Gegara Transaksi "Siluman" Rp 349 T Kemenkeu, Dari Atas hingga Bawah Semua Takut?

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 22 Juli 2023 01:48 WIB
Jakarta, MI - Gegara transaksi "siluman" Rp 300 triliun yang kemudian bertambah menjadi Rp 349 triliun, semua orang pada takut, mulai dari atas hingga bawah. Hebohnya, transaksi janggal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD berdasarkan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada beberapa waktu lalu. "Ketika republik ini digemparkan dengan temuan transaksi janggal Rp 349 triliun, Komisi III DPR bersama komite TPPU langsung melakukan pembahasan yang intens terkait isu ini. Tapi, gara-gara Rp 349 (triliun) Pak, semua orang jadi takut Pak. Dari atas sampai bawah takut Pak. Terimakasih Pak," ujar Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni dalam sambutannya pada acara pembukaan GFC FAir 21 Tahun Gerakan Nasional APUPPT yang dihadiri Mahfud hingga ketua PPATK, Ivan Yustia Vandana disiarkan melalui Youtube PPATK seperti dikutip Monitorindonesia.com, Sabtu (22/7). Menurut politikus partai Nasional Demokrat (NasDem) itu tingginya tingkat kejahatan keuangan saat ini perlu disikapi serius, terlebih saat ini tengah menuju tahun politik 2024. Kata Sahroni, pemilu sebagai momen sakral demokrasi harus berjalan tanpa adanya intervensi dari dana kejahatan. Maka PPATK diminta harus dapat menyikapi hal ini. "Itu uang pak, kalau nggak melalui resmi di bawah meja Pak, lewat sana, lewat sini Pak, lebih pintar Pak. Jadi PPATK harus lebih pintar Pak," lanjutnya. Kendati, Komisi III DPR kata dia, mengapresiasi berbagai capaian dan kinerja PPATK. Menurutnya PPATK telah berhasil mengambil peran penting dalam setiap penyelesaian kasus kejahatan di negeri ini. "Mulai dari pelacakan dana teroris, penelusuran dana TPPU, pengembangan dana aliran narkoba, investasi bodong hingga pemblokiran pelaku-pelaku kejahatan," demikina Sahroni. Untuk diketahui, bahwa kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Rp 349 triliun ini tengah diusut oleh satuan tugas (Satgas) TPPU. Pengusutannya ditargetkan rampung pada Desember 2023 mendatang. Selengkapnya.... Satgas itu terdiri dari unsur-unsur yang ada di dalam Komite TPPU, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012. Namun di luar itu, Mahfud selaku Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juga merekrut tim ahli dari berbagai unsur untuk menelusuri transaksi janggal dengan nilai agregat Ro 349 triliun ini. Dalam melaksanakan tugasnya, Satgas TPPU terdiri dari tim pengarah, tim pelaksana, dan kelompok kerja. Keanggotaannya berdasarkan unsur yang ada di Komite TPPU sesuai Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012. Tim pengarah terdiri dari pimpinan Komite TPPU yaitu Menko Polhukam selaku Ketua Komite TPPU, Menko Perekonomian selaku Wakil Ketua Komite TPPU, dan Kepala PPATK selaku Sekretaris Komite TPPU. Adapun, tim pelaksana terdiri dari Deputi 3 Bidang Hukum dan HAM Kemenko Polhukam selaku ketua, wakilnya Deputi 5 Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, dan Direktur Analisis dan Pemeriksaan I PPATK selaku sekretaris. Selengkapnya.... Anggotanya terdiri dari Direktur Jenderal Pajak, Dirjen Bea Cukai, Irjen Kementerian Keuangan, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Wakil Kabareskrim Polri, Deputi Bidang Kontra Intelijen Badan Intelijen Negara (BIN), dan Deputi Analisis dan Pemeriksaan PPATK. Sementara itu, 12 nama tim ahli itu yakni Yunus Husein (eks Kepala PPATK), Muhammad Yusuf (eks Kepala PPATK), Rimawan Pradiptyo (UGM), Wuri Handayani (dosen UGM), Laode M Syarif (eks Pimpinan KPK), Topo Santoso (UI), Gunadi (UI), Danang Widoyoko (Sekjen Transparansi Internasional Indonesia), Faisal Basri (UI), Mutia Yani Rachman, Mas Achmad Santosa (UI), Ningrum Natasya (USU). Hasil Sementara Mahfud menyatakan Satgas TPPU dan PPATK, dalam laporan terbaru kepada dirinya menunjukkan kasus transaksi mencurigakan Rp189 triliun terkait ekspor emas yang melibatkan instansi di Kemenkeu masih belum tuntas. Mahfud pun memberi sinyal tim pemeriksa dari Satgas TPPU menemukan ada kemungkinan tindak pidana asal dalam kasus tersebut. "Mungkin saja akan ditemukan tindak pidana asal, tetapi seumpama tidak ditemukan tindak pidana asal, perlu dihitung ulang secara administratif dari uang itu, karena memang pecahan pidana asalnya sudah ada ketika kami lakukan penyiaran terhadap publik sebagai bagian dari keterbukaan," kata Mahfud, Kamis (8/6). Sementara itu, Ketua Tim Pelaksana Satgas TPPU Sugeng Purnomo menyatakan kasus transaksi Rp189 triliun itu saat ini masih ada di tahap penyelidikan. "Untuk satu surat yang telah dilakukan tahap penyelidikan, dan itu belum selesai dilakukan, nilainya, transaksinya Rp189 triliun," kata Sugeng Purnomo. Terkait itu, Deputi Hukum dan HAM Kemenkpolhukam ini menyampaikan ada rencana membuat tim yang terdiri atas Satgas TPPU, Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, dan aparat penegak hukum manakala proses penyelidikan nanti mengarah pada adanya indikasi tindak pidana asal. Selengkapnya.... "Kawan-kawan kami dari Direktorat Jenderal Bea Cukai meminta dukungan dari Satgas ini apabila ternyata dalam pendalaman yang dilakukan ditemukan adanya tindak pidana asal yang bukan menjadi kewenangan kawan-kawan Bea Cukai melakukan penyidikan. Nah ini yang menjadi pertanyaan dan memintakan dukungan," bebernya. "Tentu, kami akan memberikan supporting (dukungan) kalau misalnya ada kesulitan maka kami akan mempertimbangkan untuk dibentuk tim bersama-sama apabila ditemukan tindak pidana asal bukan kewenangan teman-teman Bea Cukai, lembaga yang punya kewenangan itu bisa langsung mengambil over (alih)," sambungnya. Transaksi mencurigakan Rp189 triliun merupakan bagian dari temuan transaksi janggal Rp349 triliun di Kemenkeu sebagaimana laporan PPATK sejak 2009 sampai dengan 2023. TTemuan ini juga menjadi salah satu alasan dibentuknya Satgas TPPU itu.  SoalTransaksi Rp189 triliun ini, Mahfud juga pernah menyampaikannya saat rapat dengan Komisi III DPR RI pada 29 Maret 2023 lalu. Transaksi itu terkait dengan eksportasi emas yang melibatkan salah satu perusahaan swasta. Langkah hukum sebetulnya telah dilakukan oleh Kementerian Keuangan terkait kasus itu pada periode 2016–2017. Namun, putusan majelis hakim sampai tingkat Peninjauan Kembali (PK) pada 2019 memutuskan tidak ada unsur pidana dalam kasus tersebut. Selengkapnya.... Sementara itu pada beberapa waktu lalu juga disebutkan bahwa Satgas TPPU berhasil mengungkap 59 dari 300 dokumen Laporan Hasil Analisis (LHA) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Deputi III Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Sugeng Purnomo mengatakan dalam temuannya, Satgas TPPU menduga 59 dokumen tersebut terindikasi pencucian uang dengan nilai Rp 22,8 triliun. "Hasil sementara dari 300 LHA, LHP, dan informasi [yang diperoleh], setelah dilakukan penelitian dan komunikasi dengan APH yang telah menerima LHA, LHP dan informasi, sudah clear kira-kira ada 59 [yang terindikasi pencucian uang]. Jadi, kalau 59 ini dilihat angkanya, itu sekitar Rp 22,8 triliun," kata Sugeng kepada wartawan di kantor Kemenkopolhukam, Jumat (12/5). Sugeng mengatakan 59 dokumen yang terindikasi pencucian uang tersebut diperoleh dari informasi aparat penegak hukum (APH). Satgas masih harus melengkapi data dokumen tersebut untuk mencapai tingkat keakuratan yang maksimal. Atas temuan 59 dokumen itu, setiap instansi terkait memiliki kewajiban untuk menyelesaikan LHA dan LHP serta informasi atas dugaan pencucian uang tersebut. "Teman-teman yang menerima itu di Kepolisian, Kejaksaan, Pajak, maupun Bea Cukai, serta Inspektorat terus bekerja dan kita tahu mereka bekerja untuk menyelesaikan seluruh LHA, LHP, dan informasi yang diterima," tutur Sugeng. Tak hanya itu, Mahfud MD juga sempat mengungkap progres dari Satgas TPPU ini. Mahfud mengatakan, Satgas TPPU sudah melakukan rapat dengan pihak PPATK beberapa waktu lalu. "Kemarin sudah rapat di kantor PPATK dan sudah sampai pada tahap klasifikasi data atau surat yang dikeluarkan oleh PPATK yaitu 300 surat," kata Mahfud MD. Mahfud mengatakan dari 300 surat tersebut, sudah ada beberapa surat yang selesai. Namun, ada juga beberapa surat yang perlu ditindaklanjuti oleh tim Satgas TPPU. "Tindak lanjutnya ada yang langsung ke Bea Cukai, ada yang ke Dirjen Pajak, dan ada yang ke KPK. Nah, itu semua sekarang sudah sampai tahap klasifikasi seperti itu," tandasnya. (Wan) #Rp 349 T