Menpora Dito Berpotensi Tersangka Korupsi BTS Kominfo, Pakar Hukum: Tidak Menutup Kemungkinan Airlangga Hartarto Ikut Terseret!

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 12 Juli 2023 14:18 WIB
Jakarta, MI - Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo terseret kasus korupsi proyek pengadaan menara BTS 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Dito disebut menerima uang Rp27 miliar dalam kasus korupsi yang merugikan negara Rp 8,32 triliun itu. Hal ini diketahui dalam potongan berita acara pemeriksaan (BAP) seorang tersangka, Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan yang menyebutkan dugaan adanya aliran uang ke beberapa pihak dengan total nominal Rp243 miliar. Menurut keterangan Irwan di BAP, terdapat aliran dana kepada Dito Ariotedjo antara November hingga Desember 2022 dengan total mencapai Rp27 miliar. Pengamat hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakkir menilai, jika benar Dito terlibat dalam kasus ini, maka dapat pula menyeret Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto. Pasalnya, dugaan penerimaan uang Rp27 miliar untuk menghentikan penyelidikan kasus itu terjadi sebelum Dito menjabat sebagai Menpora, pada saat ia masih merupakan Staf Khusus (Stafsus) Menko Perekonomian. "Tidak menutup kemungkinan Ketua Umum Partai Golkar bisa terseret. Jika dugaannya benar aliran dana tersebut diserahkan kepada menteri melalui stafsusnya, maka artinya Airlangga benar terlibat dalam proses ini,'' kata Mudzakir kepada Monitorindonesia.com. Rabu (12/7). “Menteri ini diduga memerintahkan kepada Dito untuk menerima uang, untuk menguras uang itu atau menyalurkan uang itu. Dia (Dito) kelompok orang yang menerima suap,”sambungnya. Kendati demikian, soal pembuktian dari dugaan-dugaan yang sudah berkembang di publik itu berada di tangan Kejaksaan Agung (Kejagung). Maka mudazkir mengingatkan, Kejagung untuk tidak tebang pilih, dan harus ungkap kasus ini seterang-terangnya. “Pejabat tinggi sekalipun jika menerima maka mereka semua bisa ditetapkan sebagai tersangka sebagai pejabat yang menerima suap,” jelasnya. Selain itu, Mudzakir menyoroti ada pihaknya swatsa yang mengembalikan uang Rp 27 miliar ke kantor kuasa hukum Irwan Hermawan, Maqdir Ismail. Tepatnya sehari setelah Dito Ariotedjo diperiksa Kejagung, Selasa (4/7). Unang ini rencana akan dikembalikan oleh Maqdir ke Kejagung pada Kamis (13/7) besok. Mudazakir, menyatakan pengembalian uang hasil korupsi tidak menghapus undur pidana. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 4 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) bahwasanya pengembalian hasil tindak pidana korupsi itu tidak menghalangi Jaksa untuk melakukan penuntutan terhadap perkara dengan asumsi bahwa perkara korupsi itu sudah terjadi. “Perbuatan pidana sudah terjadi, misalnya seperti halnya mencuri, mengambil barang dari rumah orang dibawa pulang ke rumah. Ketahuan dia mencuri itu, kemudian barangnya dikembalikan. Itu tidak menghapus, tidak menghilangkan sifat melawan hukum dari perbuatan korupsinya dan juga tidak menghalangi penyidik dan jaksa untuk melakukan proses perkara tersebut. Meskipun hasil tindak pidana korupsi sudah dikembalikan,” jelas Mudzakir. Orang atau pejabat, lanjut Mudzakir, menerima uang dan kemudian dianggap sebagai hasil tindak pidana suap atau sebagai pemberian atau dalam bentuk gratifikasi, maka pejabat yang bersangkutan yang mengembalikan itu juga sama saja dia tidak menutup kemungkinan proses tindak pidana tersebut. “Kalau misalnya benar oknum pejabat yang bersangkutan itu menerima uang dalam rangka untuk meredam penyelidikan korupsi BTS Kominfo agar supaya dihentikan. Dan kemudian diketahui bahwa itu adalah uang hasil suap untuk disampaikan kepada penyidik, maka tindakan yang dilakukan oleh pejabat itu sduah masuk dalam tindak pidana korupsi ataun pidananya sudah terjadi,” jelasnya. “Jadi ini mestinya pejabat yang besangkutan, yang membantunya sebut saja itu kalau ada Menteri yang membantunya melakukan menyalurkan uang hasil suap atau atau hasil tindak pidana itu. Maka itu telah sempurna melakukan tindak pidananya yang kedudukannya dia bisa menjadi turut penyertaan. Atau dia sebagai orang yang memperlancar proses tindak pidana itu atau terlibat dalam proses tindak pidana itu,” sambung Mudzakir. Dito Berpotensi Tersangka Eks Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein menilai menpora Dito bisa dijadikan tersangka dalam kasus dugaan percobaan merintangi proses penyidikan korupsi BTS Kominfo. Pasalnya, politisi muda partai Golkar itu diduga menerima aliran dana Rp27 Miliar dari Komisaris PT Solitechmedia Synergy Irwan Hermawan. “Sudah menerima itu sudah selesai perbuatan korupsinya, mengembalikan itu tidak menghapus pidana korupsi sebagaimana UU Tipikor, seharusnya sudah ada dasar yang kuat menurut saya. Karena di UU jelas sekali mengembalikan itu tidak pernah menghapus korupsi,” ujar Yunus dalam diskusi Kupas Tuntas Kasus Korupsi BTS melalui media virtual, Sabtu (8/7). Yunus mengatakan, dengan kesaksian Irwan ditambah barang bukti duit Rp27 miliar, semestinya unsur dua alat bukti untuk penetapan Dito sebagai tersangka sudah terpenuhi. “Kalau sudah ada dua alat bukti, minimal dua tadi, dari masing-masing unsur itu seharusnya sudah bisa jadi tersangka,” katanya. Kejagung sebelumnya telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi BTS. Para tersangka kini mulai menjalani persidangan di di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Adapun kedelapan terdakwa tersebut yaitu; 1. Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Achmad Latif 2. Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak 3. Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia Tahun 2020, Yohan Suryanto 4. Account Director of Integreted Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali 5. Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irawan Hermawan 6. Menkominfo Johnny G Plate 7. Pihak swasta, Windi Purnama 8. Ketua Komite Tetap Energi Terbarukan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Muhammad Yusrizki (AL)