Inilah Peran Bhadara Richard Eliezer dalam Kasus Pembunuhan Brigadir J 

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 18 Oktober 2022 16:08 WIB
Jakarta, MI - Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E) didakwa oleh Jaksa penuntut Umum (JPU) ikut terlibat dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Hal itu diungkapkan JPU dalam sidang perdana terhadap terdakwa Bharada E terkait kasus pembunuhan berencana Brigadir J yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (18/10/2022). Dalam pembacaan dakwan tersebut, JPU menyebutkan bahwa Bharada E ikut terlibat dalam pembunuhan berencana bersama empat tersangka lainya yakni, Ferdy Sambo, Bripka Ricky Rizal (RR), Putri Candrawathi (PC) dan Kuat Ma'ruf (KM). Sedangkan, dari total lima tersangka kasus pembunuhan berencana itu, empat tersangka lain yakni Ferdy Sambo, Bripka RR, Putri Candrawathi, dan Kuat Ma’ruf bakal dituntut secara terpisah dengan Bharada E. "Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain," ujar JPU saat membacakan dakwaan terhadap Bharada E. JPU menjelaskan, peristiwa tersebut bermula saat Putri yang berada di Magelang menelpon Ferdy Sambo di Jakarta pada Jumat (8/7/2022) dini hari, lalu mengaku bahwa dirinya saat itu mengalami pelecehan oleh Brigadir J. Hal itu kemudian diduga menjadi awal pemicu kemarahan Ferdy Sambo terhadap Brigadir J sehingga diduga Sambo mengatur skenario untuk melakukan pembunuhan terhadap salah satu ajudannya tersebut. Pukul 10.00 WIB, rombongan PC bersama ajudannya pergi meninggalkan Magelang, Jawa Tengah menuju Jakarta. Ketika hendak menuju Jakarta, Ricky Rizal sempat mengamankan senjata api jenis HS nomor Seri H233001 milik Brigadir J serta senjata api jenis Steyr Aug, Al 223 nomor pabrik 14USA247. Setibanya rombongan di Jakarta, terdakwa Putri Candrawathi memerintahkan Bharada E untuk memesan alat tes PCR yang nantinya digunakan untuk rombongan sebelum sampai di rumah pribadinya di Saguling, Jakarta Selatan. Saat itu Ferdy Sambo tiba lebih dulu di Saguling dari kantornya di Mabes Polri sekitar pukul 15.24 WIB sementara Putri berserta rombongan saat itu tiba sekitar pukul 15.40 WIB. Usai tes PCR, Putri lalu menyampaikan pengakuannya bahwa dirinya telah dilecehkan oleh Brigadir J. "Mendengar cerita sepihak yang belum pasti kebenarannya tersebut membuat Ferdy Sambo menjadi marah, namun dengan kecerdasan dan pengalaman puluhan tahun sebagai seorang anggota kepolisian sehingga Ferdy Sambo berusaha menenangkan dirinya lalu memikirkan serta menyusun strategi untuk merampas nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat,” tutur JPU. Lanjut JPU, selanjutnya di rumah Saguling tepatnya di lantai tiga, Sambo menceritakan ke Ricky Rizal soal istrinya yang mengaku dilecehkan Brigadir J. Saat itu Sambo bertanya kepada Ricky apakah dirinya sanggup untuk menembak Brigadir J. Mendengar hal itu, kemudian Ricky mengaku tidak sanggup karena berdalih mentalnya tidak kuat. Mendengar jawaban Ricky, Sambo tak mempermasalahkan penolakan itu, lalu meminta Ricky membantu dirinya di Duren Tiga jika Brigadir J memberikan perlawanan. JPU mengatakan, Ricky kemudian diminta Sambo untuk memanggil Bharada E untuk menghadapnya. Bharada E lalu naik lift dan menemui Sambo di lantai tiga. Saat itu Sambo sudah berada di ruang keluarga lantai tiga, kemudian Sambo menceritakan kepada Bharada E soal cerita sepihak bahwa Putri telah dilecehkan oleh Brigadir J. Dalam momen ini, Putri juga keluar dari kamarnya serta duduk persis di samping Sambo. Sambo lalu menanyakan ke Bharada E soal kesanggupannya untuk menembak Brigadir J. Mendengar perintah sang jenderal, Bharada E lalu menyatakan kesanggupannya. Sambo kemudian menyerahkan satu kotak peluru 9 mm kepada dia. Tak hanya itu, Sambo juga memerintahkan Bharada E menambah amunisi untuk senjata ajudannya itu, yakni senjata api jenis Glock 17 seri MPY851. Kemudian dalam pertemuan itu, Sambo mengarahkan peran Bharada E yakni menembak Brigadir J, serta dirinya meyakini Bharada E bakal menjaganya dari jerat hukum. Sambo lalu mengungkapkan skenarionya yakni terjadi baku tembak antara Brigadir J dengan Bharada E akibat adanya peristiwa pelecehan terhadap Putri. Dalam pertemuan di lantai 3 itu Putri disebut masih ikut mendengarkan pemaparan Sambo saat momen pertemuan itu. Tak lupa, senjata HS milik Brigadir J pun diserahkan Bharada E ke Sambo untuk diamankan. JPU mengungkapkan, Putri lalu turun ke lantai satu dan mengajak Ricky Rizal ke rumah dinas di Duren Tiga, Jakarta Selatan dengan alasan hendak isolasi mandiri. Dalam peristiwa itu Kuat Ma’ruf berinisiatif untuk membawa pisau karena telah mengetahui rencana untuk membunuh Brigadir J. Lalu Putri, Ricky, Kuat, dan Brigadir J pergi ke Duren Tiga sekitar pukul 17.06 WIB. Sambo menyusul rombongan sekitar pukul 17.08 WIB ke rumah dinas di Duren Tiga dan sampai pukul 17.10 WIB. Setelah sampai, Sambo yang meluapkan amarah dan emosi kemudian memanggil Ricky dan Brigadir J. Saat itu, Sambo juga memerintahkan Bharada E untuk bersiap siaga mengokang senjatanya. JPU menjelaskan, setelah Brigadir J menghadap nya, Sambo kemudian memegang leher Brigadir J serta mendorongnya kedepan agar posisi dirinya dan Brigadir J saling berhadap-hadapan. Setelah itu, Sambo kemudian memerintahkan Brigadir J untuk berjongkok. Atas perintah Sambo Brigadir J kemudian jongkok sambil mempertanyakan perihal perlakuan Sambo terhadap dirinya. Saat itu juga, Sambo yang masih dalam keadaan emosi lantas memerintahkan Bharada E untuk segera menembak Brigadir J yang posisinya sedang berjongkok di depannya. “’Woy! Kau tembak! Kau tembak cepaaat! Cepat woy kau tembak!’,” ungkap JPU soal perintah Sambo ke Bharada E. Bharada E lalu menembak memakai Glock 17 sebanyak tiga atau empat kali ketubuh Brigadir J yang membuat tubuh Brigadir J terjatuh lemas bersimbah darah. Saat itu, Brigadir J masih bergerak dan bernafas. Mengetahui hal itu lantas Sambo menembak sebanyak 1 (satu) kalo ke kepala Brigadir J guna memastikan Brigadir J tewas. Sambo kemudian menempelkan senjata api jenis HS ke tangan kiri jenazah Brigadir J. Kemudian Sambo mengambil kembali senjata itu lalu mengenakan sarung tangan hitam agar sidik jari tidak dapat diselidiki kemudian menembak kembali ke arah dinding yang berlawanan. Hal itu diduga sengaja dilakukan oleh Sambo agar menimbulkan kesan dalam persitiwa itu telah terjadi tembak menembak antara Brigadir J dengan Bharada E. Atas perbuatan Sambo dan para ajudanya Brigadir J disebut tewas pada sekitar pukul 17.16 WIB. Jaksa menambahkan, atas perbuatan para tersangka termasuk Bharada E, didakwa atas hukuman pembunuhan berencana dengan ancaman pidana minimal 20 tahun penjara atau seumur hidup serta ancaman paling maksimal hukuman mati. "Bharada E didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," demikian JPU.