Ini Penyebab Satgas TPPU Rp 349 Triliun Lelet Kerja

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 11 September 2023 21:57 WIB
Jakarta, MI - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengakui bahwa kinerja Satuan Tugas (Satgas) tindak pidana pencucian uang (TPPU) mengalami hambatan karena adanya dugaan dokumen palsu. Setidaknya sudah ada 300 surat yang dari empat klarifikasi kasus tersebut. "Ada dari 300 surat yang disampaikan bermasalah ke kementerian di Bea-Cukai atau di Kementerian Keuangan dan perpajakan di Bea-Cukai dan perpajakan itu bisa diklasifikasi menjadi 4," kata Mahfud kepada wartawan di Kemenko Polhukam, Senin (11/9). "Ada yang sudah diselesaikan, tetapi tidak dilaporkan sesuai dengan Inpres Nomor 2 Tahun 2017 sehingga tercatat ini masih bermasalah. Tapi yang kedua ada yang masih harus ditindaklanjuti karena belum selesai," tambah Mahfud yang juga Ketua Pengarah Satgas TPPU. Kemudian, lanjut Mahfud, ada yang sedang berproses. "Kalau harus ditindaklanjuti itu menurut catatan kami belum ada tindaklanjut yang benar sehingga perlu ditindaklanjuti lagi, yang sedang berproses itu sekarang ada di KPK di Kejaksaan dan di Kepolisian, serta berproses di pengadilan. Kemudian, ada yang masih perlu pendalaman khusus. Jadi ada empat," bebernya. Adapun masalah pada 300 surat di kasus pencucian uang tersebut, ungkap Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU ini, diantaranya ada dokumen tidak ditemukan, tak autentik, hingga fotokopi dan diduga palsu. "Dokumen dilaporkan tidak ada atau tidak ditemukan. Yang kedua, dokumen tidak otentik, kadang kala hanya berupa fotokopi atau diambil dari Google sehingga ini diduga palsu," beber mantan Ketua MK ini. Kemudian, tambah Mahfud, ada yang sebenarnya merupakan gabungan antara tindak pidana dan tindakan disiplin administrasi. Tapi baru diselesaikan di tingkat disiplin. "Pidananya tidak ditindaklanjuti, lalu banyak yang tidak mematuhi instrumen teknis yang disediakan oleh dunia internasional mengenai tindak pidana pencucian uang," katanya. Di sisi lain, Mahfud memastikan belum ada tersangka baru dari penelusuran 300 surat PPATK menyangkut transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun. Namun, sudah ada yang ditindak. "Belum (ada tersangka baru). Semua masih jalan. Tetapi, sudah ada yang ditindak seperti si Rafael Alun itu. Kemudian importasi emas di Bandara Soetta. Pemecatan dan penetapan tersangka (Kepala Bea Cukai) Makassar, itu kan juga bersumber dari situ (datanya). Jadi, penelusuran kasus ini tetap berjalan," pungkas Mahfud. Sebagai informasi, Satgas TPPU itu terdiri dari unsur Kemenko Polhukam, Kementerian Keuangan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kejaksaan, Badan Intelijen Negara, dan Polri. Selain itu, Satgas TPPU ini akan didukung tenaga ahli di bidang TPPU, korupsi, perekonomian, kepabeanan, cukai, dan perpajakan. Ada sejumlah nama tenaga ahli yang tergabung di Satgas ini antara lain Yunus Husein, Laode M. Syarif, Faisal Basri, Danang Widoyoko, dan Mas Achmad Santosa. Tim ini memiliki tugas melakukan supervisi atas penanganan dan penyelesaian transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun. Adapun masa kerja tim ini diberi tenggat hingga 31 Desember 2023 dan segala biaya akan dibebankan kepada PPATK. Perlu diketahui juga, bahwa polemik tentang transaksi siluman ini bermula dari kasus dugaan kekerasan yang dilakukan Mario Dandy Satriyo (MDS) terhadap Cristalino David Ozora alias David pada Februari 2023 lalu. Tindakan ini kemudian menyeret orang tua Mario Rafael Alun Trisambodo (RAT), pejabat di Ditjen Pajak karena kerap memamerkan harta kekayaan. Mahfud kemudian menyebut terdapat transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan sebesar Rp349 triliun. Kasus ini kemudian bergulir hingga DPR. Komisi III DPR RI mendukung penuh Komite TPPU membentuk Satgas yang melakukan supervisi untuk menindaklanjuti keseluruhan LHA/LHP dengan nilai keseluruhan sebesar Rp349 triliun. (An) #Satgas TPPU