SMPN 41 Kota Bekasi Pertontonkan Kesenjangan Ekonomi Diantara Siswa-Siswi!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 29 Mei 2024 16:28 WIB
SMPN 41 Kota Bekasi (Foto: Istimewa)
SMPN 41 Kota Bekasi (Foto: Istimewa)

Kota Bekasi, MI - Istilah pelepasan atau wisuda dilingkungan pendidikan dasar yang kerap dilakukan pihak sekolah ke luar daerah dengan kata lain study tour kembali menjadi sorotan tajam.

Selain pembiayaan yang menurut sejumlah orangtua siswa/i memberatkan, jaminan keselamatan dalam perjalanan pun menjadi momok menakutkan bagi orang  tua/wali.

Seperti insiden kecelakaan bus Lingga Kencana pengangkut rombongan siswa-siswi SMK di jalan Subang Bandung, tepatnya di Jalur Ciater pada Sabtu (11/5/2024) yang menewaskan puluhan siswa-siswi.

Insiden serupa juga terjadi di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Bus pengangkut siswa dalam rangka study tour menabrak truk bermuatan hingga mengakibatkan satu siswa dan satu guru harus meregang nyawavdalam kejadian pada Jumat (24/5/2024). 

Merespons kejadian di Jalur Ciater pada Sabtu (11/5/2024) yang menewaskan puluhan siswa-siswi SMK tersebut, Pj Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin telah menerbitkan surat edaran No.64/PK.01/Kesra tentang Study Tour pada jenjang pra sekolah, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. 

Kendati, pemerintah memberi perhatian serius terhadap istilah study tour ini, dan orang tua mengeluhkan masalah pembiayaan, namun sejumlah pihak sekolah nampaknya mampu menutup mata dan telinga dari hiruk pikuk permasalahan yang mendera dunia pendidikan.

Baru-baru ini misalnya, berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun Monitorindonesia.com, istilah pelepasan atau wisuda masih digunakan SMPN 41 Kota Bekasi keluar daerah dengan besaran pembiayaan Rp.1.200.000 per siswa bagi yang ikut. 

Salah seorang siswa kelas IX SMPN 41 tersebut kepada wartawan mengaku tidak boleh ikut outbound sekaligus pelepasan atau wisuda yang katanya berlangsung di Lembang, Bandung, Jawa Barat itu karena orangtuanya tidak sanggup membayar pembiayaan yang cukup fantastik tersebut. 

Sumber tidak mengetahui rombongan menggunakan bus merk apa, dan jaminan keselamatannya seperti apa, dia hanya mengetahui pembiayaan itu untuk kegiatan outbound sekaligus acara wisuda atau pelepasan siswa kelas IX, di Lembang, Bandung, Jawa Barat, selama 2 hari termasuk perjalanan pergi pulang, Kota Bekasi-Lembang.

Siswa yang merupakan sumber informasi mengaku tidak diperbolehkan ikut oleh pihak sekolan jika tidak punya uang atau membayar sebesar Rp.1.200.000. "Saya gak ikut, karena mama saya nggak punya uang. Ditambah papa juga sudah lama sakit,” kata PN.

Paling memilukan perasaan ketika mendengar penuturan PN. Salah seorang guru berinisial RH menawarkan dirinya jadi pembantu di rumahnya kalau ingin ikut.

"Guru bernama (inisial RH-Red) mengatakan kepada saya, kalau ingin ikut tapi gak bisa bayar, jadi pembantu saja di rumahnya, bersih-bersih rumah," kata PN terlihat matanya berlinang. 

Mendengar penuturan PN tersebut, media ini berusaha konfirmasi kepada Kepala Sekolah, belum berhasil. Begitu juga Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Uu Saeful Mikdar ketika berulangkali hendak dikonfirmasi, belum berhasil.

Menanggapi peristiwa di SNPN 41 tersebut, Mangitua Sinaga dari Ombudsman mengatakan, pihak sekolah sungguh kejam dan zalim. Mereka (pihak sekolah-Red) telah mempertontonkan kesenjangan ekonomi dihadapan para siswanya. 

Mangitua mengaku dapat merasakan bagaimana dan seperti apa perasaan siswa yang tidak boleh ikut karena keterbatasan ekonomi orangtuanya itu. “Ini menyangkut moral dan perbuatan kejam serta zalim terhadap siswa. Pembunuhan krakter yang seharusnya anak jangan dikorbankan karena keterbatasan ekonomi orangtua. Bicara psikologis pasti berdampak,” kata Mangitua.

“Saya tunggu sikap dari Dinas Pendidikan dan Pemerintah Kota Bekasi, apa yang akan mereka lakukan kepada Kepala Sekolah dan oknum guru disana. Apakah mereka sudah tidak ada oeri kemanusiaan atau hati nurani,” kata Mangitua dalam diskusi kecil tentang dinamika dunia  pendidikan, Rabu (29/5) di Kecamatan Bekasi Utara. (MA)