Mau Digarap Kejagung, Batang Hidung Kurir Saweran BTS Kominfo ke Oknum DPR dan BPK Tak Kunjung Tiba

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 3 September 2023 15:53 WIB
Jakarta, MI - Batang hidung kurir saweran proyek BTS Bakti Kominfo ke oknum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tak kunjun tiba, padahal mau digarap tim penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung). Kurir tersebut adalah Nistra Yohan yang diduga menerima Rp 70 miliar dan Sadikin sebesar Rp 40 miliar. Mereka adalah 2 dari 11 nama yang diduga menerima saweran korupsi yang merugikan negara Rp 8,32 triliun itu. Hal ini berdasarkan pengakuan Windi (Terdakwa) dilengkapi oleh Irwan Hermawan (Terdakwa) sebagaimana dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP)-nya sebagai saksi saat itu. Kejagung memastikan tidak akan berhenti mengusut keterlibatan 11 nama itu dalam kasus yang juga menyeret bekas Menkominfo Johnny G Plate dan 7 orang lainnya sudah diadili di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. "11 nama yang diduga menerima, penyidikan itu selalu berjalan. Kita menunggu perkembangan fakta persidangan," ujar Kasubdit Penyidikan Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Haryoko Ari Prabowo, Minggu (3/9). Haryoko menambahkan bahwa tim penyidik telah memanggil kesebelas pihak itu sebagai bentuk upaya pendalaman. "Yang jelas semuanya sudah berusaha kita panggil sepanjang memang perlu kita panggil. Nistra belum. Sadikin belum. Saya fokus dulu pemberesan yang lain," ungkap Haryoko. Setelah tim penyidik, tambah Haryoko, memperoleh nota pendapat penuntut umum di persidangan, dugaan tindak pidana ke 11 pihak itu dipastikan akan dikejar pembuktiannya. "Pokoknya semua kemungkinan itu ada. ketika fakta itu kuat di persidangan, ya kita akan tunggu pendapat dari penuntut umum, apa pendapat penuntut umum pasti kita kejar," pungkasnya. Sebagai informasi bahwa berdasarkan pengakuan Windi Purnama dan Irwan Hermawan mengenai Nistra dan Sadikin tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Dalam BAP Windi Purnama sebagai tersangka disebutkan bahwa Nistra menerima uang di daerah Andara dan Sentul. Sementara Sadikin menerima uang di Plaza Indonesia, Jakarta. Windi mengklaim bahwa penyerahan uang itu dilakukan atas arahan eks Direktur Utama BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif. "Saya mendapat arahan dari Anang Achmad Latif untuk menyerahkan uang kepada Yunita, Feriandi Mirza, Jenifer, Nomor telpon namanya Sadikin (saya serahkan di Plaza Indonesia), Nistra untuk Komisi I DPR RI (saya serahkan di daerah Andara, di Sentul)," sebagaimana termaktub dalam BAP Windi Purnama sebagai tersangka. Pengakuan Windi itu dilengkapi oleh Irwan Hermawan dalam BAP-nya sebagai saksi. Dalam keterangannya sebagai saksi bagi Windi, Irwan Hermawan menjelaskan bahwa ada Rp 70 miliar diserahkan kepada Nistra pada Desember 2021 dan pertengahan 2022. Kemudian Rp 40 miliar diserahkan kepada Sadikin pada pertengahan 2022. Selain Nistra dan Sadikin, uang panas terkait pembangunan BTS juga dialirkan ke sejumlah pihak, yakni: pada April 2021 - Oktober 2022. Staf Menteri. Rp 10.000.000.000. Pada  Desember 2021. Anang Latif. Rp 3.000.000.000.  Pertengahan tahun 2022. POKJA, Feriandi dan Elvano. Rp 2.300.000.000. Selanjutnya pada Maret 2022 dan Agustus 2022. Latifah Hanum. Rp 1.700.000.000. Kemudian pada pertengahan tahun 2022. Erry (Pertamina). Rp 10.000.000.000. Lalu, pada Agustus - Oktober 2022. Windu dan Setyo. Rp 75.000.000.000. Pada Agustus 2022. Edward Hutahaean. Rp 15.000.000.000. Di bulan November - Desember 2022. Dito Ariotedjo. Rp 27.000.000.000. Selain itu, pada bulan Juni - Oktober 2022. Walbertus Wisang. Rp 4.000.000.000. Dalam kasus ini, Kejagung baru menetapkan 8 tersangka yang kini sudah dihadirkan di meja hijau. Berikut daftar tersangka dan peranannya di kasus korupsi BTS BAKTI Kominfo: 1. Anang Achmad Latif Kejagung pertama kali menetapkan Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo Anang Achmad Latif sebagai tersangka, pada 4 Januari lalu. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kuntadi mengatakan Anang diduga sengaja mengeluarkan peraturan yang telah diatur sedemikian rupa untuk menutup peluang para calon peserta lain dalam lelang proyek itu. Menurut Kuntadi, dalam proses lelang proyek tersebut tidak terwujud persaingan usaha yang sehat serta kompetitif dalam mendapatkan harga penawaran. “Hal itu dilakukan dalam rangka untuk mengamankan harga pengadaan yang sudah di mark up sedemikian rupa,” katanya. 2. Galumbang Menak Simanjuntak Tersangka lainnya yang juga ditetapkan berbarengan Anang yakni Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galubang Menak. Galubang diduga memberikan saran dan masukan terhadap Anang untuk membuat Peraturan Direktur Utama yang akan menguntungkan vendor dan konsorsium serta perusahaan miliknya. 3. Yohan Suryanto Tersangka ketiga yang ditetapkan Kejagung dalam kasus ini yakni Yohan Suryanto selaku Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020. Kuntadi menyebut Yohan dengan sengaja menggunakan Lembaga HUDEV UI untuk membuat kajian teknis terkait proyek pembangunan BTS 4G yang mengakibatkan kemahalan harga pada proyek itu. 4. Mukti Ali Kejagung selanjutnya menetapkan Mukti Ali selaku Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment sebagai tersangka keempat pada 25 Januari. Berdasarkan perannya, Kuntadi mengatakan Mukti melakukan permufakatan bersama Anang dalam proses pengadaan BTS 4G sedemikian rupa sehingga ketika mengajukan penawaran harga, PT Huawei Tech Investment langsung ditetapkan sebagai pemenang. Kejagung menetapkan Ketua Komite Tetap Energi Terbarukan KADIN Muhammad Yusrizki sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyediaan menara BTS 4G dan infrastuktur pendukung 2,3,4 dan 5 BAKTI Kominfo. 5. Irwan Hermawan Selanjutnya Kejagung menetapkan tersangka kelima yakni Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan pada 7 Februari. Kuntadi mengatakan Irwan juga kedapatan melakukan permufakatan bersama Anang dengan merekayasa pelaksanaan pengadaan proyek BTS 4G. 6. Johnny G Plate Selang tiga bulan pada pertengahan Mei, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate yang ditetapkan sebagai tersangka di kasus korupsi tersebut. Sekretaris Jenderal NasDem itu langsung diberhentikan oleh Presiden Joko Widodo. Kuntadi mengatakan Plate dalam kapasitasnya sebagai kuasa pengguna anggaran beberapa kali menerima aliran dana dari proyek pembangunan BTS 4G. Dalam surat dakwaan jaksa, Plate disebut memperkaya diri dengan menerima uang Rp17,8 miliar. 7. Windi Purnama Kejagung kemudian kembali menetapkan tersangka baru dari pihak swasta yakni Windi Purnama pada 23 Mei. Kuntadi menyebut Windi merupakan orang kepercayaan dari Irwan yang bertugas menjadi penghubung dengan pihak lainnya dalam kasus tersebut. 8. Muhammad Yusrizki Terakhir, Kejagung menetapkan Ketua Komite Tetap Energi Terbarukan Kadin Muhammad Yusrizki sebagai tersangka kedelapan pada 15 Juni. Kuntadi menjelaskan Yusrizki yang juga merupakan Direktur Utama PT Basis Utama Prima dinilai telah melakukan tindak pidana dalam proses penunjukkan sebagai penyedia panel surya hingga akhirnya menimbulkan kerugian keuangan negara. (Wan)