Pemangkasan Subsidi BBM: Jangan Sampai Demi Gulirkan Janji Politik Makan Siang dan Susu Gratis, Justru Beratkan Biaya Hidup

Tim Redaksi
Tim Redaksi
Diperbarui 19 Februari 2024 18:01 WIB
Petugas SPBU sedang melayani pembeli BBM Pertamax (Foto: MI/Aswan)
Petugas SPBU sedang melayani pembeli BBM Pertamax (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Pakar Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI) Lina Miftahul Jannah menyoroti rencana pemangkasan anggaran subsidi Bahan Bakar Minyak atau BBM untuk merealisasikan program makan siang gratis yang dijanjikan paslon Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. 

Menurut Lina, realokasi anggaran menjadi pilihan yang tak bisa dihindari dari adanya program baru. Sebab, seperti diketahui, ruang fiskal yang ada di APBN sangat terbatas. Imbasnya, jika ada program baru yang membutuhkan dana besar, maka sudah pasti ada program lain yang dipangkas.

"Pastinya akan ada realokasi. Itu resiko harus ditanggung masyarakat," ujarnya kepada wartawan, Senin (19/2).

Akan tetapi, jika yang dipilih memangkas subsidi energi, pemerintah seharusnya dapat menghitung secara cermat. Sebab, kata Lina, pemangkasan subsidi dipastikan memiliki implikasi yang sangat luas. Sebab dapat dipastikan terjadi kenaikan harga, baik itu di BBM maupun gas elpiji.

"Belajar dari pengalaman, kenaikan dari BBM memiliki efek domino yang panjang. Tidak hanya meningkatkan pengeluaran masyarakat dalam membeli BBM, melainkan juga meningkatkan biaya produksi dan distribusi semua bahan kebutuhan. Kalau BBM naik, akan terimbas harga warteg naik, harga sayur naik," beber Lina.

"Implikasi itu perlu dihitung oleh pemerintahan yang baru nanti. Jangan sampai, demi menggulirkan janji politik makan siang dan susu gratis, namun di sisi lain justru memberatkan biaya hidup. Dihitung saja mana yang jadi prioritas," sambungnya.

Namun dibanding pemangkasan subsidi BBM, Lina mengusulkan agar realokasi diambil dari belanja birokrasi. Dia menilai, ada banyak pengeluaran birokrasi yang sebetulnya bisa diperketat. Misalnya kunjungan dinas dan rapat-rapat di hotel. Jika mengacu pengalaman selama covid, nyatanya fungsi koordinasi bisa dilaksanakan secara jarak jauh. Dia menilai, potensi efisiensi belanja birokrasi cukup besar.

Tantangannya, menurut Lina, ada pada resistensi birokrasi. Sebab harus diakui, rapat dan perjalanan dinas menjadi sumber pemasukan banyak pegawai pemerintah. 

Pun demikian, Lina juga mengingatkan jika program makan siang dan susu gratis dilakukan, harus dipastikan tepat sasaran kepada anak-anak yang membutuhkan. Jika tidak, maka target meningkatkan gizi anak-anak sulit tercapai. "Siapa yang butuh harus dihitung databasenya. Ketika data belum rapih akan susah mencapai target," tegasnya.

Penjelasan TKN

Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Eddy Soeparno, menegaskan, bahwa tidak ada pemangkasan subsidi BBM. Ia menjelaskan bahwa yang akan dilakukan pihaknya adalah efisiensi dengan membatasi orang yang bisa menikmati subsidi BBM dan elpiji 3kg.

Efisiensi tu dilakukan guna memastikan penerima subsidi BBM dan elpiji 3kg tepat sasaran, sehingga anggaran subsidi energi bisa otomatis terpangkas dan kemudian dialihkan ke program makan siang gratis. 

Menurut Eddy, subsidi BBM Pertalite dan elipiji 3kg yang menelan anggaran negara besar-besaran, selama ini justru lebih banyak dinikmati oleh masyarakat mampu.

"Jadi, subsidi energi kita tahun lalu itu Rp 500 triliun. Tahun ini Rp 350 triliun. Porsi terbesar dari subsidi energi itu adalah subsidi untuk pertalite dan elpiji 3 kg. Tetapi, yang menikmati pertalite dan elpiji 3 kg 80 persennya itu masyarakat mampu," kata Eddy Jum'at kemarin.

"Kita evaluasi dulu pemberian subsidi energi itu untuk kita bisa lakukan efisiensi. Caranya gimana?. Pertama, data penerima subsidi energi itu harus kita sempurnakan. Jadi yang berhak itu siapa? Misalkan saja, kaum miskin. Kedua yayasan, yayasan di bidang kemanusiaan. Ketiga misalnya UMKM. Itu berhak," sambung Eddy.

Selain itu, kata Eddy, akan ada aturan mengenai penerima subsidi energi yang diperkuat, sehingga tidak sembarang orang bisa membeli pertalite dan elpiji 3 kg. "Jadi yang harus kita lakukan penguatan di bidang aturan hukumnya. Di situ nanti kemudian dalam aturan hukumnya itu kemudian dibuat kriteria yang berhak menerima subsidi energi itu siapa," bebernya.

Dan kemudian buat sanksi, sanksi bagi yang tetap membeli energi bersubsidi atau sanksi bagi orang yang menjual energi subsidi itu kepada umum.

"Kalau itu kita lakukan, otomatis kan kebutuhan untuk subsidi energi kan berkurang. Kalau subsidi energi kebutuhan berkurang, artinya itu merupakan penghematan APBN, yang mana kemudian penghematan kan bisa dipakai untuk membiayai program yang lain," katanya panjang lebar. 

"Itu maksud saya. bukan memangkas subsidi BBM untuk makan siang gratis," tegasnya menimpali.

Eddy pun kembali menegaskan, bahwa tidak ada pemangkasan subsidi BBM demi program makan siang dan susu gratis bagi anak sekolah melainkan efisiensi subsidi energi.

"Itu bukan pemangkasan BBM. Saya enggak pernah bilang pemangkasan BBM, gitu. Yang saya katakan adalah kita lakukan efisiensi di bidang penyaluran subsidi energi. Subsidi energi, bukan subsidi BBM. Saya katakan, efisiensi di bidang subsidi energi. Kan saya pimpin Komisi VII DPR, jadi saya tahu apa yang bisa dipangkas, apa yang enggak," tandasnya. (wan)