Surati Jokowi, Karen Agustiawan Ngaku Korban Pasal Karet

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 30 September 2023 15:45 WIB
Jakarta, MI - Eks Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan mengirim Surta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pengiriman surat itu dilakukan Karen selaku tersangka dugaan korupsi pengadaan liquified natural gas (LNG) itu pada Senin (25/9) kemarin. Kabarnya surat itu sudah diterima pihak Istana. Karen menyampaikan surat terbuka ke Presiden Jokowi. Ia mengaku kecewa dengan sistem penegakan hukum di tanah air dan merasa jadi korban. "Surat terbuka ini saya tulis karena keprihatinan terhadap sistem penegakan hukum di Indonesia," demikian tulis Karen dalam surat terbuka itu, dikutip Monitorindonesia.com, Sabtu (30/9). "Terdapat pasal-pasal karet yang bersifat multi interpretasi sehingga penegakan hukum disalahartikan yang mengakibatkan kerugian bisnis di BUMN dapat dijadikan dasar oleh Aparat Penegak Hukum (APH) sebagai tindak pidana korupsi (tipikor). Saya adalah salah satu korbannya," sambungnya. Dalam kasus ini, KPK menduga proses pengadaan LNG sebagai sebagai alternatif mengatasi kekurangan gas di Tanah Air tak dikaji. Karen Agustiawan yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina juga tak melaporkan keputusannya ke dewan komisaris. Berikut isi suratnya: Berikut isi surat terbuka Karen Agustiawan: Kepada Yth: Bapak Presiden Ir. Joko Widodo Surat terbuka ini saya tulis karena keprihatinan terhadap sistem penegakan hukum di Indonesia. Terdapat pasal-pasal karet yang bersifat multi interpretasi sehingga penegakan hukum disalahartikan yang mengakibatkan kerugian bisnis di BUMN dapat dijadikan dasar oleh Aparat Penegak Hukum (APH} sebagai Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Saya adalah salah satu korbannya. Dalam kesempatan ini saya laporkan bahwa sejak tanggal 8 Juni 2022 saya telah ditersangkakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan pada tanggal 19 September 2023 saya ditahan oleh KPK. Hal ini sehubungan dengan jabatan saya sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero) perioda 2009-2014 terkait kontrak Pengadaan LNG dari Sabine Pass dan Corpus Christie Liquefaction (CCL) yang dilakukan oleh Pertamina pada tahun 2013 dan 2014. Adapun pengiriman LNG tersebut pada tahun 2019 hingga 2040. Pentersangkaan dan penahanan ini sangat mengejutkan saya, karena kontrak yang ditandatangani pada 2013 dan 2014 oleh Pertamina sudah dibatalkan atau diganti dengan kontrak baru pada era Bapak Presiden Jokowi, yakni pada tanggal 20 Maret tahun 2015. Kontrak baru pembelian LNG dari CCL dengan volume dan harga yang berbeda tersebut diresmikan di Amerika Serikat tanggal 27 Oktober 2015 pada saat Kesepakatan Bisnis para Pengusaha Indonesia dan Amerika Serikat (cuplikan berita terlampir). Pada saat itu saya sudah tidak menjabat lagi sebagai Direktur Utama Pertamina, karena terhitung mulai tanggal 1 Oktober 2014 saya sudah resmi mengundurkan diri. Perlu disampaikan bahwa Pertamina pada tahun 2019 telah mendapatkan keuntungan senilai US$ 2,2 juta. Namun, dengan adanya Pandemi Covid19 yang terjadi di seluruh dunia pada tahun 2020-2021, Pertamina sempat mengalami kerugian. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa, terjadinya pandemi telah menyebabkan harga komoditas dunia turun drastis, termasuk harga LNG di spot market. Akan tetapi dengan berakhirnya masa pandemi, utamanya karena terjadi krisis gas di Eropa sebagai akibat dari peperangan di Rusia dan Ukraina beserta para sekutunya di awal 2022, harga LNG naik 3 (tiga) hingga 5 (lima) kali lipat dari harga pembelian. Sehingga, Pertamina kini justru membukukan keuntungan sekitar US$ 91,5 juta (Rp 1,41 trilyun; 1 US$ = Rp 15.370, 25/09/2023). Selain itu, berdasarkan informasi yang saya peroleh, Pertamina juga sudah memiliki komitmen penjualan sampai dengan tahun 2025, dan tengah melakukan penjualan untuk periode 2026 hingga 2030 dengan harga penjualan di atas harga pembelian. Meskipun demikian, surat saya ini tidak dimaksudkan untuk meminta keringanan atau perlakuan khusus dari Bapak Presiden. Saya siap menjalankan proses hukum mengingat saya tidak diuntungkan secara pribadi, baik materi maupun non-materi, atas pengadaan LNG CCL tersebut. Saya hanya merasa bangga sebagai rakyat Indonesia, karena negeri ini telah dan sedang memiliki sumber gas dari luar negeri hingga 2040 dengan harga di bawah pasar dunia. Hal ini tentunya akan membantu Indonesia dalam memenuhi komitmennya guna menurunkan emisi dunia, dan sekaligus memperoleh tambahan devisa negara serta turut serta dalam mewujudkan ketahanan energi nasional ke depan. Oleh sebab itu maksud dan tujuan dari surat saya ini adalah untuk menyampaikan informasi bahwa kontrak jangka panjang LNG CCL ini merupakan "harta-karun" yang mungkin belum disadari sepenuhnya oleh para aparatur negara, utamanya para APH, termasuk masyarakat umum. Namun, saya mencermati dan sekaligus khawatir bahwa proses hukum yang sedang berjalan saat ini dapat mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara sebagai akibat dari kehilangan "harta-karun" tersebut. Hal ini dikarenakan dalam kontrak LNG CCL diatur ketentuan bahwa: "Apabila salah satu pihak telah melanggar peraturan dalam kontrak, yakni Pertamina dituduh melanggar undang-undang dalam kontrak pengadaan LNG, maka pihak CCL selaku Penjual dapat melakukan pembatalan kontrak secara sepihak." Hal ini sangat mungkin terjadi, karena kondisi pasar saat ini dan proyeksinya ke depan menunjukkan bahwa harga pembelian LNG pada kontrak Pertamina dengan CCL jauh lebih rendah dibandingkan harga pasar yang cenderung terus meningkat. Oleh karena itu, CCL sebagai Penjual akan berpeluang memiliki keuntungan yang sangat tinggi jika kontrak yang berlaku hingga 2040 dibatalkan. Perlu kami sampaikan juga kepada Bapak Presiden bahwa Pertamina saat ini telah memiliki kontrak penjualan LNG CCL sampai dengan tahun 2025, dan potensi penjualan sampai dengan tahun 2030 dengan harga penjualan di atas harga pembelian. Dengan segala keterbatasan kondisi saya saat ini, menurut data yang saya peroleh, kerugian akibat terminasi kontrak dapat mencapai sekitar US$ 127 juta (Rp 1,95 Trilyun). Kerugian tersebut belum mencakup potensi klaim dari para Pembeli Pertamina, dan kerugian imateril lainnya seperti reputasi Pertamina, serta hilangnya sumber gas untuk keperluan Indonesia di masa yang akan datang. Atas dasar hal-hal tersebut di atas, saya mohon perhatian Bapak Presiden dan seluruh pihak terkait guna memastikan bahwa proses hukum ini dijalankan sesuai dengan sistem penegakan hukum yang benar demi kebaikan negara, bukan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu yang justru akan mengakibatkan kerugian negara yang nyata dan lebih besar. Bapak Presiden yang saya hormati, meskipun terdapat banyak hal lainnya yang ingin saya sampaikan di sini, saya menghormati dan memahami kesibukan Bapak sebagai Presiden Republik Indonesia. lzinkan saya untuk mengutarakan isu di atas sekali lagi sebagai sebuah main going concern terkait terwujudnya ketahanan energi negeri ini. Surat terbuka ini merupakan kewajiban moral dan hukum bagi saya untuk memberikan penjelasan yang jernih kepada Bapak Presiden dan masyarakat Indonesia. Demikian saya sampaikan, atas perhatian dan kebijaksanaan Bapak Presiden, sebelumnya saya mengucapkan terima kasih dan mohon maaf kalau kurang berkenan. Jakarta, 25 September 2023 Salam hormat, Karen Agustiawan Tembusan: Menkopolhukam Republik Indonesia Menkomarves Republik Indonesia Menteri BUMN Republik Indonesia Menteri ESDM Republik Indonesia Menteri Keuangan Republik Indonesia Ketua Komisi 3 DPR Republik Indonesia Ketua Komisi 6 DPR Republik Indonesia Ketua Komisi 7 DPR Republik Indonesia.