Uji Keabsahan Tersangka, Ahli Hukum Pidana Dorong Kabasarnas Henri Ajukan Praperadilan

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 30 Juli 2023 12:40 WIB
Jakarta, MI - Guru Besar ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof Mudzakir mendorong Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan atau Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi agar mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka terhadap dirinya terkait kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Ini juga penting bagi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun tersangka untuk memahami betul apa itu dan bagaimana saja klasifikasi suatu bukti permulaan yang cukup untuk mempertahankan argumentasinya masing-masing dalam sidang praperadilan. Pasalnya penetapan tersangka terhadap jenderal TNI AU bintang tiga dan anak buahnya itu masih terus menuai pro-kontra berbagai pihak. Bahkan KPK sendiri mangaku khilaf dan meminta maaf telah menyeret anggota militer aktif itu. "Pihak yang dijadikan tersangka (Kabasarnas) bisa mengajukan praperadilan kepada lembaga praperadilan untuk meminta diuji keabsahan penetapan tersangkanya yang dilakukan oleh KPK. Ini prosedur hukum yang canggih, itulah negara hukum sehingga kesalahan harus dihapus dengan hukum juga," ujar Prof. Mudzakir saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Minggu (30/7). Menurutnya, jika kepada orang yang dirugikan itu karena kesalahan KPK dalam hal ini adalah Kabasarnas, Henri Alfiandi,  harus dapat mengajukan praperadilan agar supaya diuji keabsahannya penetapan tersangka oleh KPK itu benar atau tidak/sah atau tidak sah. "Kalau itu sah, lanjut, kalau tidak sah close atau berhenti. Itu lebih fair disebabkan karena itulah mekanisme dalam proses pengujian-pengujian pengunaan kewenangan yang dilakukan terhadap penyidik sehingga kalau itu misalnya salah, ya tetapkan bahwa itu salah," jelasnya. Selain itu, jika KPK melimpahkan kasus dua pejabat Basarnas itu ke Polisi Militer, maka semua berkas perkara juga dilimpahkan dengan maksud agar militer itu melakukan tindakan penyelidikan dan penyidikan. "Disertai jika ada pencabutan terhadap status tersangka, seluruh berkas perkara. Karena pencabutan status tersangka kalau itu dilakukan berarti perbuatan yang diduga tertangkap tangan atau OTT tadi itu prodaknya berarti harus dikemas sedemikian rupa untuk diserahkan kepada POM. Maka selanjutnya adalah kewenangan Polisi Militer," lanjut Mudzakir. Mudzakir menegaskan, hal ini harus menjadi pengalaman khususnya KPK itu sendiri. "Kalau hanya sampai pada meminta maaf itu, menurut saya agak sedikit janggal gitu. Ini prodak hukum yang tidak hanya dengan meminta maaf. Prodak hukum dihapus dengan prodak hukum juga sehingga status orang itu menjadi jelas dan KPK harus mengevaluasi ini yang kebetulan kepada militer orangnya memberikan reaksi cepat," bebernya. Mudzakir menambahkan, bahwa bagaimana jika sipil ditetapkan begitu saja tanpa ada proses, tidak sesuai dengan prosedur hukum yang benar. "Saya yakin rekasi tidak akan diperhatikan makanya ini menjadi janggal. Berarti kalau orang lain yang tidak punya kekuasaan yang negosiasi barangkali menjadi korban proses-proses seperti itu. Tapi ini kebetulan militer sehingga reaksi organisasi militer supaya tidak terjadi sewenang-wenang melalui kontrol horizontal," jelasnya. "Dengan demikian, saya usulkan militer itu sebaiknya mengajukan praperadilan. Jangan maaf-maafan, itu gak boleh. Harus ada prodak hukum untuk demi kepastian hukum," sambungnya. Menurut Mudzakir, penetapan seorang menjadi tersangka adalah pengadilan pertama didalam pidana. Sementara peradilan yang kedua adalah penetapan seseorang oleh majelis hakim yang menyatakan bahwa dia terbukti melakukan tindak pidana atau tidak terbukti melakukan tindak pidana. "Jadi sesungguhnya ini sudah ada penetapan yang pertama bahwa seolah-olah dia telah melakukan tindak pidana maka ditetapkan sebagai tersangka. Kalau itu dilakukan pengujian melalui praperadilan, berarti nanti ada uji apakah penggunaan wewenang OTT, apakah penggunaan wewenang penetapan tersangka melalui karena ada OTT itu, sah atau tidak?," terangnya. "Kalau misalnya itu tidak sah, KPK harus melakukan evaluasi bahwa prodak hukumnya dibuat tidak sepenuhnya itu benar. Jangan atas nama pemberantasan korupsi, karena penegakkan hukum itu atas nama hukum demi tegaknya hukum dan keadilan berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa," imbuh Mudzakir. Sebelumnya, Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi mengaku belum memutuskan apakah akan mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka terhadap dirinya. Henri ditetapkan sebagai tersangka penerima suap oleh KPK terkait sejumlah proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas sejak 2021-2023. Adapun praperadilan merupakan upaya hukum guna menggugat aspek formil, salah satunya mengenai penetapan tersangka. “Belum, menunggu putusan dan saran dari Babinkum (Badan PembinaanHukum TNI),” kata Henri, Kamis (27/). Henri menegaskan, dia akan mengikuti proses hukum sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Henri menyatakan akan mempertanggungjawabkan kebijakan yang telah ia putuskan sebagai Kepala Basarnas hingga terang. “Makanya catatan penggunaan dana saya rapih. Itu bentuk dari transparansi saya,” tutur Henri. Selain Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi, KPK juga menetapkan Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka. Afri merupakan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas. Ia juga merupakan prajurit TNI Angkatan Udara (AU) berpangkat Letkol Adm. Mereka diduga menerima suap hingga Rp 88,3 miliar sejak 2021-2023 dari berbagai pihak. Sementara dari pihak swasta sebagai tersangka penyuap ada tiga orang yakni Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil. Pengusutan dugaan korupsi di Basarnas diungkap ke publik setelah KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa (25/7). (Wan) [caption id="attachment_556841" align="alignnone" width="695"] Infografis kode "dana komando" suap Kabasarnas, Henri Alfiandi.(Foto: MI/La Aswan)[/caption] #Kabasarnas#Kabasarnas Henri#Kabasarnas