan. "Jumlah pemohon dalam program PTSL di Desa Lambang Sari mencapai 1.165 sertifikat dari tiga dusun," kata Siwi. "Ada dugaan masih ada permintaan uang dengan jumlah yang lebih besar terkait penyalahgunaan permohonan PTSL dari pemohon badan hukum atau perusahaan,” pungkasnya. [Maman/Panda]