Masa Jabatan Ketum Parpol Digugat ke MK, PDIP: Negara Tak Perlu Jauh Ikut Campur

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 28 Juni 2023 01:50 WIB
Jakarta, MI - Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (Parpol) yang mengatur soal masa jabatan ketua umum (Ketum) parpol digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan masa jabatan ketum parpol itu diajukan Eliadi Hulu dan Saiful Salim. Mereka menggugat Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Penggugat ingin MK menafsirkan ulang pasal itu. Mereka memohon MK agar membatasi tegas masa jabatan ketum parpol. Menanggapi hal ini, PDI Perjuangan menegaskan masing-masing organisasi partai politik memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang terpisah-pisah. Maka dari itu negara diharapkan tidak terlalu jauh ikut campur urusan internal parpol. "Masing-masing organisasi partai politik memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang terpisah-pisah. Nah jadi itu enggak perlu diatur, negara nggak perlu terlalu jauh mengatur mekanisme organisasi partai politik," kata politikus PDIP Masinton Pasaribu, Selasa (27/6). Anggota Komisi XI DPR itu menegaskan, MK tidak perlu mengabulkan gugatan tersebut, karena tidak relevan bila negara mengatur terlalu jauh masing-masing kedaulatan organisasi. "Karena karakteristiknya berbeda-beda, begitupun dengan parpol, PDI Perjuangan karakteristik dasarnya itu pasti berbeda, dengan Golkar, bgitu pun dengan Demokrat, Gerindra, dan lain-lain," ucap Masinton. Jika gugatan itu dikabulkan, kata Masinton, bakal berimplikasi panjang. Organisasi yang dibentuk publik juga dikhawatirkan mengekor mekanisme tersebut. "Akan berimplikasi semuanya akan dibatasi termasuk organisasi profesi nanti," pungkas Masinton. (AL)

Topik:

PDIP MK Parpol