Soroti Gibran Soal 'Berburu di Kebun Binatang', Anak Buah Sri Mulyani Singgung Tax Amnesty: Mancing di Akuarium

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 24 Desember 2023 12:18 WIB
Gibran Rakabuming Raka (kiri) dan Mahfud MD (kanan) dalam debat cawapres 2024, Jum'at (22/12) (Foto: MI/Dhanis)
Gibran Rakabuming Raka (kiri) dan Mahfud MD (kanan) dalam debat cawapres 2024, Jum'at (22/12) (Foto: MI/Dhanis)

Jakarta, MI - Staf Khusus Menteri Keuangan (Menkeu), Yustinus Prastowo, menilai istilah 'berburu di kebun bintang' hal lazim di dunia perpajakan.

Hal ini merespon pernyataan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka saat dalam debat cawapres, Jum'at (22/12).

Debat itu menghadirkan cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin dan cawapres nomor urut 3, Mahfud MD.

Gibran menyebut 'berburu di kebun binatang' saat berdebat Mahfud Md membahas pajak. 

Istilah 'berburu di kebun binatang' dalam dunia perpajakan membuat Prsatowo mengingat tax amnesty atau pengampunan pajak. Maka tegas dia, hal itu sudahlah lazim.

"Kita mesti fair dan objektif juga. Istilah 'berburu di kebun binatang' ini sudah sangat lazim digunakan di dunia perpajakan," ujar Yustinus di akun media sosial X (Twittwr) seperti dilihat pada Minggu (24/12).

Bahkan, anak buah Menkeu Sri Mulyani itu, istilah ini mirip dengan 'mancing di akuarium'.

"Waktu sosialisasi tax amnesty 2016 kami sering menggunakan ilustrasi ini untuk mengatakan sistem saat itu kurang fair karena mengejar yang itu-itu saja. Saya dulu bahkan pernah bilang 'mancing di akuarium'," bebernya.

Ia menejelaskan, bahwa tax amnesty adalah upaya perluasan basis pajak atau ekstensifikasi. 

"Istilah Mas Gibran 'memperluas kebun binatang'. Atau lebih tepatnya 'mengejar yang masih ada di hutan' (di luar sistem, kaya tapi tidak mau bayar pajak)," urainya.

Kendati demikian, Prastowo mengungkapkan terima kepada Gibran dan Mahfud yang membahas perpajakan dalam debat cawapres. 

Pun Prastowo berharap hal itu dapat diikuti oleh cawapres nomor urut 1, Cak Imin.

"Terlepas dari debat yang belum masuk ke substansi, saya apresiasi isu pajak masuk ke arena debat," imbuhnya.

Gibran sebelumnya mengungkapkan pentingnya peningkatan rasio pajak (tax ratio) untuk memastikan keberlanjutan pembangunan. 

Namun demikian, ide untuk meningkatkan rasio pajak di angka 23% persen itu ditanggapi oleh cawapres nomor urut 3 Mahfud MD sebagai kebijakan yang tidak masuk akal. 

Mahfud membandingkannya dengan rasio pajak Indonesia saat ini yang hanya di kisaran 10,5 persen. 

Rasio pajak lazimnya adalah perbandingan penerimaan pajak dengan produk domestik bruto (PDB). 

Namun di Indonesia, acuan penghitungan rasio pajak mencakup penerimaan dari cukai maupun pendapatan non pajak lain yang dipungut oleh negara. 

Adapun angka 23% jika menilik dokumen visi misi pasangan Prabowo-Gibran, mengacu kepada perbandingan penerimaan negara dengan PDB. Tidak terbatas penerimaan pajak. 

Gibran, dalam acara debat, menjawab pertanyaan Mahfud MD dengan memaparkan cara dan strategi untuk menaikkan rasio pajak atau pendapatan negara. Salah satu yang menarik adalah memastikan pembentukan Badan Penerimaan Negara. 

Konsep badan pajak yang otonom telah dikenal di berbagai negara. Di Singapura, misalnya, ada Inland Revenue Authority of Singapore (IRAS), yang memiliki kebijakan semi-otonom untuk pemungutan pajak. 

Di Thailand, juga menerapkan hal yang sama, kewenangannya bahkan lebih luas. 

Sementara itu wacana pembentukan badan penerimaan pajak di Indonesia pernah tercantum dalam amandemen Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). 

Gibran menekankan bahwa pembentukan badan penerimaan negara memungkinkan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak. Badan penerimaan akan fokus mengejar target penerimaan dan tidak lagi dibebani untuk menerapkan kebijakan-kebijakan di luar penerimaan negara. 

"Kita akan membentuk badan penerimaan pajak dikomandoi langsung oleh presiden. Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai dilebur jadi satu, jadi fokus penerimaan negara saja, tidak akan mengurusi pengeluaran," ujar Gibran.

Pernyataan Gibran merujuk kepada kondisi DJP dan Bea Cukai saat ini, yang masih berada di bawah Kementerian Keuangan.

Posisi DJP dan Bea Cukai tersebut mengharuskan kebijakan pemungutan pajak sejalan dengan kebijakan Kemenkeu, salah satunya memberikan insentif dan keputusan untuk tidak memungut kepada wajib pajak tertentu. 

Gibran juga menjelaskan kepada Mahfud MD, bahwa dengan keberadaan BPP dan strategi-strategi lainnya, upaya ekstensifikasi dan intensifikasi bisa berjalan secara optimal. 

Gibran ingin mengakhiri tradisi berburu di kebun binatang, dalam arti menaikkan tarif pajak pada wajib pajak yang sudah terdaftar. 

Gibran ingin memperluas kebun binatangnya atau memperbanyak wajib pajaknya.

Wajib pajak akan digemukkan atau ditambah kemampuan ekonominya, termasuk membuka usaha baru. 

Dengan demikian, jumlah wajib pajak yang wajib menyampaikan surat pemberitahuan alias SPT akan bertambah. (Wan)