Katanya Selama Ini Sembunyi di Indonesia, KPK Serius Nggak Sih Buru Harun Masiku?

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 9 Agustus 2023 23:40 WIB
Jakarta, MI - Praktisi hukum, Fernando Emas, menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak serius memburu buronan Harun Masiku. Pasalnya, kata dia, dalam laporan Polri menyebut politikus PDI Perjuangan itu selama ini 'bersembunyi' di dalam negeri dan tidak mengganti kewarganegaraan maupun identitas. "Tidak mungkin bersangkutan bisa berlindung dari pencarian KPK kalau tidak dilindungi oleh pihak-pihak tertentu. Atau jangan-jangan KPK tidak serius menangani kasus Harun Masiku sehingga tidak bisa tertangkap Harun Masiku selama 3 tahun lebih," ujar Fernando Emas saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Rabu (9/8) malam. Kepala Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri, Inspektur Jenderal (Irjen) Pol. Krishna Murti, menyatakan Harun yang menjadi buronan KPK masih berada di Indonesia, merujuk pada data lintas negara yang ditemukan. Meski sempat pergi ke Singapura pada 16 Januari 2020 atau dua pekan setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, tapi dia disebut kembali ke Indonesia keesokan harinya. Fernando begitu ia disapa, menegaskan bahwa KPK harus segera mendalami dan menindaklanjuti informasi yang diberikan oleh Irjen Pol Krishna Mukti mengenai keberadaan Harun di Indonesia itu. "KPK harus bisa segera menangkap Harun Masiku dan menuntaskan proses hukum yang menjeratnya termasuk siapa saja pihak-pihak membantunya berlindung dari pencarian KPK," tegas Fernando. [caption id="attachment_555555" align="alignnone" width="1599"] Pengamat Politik, Fernando Emas (Foto: MI/Aswan)[/caption] Sangat mungkin, tambah Fernando, terkuaknya keberadaan Harun Masiku di Indonesia karena ada perseteruan elit politik terkait dengan dukungan terhadap capres pada pilpres 2024. "Apapun yang menjadi alasan terbukanya keberadaan Harun Masiku di Indonesia, KPK harus segera menangkapnya," tutup Fernando Emas. Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, sebelumnya telah memastikan pihaknya serius memburu para buronan untuk selanjutnya melakukan proses penegakan hukum hingga ke persidangan. Dia juga berjanji bakal menindaklanjuti informasi yang diungkap Kadivhubinter Polri, Krishna Murti itu. Dalam konferensi pers kemarin di gedung Divhumas Polri, Krisna mengatakan Harun belum berganti kewarganegaraan atau identitas setelah menjadi buronan Interpol. Sebelumnya memang sempat beredar berbagai kabar bahwa Harun berada di luar negeri. Ada yang menyebut dia menjadi marbut (pengurus masjid) di Malaysia. Bahkan, bekas calon anggota legislatif dari Dapil Sumatera Selatan I ini dirumorkan bersembunyi di Kamboja. Krisna Murti mengatakan, Polri tidak akan menghentikan pencarian Harun meski pria itu sudah 3,5 tahun menjadi buronan. Segala informasi mengenai data perlintasan tersangka KPK ini, tegas dia, sudah dilaporkan ke pimpinan KPK. "Jadi rumor-rumor yang beredar seperti itu, ya kami sampaikan. Tapi kami tidak menghentikan pencarian terhadap yang bersangkutan di luar negeri," katanya. Sebagai informasi bahwa, Harun terseret kasus suap terhadap Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Perkara ini bermula ketika caleg PDIP Dapil Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas meninggal dunia. KPU memutuskan perolehan suara Nazaruddin, yang merupakan suara mayoritas di dapil tersebut, dialihkan ke caleg PDIP lainnya, Riezky Aprilia. Akan tetapi, Rapat Pleno PDIP menginginkan agar Harun yang dipilih menggantikan Nazarudin. PDIP sempat mengajukan fatwa ke Mahkamah Agung. Mereka bahkan menyurati KPU agar melantik Harun. Namun KPU berkukuh dengan keputusannya melantik Riezky. Suap yang diberikan kepada Wahyu diduga untuk mengubah keputusan KPU tersebut. Wahyu Setiawan diduga meminta duit Rp900 juta untuk mengegolkan Harun melalui mekanisme pergantian antarwaktu di KPU. Wahyu juga diduga menerima Rp200 juta dan Rp400 juta dalam bentuk dollar Singapura dari Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah, melalui orang kepercayaannya, Agustiani Tio Fridelina Sitorus. Saeful dan Donny ini adalah kader PDIP. KPK kemudian melakukan operasi tangkap tangan atau OTT pada 8 Januari 2020. Ada delapan orang yang ditangkap dalam operasi senyap itu. Empat orang kemudian ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Harun dan Wahyu Setiawan. Dua tersangka lainnya yaitu eks Anggota Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan kader PDIP Saeful Bahri. (Wan)