Putusan MK Soal UU Omnibus Law Ciptaker, Tamparan Keras untuk Pemerintah dan DPR

mbahdot
mbahdot
Diperbarui 25 November 2021 19:47 WIB
Monitorindonesia.com - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutus UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) inkonstitusional bersyarat dianggap sebagai tamparan keras terhadap pemerintah dan DPR selaku pembuat UU. Setara Institute mengapresiasi putusan tersebut dan meminta pemerintah bersama DPR menjadikannya pelecut untuk memperbaiki mutu pembuatan UU. Peneliti Hukum dan Konstitusi Setara Institute, Sayyidatul Insiyah, menyebutkan, vonis MK atas uji formil mengonfirmasi buruknya proses legislasi dalam menyusun UU No 11 Tahun 2020 tersebut.  Sebab, sedari awal, banyak pihak telah menyuarakan proses penyusunan Omnibus Law yang dilakukan pemerintah bersama DPR cacat formil. “Putusan MK ini menjadi penting untuk dilihat sebagai tamparan keras bagi pemerintah dan DPR, mengingat melalui putusan a quo MK sebetulnya mengafirmasi bahwa betapa buruknya model legislasi yang diambil dalam perumusan UU No 11 Tahun 2020 ini,” kata Sayiddatul, Kamis (25/11/2021). MK memberi waktu 2 tahun bagi pemerintah dan DPR untuk memperbaiki UU Omnibus Law Ciptaker melalui putusan No. 91/PUU-XVIII/2020. MK menyatakan secara formil UU Omnibus Law Ciptaker inkonstitusional, dan segala kebijakan yang didasari melalui Ciptaker harus ditangguhkan. Sekalipun MK hanya mengadili UU Ciptaker secara formil, belum pada tahap materil yang perkaranya masih berproses, Setara Institute menganggap tenggat waktu 2 tahun yang diberikan MK kepada pemerintah dan DPR memperbaiki Ciptaker sudah ideal. Khususnya untuk memulihkan hak-hak konstitusional yang terdampak secara normatif akibat pemberlakuan UU Ciptaker. “Preseden ini seharusnya menjadi pelecut bagi DPR dan Pemerintah untuk tidak menganggap remeh syarat formil dalam pembentukan UU,” tuturnya. Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani menambahkan, proses perbaikan UU Ciptaker oleh pemerintah bersama DPR harus dikawal oleh masyarakat. Setidaknya, kesempatan ini bisa dijadikan mendorong evaluasi pasal-pasal kontroversial yang merugikan publik. Dia juga mengingatkan proses uji materil terkait substansi UU Ciptaker yang berproses di MK harus dimonitor oleh seluruh masyarakat. Pengawasan ini penting dilakukan untuk mengawal pasal-pasal krusial yang termuat dalam UU Ciptaker. “Artinya bukan tidak mungkin UU ini masih berpotensi menimbulkan kerugian-kerugian konstitusional di beberapa aspek yang diatur oleh UU Cipta Kerja,” kata Ismail.