Saksi OTT AGK dan Plt Gubernur Yasin Ali Adu Kuat hingga Publik Desak KPK Segera Tetapkan Tersangka

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 4 April 2024 08:17 WIB
Plt Gubernur Malut M. Al Yasin Ali (tengah) Sekda Non Aktif Samsuddin A. Kadir (kanan), dan Mantan Kepala BPKAD Ahmad Purbaya (kiri) (Foto: MI/RD)
Plt Gubernur Malut M. Al Yasin Ali (tengah) Sekda Non Aktif Samsuddin A. Kadir (kanan), dan Mantan Kepala BPKAD Ahmad Purbaya (kiri) (Foto: MI/RD)

Sofifi, MI - Hari ini Sekda Provinsi Maluku Utara (Malut) Non Aktif Samsuddin A. Kadir, Mantan Kepala Inspektorat Nirwan MT. Ali, Mantan Kepala BPKAD Ahmad Purbaya, dan Mantan Kepala Bappeda Sarmin S. Adam dan kubu Plt Gubernur Malut M. Al Yasin Ali bertemu di kantor Kemendagri. 

Diketahui, Samsuddin dan kroni ini merupakan saksi di kasus suap jual beli jabatan, dan proyek yang sedang ditangan KPK saat ini.

Kehadiran kedua kelompok elit di Pemprov Malut ini, karena dipanggil oleh Mendagri Tito Karnavian melalui Inspektur Jenderal, melalui surat panggilan Nomor 700.1.2.4/782/IJ Perihal Undangan Klarifikasi Pengaduan Masyarakat terkait penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Maluku Utara. 

“Menghadap kepada Irjen Kemendagri. Demikian untuk tidak diwakilkan dan atas perhatiannya terima kasih,” ucap Inspektur Jenderal Tomsi Tohir dalam suratnya tertanggal 2 April 2024.

Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap kedua kubu tersebut pada hari ini, Kamis (4/4/2024), Kemendagri kembali mengeluarkan surat dengan Nomor 100.2.2.6/2507/OTDA untuk mencabut keputusan Gubernur Malut, dengan alasan karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Surat yang ditandatangani oleh Plh Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Suhajar Diantoro itu, tertanggal 2 April 2024. Dalam surat tersebut, pihak Kemendagri menyikapi kebijakan Gubernur Yasin Ali  terkait dengan pemberhentian Pejabat Pimpinan Tinggi (PPT) di lingkungan Pemprov Malut. 

Dijelaskan Suhajar, bahwa Kemendagri telah menerima tembusan Surat Keputusan Plt Gubernur Malut Nomor 821.2.2/KEP/JPTM/04/III/2024 tanggal 25 Maret 2024 dan Nomor 621.2.2/KEP/JPTP/05/III/2024 tanggal 25 Maret 2024.

“Yang intinya memberhentikan sementara PPT Madya Sekretaris Daerah Provinsi Maluku Utara (Malut) dan tiga orang PPT Pratama lainnya didasari alasan untuk pemeriksaan,” ujar Suhajar dalam surat tersebut.

Menurut dia, berdasarkan pasal 71 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan Peraturan Pemerintah (PP) UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU.

“Menegaskan bahwa Gubernur atau Wagub, Bupati atau Wabup, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat ijin tertulis dari Mendagri,” ungkapnya.

Selain itu, pada pasal 29 UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN menegaskan bahwa, Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan dalam pembinaan pegawai dapat mendelegasikan kewenangan menetapkan Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pejabat. 

“Selain Pejabat Pimpinan Tinggi Utama, Pejabat Pimpinan Tinggi Madya, dan selain Pejabat Fungsional Tertinggi,” kata Suhajar.

Dia menambahkan, berdasarkan pada lampiran Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2024, ditegaskan pula bahwa, penetapan pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah tanggal 22 Desember 2024, sehingga 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon terhitung pada tanggal 22 Maret 2024.

Untuk itu, berpedoman pada ketentuan tersebut, Mendagri Tito Karnavian kembali menegaskan bahwa kewenangan pengangkatan dan pemberhentian Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Madya Sekda Provinsi merupakan kewenangan Presiden.

“Terhitung tanggal 22 Maret 2024, penggantian pejabat harus melalui persetujuan tertulis Mendagri,” jelasnya.

Sehubungan dengan hal tersebut, Suhajar mengatakan, atas kebijakan melakukan pemberhentian sementara PPT Madya Sekda dan PPT Pratama yang tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Maka, dengan ini diminta untuk Plt Gubernur Malut mencabut Keputusan Gubernur Nomor 821.2.2/KEP/JPTM/04/III/2024 tentang pemberhentian sementara PPT Madya Sekda Malut dan Nomor 821.2.2/KEP/JPTP/05/III/2024 tentang pemberhentian sementara PPT Pratama di lingkungan Pemprov Malut.

“Melaporkan hasil pelaksanaan pencabutan Keputusan Gubernur dimaksud kepada Mendagri pada kesempatan pertama. Demikian untuk menjadi perhatian dalam pelaksanaannya,” tegas Suhajar di surat tersebut.

Namun, sampai saat ini belum ada keterangan resmi dari Pemprov Malut, apakah surat tersebut akan ditindaklanjuti Gubernur Yasin Ali atau tidak. 

Sementara itu, Praktisi Hukum Fadly S. Tuanany kepada Monitorindonesia.com via telepon baru-baru ini, mendesak kepada KPK agar segera menetapkan pejabat Pemprov Malut yang terlibat sebagai saksi di kasus suap Gubernur Malut Non Aktif Abdul Gani Kasuba (AGK).

Sehingga, disarankan kepada KPK bahwa dengan adanya fakta-fakta di persidangan ini, bisa dijadikan pintu masuk untuk menetapkan beberapa pejabat yang telah memberikan kesaksian di KPK maupun di sidang-sidang yang sudah beberapa kali digelar di Pengadilan Negeri Ternate sebagai tersangka.

“Ini fakta baru yang tidak bisa KPK memberikan toleransi terhadap mereka ini, karena ini terbukti di fakta persidangan,” tegasnya.

Ditambahkannya, dari tanya jawab antara Hakim dan Saksi didalam persidangan tersebut sudah dapat disimpulkan bahwa para saksi ini juga diduga kuat telah terlibat dalam kasus tersebut. 

Ditegaskan pula, ketika tidak ditetapkannya mereka sebagai tersangka oleh KPK, maka publik akan bertanya-tanya dan menilai ada apa, sehingga lembaga anti rasuah ini tidak menetapkan para saksi ini sebagai tersangka. 

“Karena, (para saksi ini) memberikan pengakuan ketika ditanya oleh Majelis Hakim itu mereka mengakui, harus ditetapkan sebagai tersangka. Sehingga, tidak dianggap kualifikasi pilih kasih, sedangkan orang lain sudah ditetapkan sebagai tersangka,” jelas Fadly. (RD)