Janji-janji Cawapres atas Hak Masyarakat Adat

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 21 Januari 2024 22:28 WIB
Debat keempat Pilpres 2024 atau debat kedua khusus calon wakil presiden (cawapres) Minggu (21/1) malam di JCC Senayan, Jakarta.
Debat keempat Pilpres 2024 atau debat kedua khusus calon wakil presiden (cawapres) Minggu (21/1) malam di JCC Senayan, Jakarta.

Jakarta, MI - Dalam debat pemilihan presiden (pilpres) keempat, tiga calon wakil presiden (cawapres) beradu gagasan tentang pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup, sumber daya alam dan energi, pangan, agraria, hingga masyarakat adat dan desa.

Debat cawapres kedua itu juga diselenggarakan pada Minggu malam (21/1) malam di Jakarta Convention Centre (JCC), Jakarta. Adalah cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, dan cawapres nomor urut 3, Mahfud Md.

Dalam tema terkait masyarakat adat, panelis menanyakan strategi para paslon untuk memulihkan hak-hak mereka. Pasalnya sejak 2014, terjadi perampasan 8,5 juta hektare wilayah adat yang mengakibatkan 678 kasus kriminalisasi dan pemiskinan perempuan adat.

Mahfud menyebut konflik menyangkut tanah adat menjadi masalah besar di Indonesia. Mahfud mengatakan, berdasarkan rekapitulasi data yang dihimpun Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) dalam setahun ada 10.000 pengaduan dan 2.587 di antaranya merupakan konflik tanah adat. 

Menurut Mahfud, salah satu persoalan dari timbulnya konflik agraria adalah aparat penegak hukum (APH) yang tidak menjalankan aturan dengan berbagai siasat. 

"Ada orang yang mengatakan, aturannya kan sudah ada, tinggal laksanakan. Engak semudah itu. Justru ini aparatnya yang tidak mau melaksanakan aturan, akalnya banyak sekali," kata Mahfud.

Mahfud lantas mencontohkan bagaimana putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) tidak kunjung dilaksanakan meskipun sudah lewat satu setengah tahun sejak putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. 

Ketika mengirim pihaknya mengirimkan utusan ke lokasi untuk memeriksa kondisi lapangan, mereka mendapati petugas di sana telah diganti. "Yang baru ditanya kami tidak tahu. Padahal sungguh-sungguh terjadi eksplorasi eksploitasi terhadap tambang-tambang nikel kita, misalnya," tutur Mahfud. 

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu kemudian menyebut, strategi untuk menangani persoalan kasus tanah adat ini adalah menertibkan birokrasi dan aparat penegak hukum. "Karena kalau jawabannya laksanakan aturan itu normatif," tuturnya.

Oleh sebab itu, strategi Ganjar-Mahfud untuk memulihkan hak-hak masyarakat adat adalah dengan menertibkan birokrasi pemerintah dan aparat penegak hukum.

Sementara itu, Muhaimin berjanji akan melibatkan masyarakat adat untuk menghindari konflik dalam pembangunan, terutama proyek strategis nasional (PSN). “Menghormati masyarakat adat adalah memberikan ruang hak ulayat, budaya, spiritual, dan hak kewenangan mereka menentukan cara membangun,” kata Muhaimin.

Sedangkan Gibran, dalam kesempatannya untuk menanggapi, bahwa pembangunan harus merangkul masyarakat adat. “Kita harus perbanyak dialog dengan tokoh adat, kepala-kepala adat, tokoh masyarakat setempat, jangan sampai ketika ada pembangunan masif atau PSN, jangan sampai masyarakat adat tersingkirkan,” kata Gibran.

Gibran juga menyebut bahwa telah ada 1,5 juta hektare hutan adat yang diakui oleh pemerintah. Namun menurut Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN), klaim itu tidak tepat dan baru ada sekitar 221.000 hektare yang telah ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

"Memang ke depan kuncinya adalah kita harus perbanyak dialog dengan para-para tokoh adat, kepala-kepala adat, kepala tokoh masyarakat setempat," kata Gibran.

Diketahui, sejumlah PSN di era pemerintahan Presiden Joko Widodo menimbulkan konflik dengan masyarakat adat. PSN pembangunan pabrik kaca di Rempang, Batam, Kepulauan Riau misalnya, menjadi konflik antara pemerintah dengan masyarakat. 

Bentrok antara warga dengan aparat terjadi di dekat sekolah di salah satu pulau Rempang dan mengakibatkan siswa sesak napas pada 2023 lalu. Beberapa waktu kemudian, ribuan warga mendatangi kantor BP Batam untuk melakukan aksi kembali dan terjadi bentrok. (wan)