Menolak Lupa Pernyataan Ferdy Sambo: Cabut Izin Senjata Api Jika Punya Masalah Keluarga!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 21 Oktober 2022 23:09 WIB
Jakarta, MI - Terdakwa Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, dalam persidangan kemarin bersikukuh mengaku tak memerintahkan Bharada E menembaknya, melainkan hanya menghajar. Mantan jenderal bintang dua Polri itu juga membantah dakwaan jaksa yang menyebut dirinya ikut menembak Brigadir Yosua. Namun, berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pembunuhan terhadap Yosua dilatarbelakangi oleh pernyataan sang Istri mantan Kadiv Propam Polri itu, Putri Candrawathi yang mengaku telah dilecehkan oleh Brigadir Yosua yang tak lain adalah ajudannya sendiri saat itu. Pengakuan itu lantas membuat Sambo marah hingga akhirnya menyusun strategi untuk membunuh Brigadir Yosua di rumah dinasnya di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022) silam. Ferdy Sambo menyuruh anak buahnya melakukan penembakan terhadap Brigadir Yosua yang membuatnya tewas. Ia juga menembak ke arah dinding berkali-kali untuk mengaburkan fakta agar seolah-olah terjadi baku tembak di rumahnya. Terkait penyalahgunaan senjata api ini, tindakan Ferdy Sambo dalam kejadian itu bertolak belakang dengan pernyataannya saat menjabat Kadiv Propam Polri. Dalam sebuah kesempatan, Ferdy Sambo pernah mengingatkan anggota Polri agar tidak tidak terjadi penyalahgunaan senjata api. Untuk mencegah penyalahgunaan senpi, kata Sambo, pengajuan senpi oleh anggota harus diperketat, di antaranya melalui tes psikologi atau kejiwaan. Anggota yang membawa senjata api juga, tegas mantan Kasatgasus Polri itu, harus diawasi dan dicek secara berkala terkait kondisi mental mereka untuk mengantisipasi ketika mereka mengalami perubahan kondisi mental karena masalah keluarga atau dengan lingkungannya. “Apabila ada anggota bermasalah dengan keluarga, dengan lingkungannya, segera dicabut pada kesempatan pertama, sehingga tidak berdampak ke institusi nantinya,” katanya saat itu. Pemeriksaan rutin terkait izin pinjam senpi juga harus dilakukan oleh masing-masing pimpinan unit kepada anggotanya. Anggota juga ditingkatkan pemahaman dan kompetensinya soal penggunaan senpi. Seluruh anggota yang menggunakan kekuatan itu harus paham betul prinsip penggunaannya. Tidak boleh ada penggunaan senpi yang tidak berdasarkan hukum. Pihaknya tak segan menindak tegas terhadap anggota yang melakukan penyalahgunaan senpi. “Kami akan lakukan tindakan tegas dan keras sampai tingkat pengawas lapangan apalagi ada pelanggaran yang masih terjadi lagi terkait penggunaan kekuatan yang tidak sesuai prosedur,” ungkapnya. Sebagaimana diketahui, dalam kasus ini, lima orang didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Yosua. Kelimanya yakni mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo; istri Sambo, Putri Candrawathi; ajudan Sambo, Richard Eliezer atau Bharada E dan Ricky Rizal atau Bripka RR; dan ART Sambo, Kuat Ma'ruf. Atas perbuatannya, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP. Tak hanya itu, Sambo juga dijerat soal obstruction of justice atau menghalangi penyidikan Brigadir Yosua dengan Pasal 49 jo Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat 1 jo Pasal 32 Ayat (1) Nomor 19 Tahun 2016 UU ITE. Selain itu, mereka juga dijerat Pasal 55 Ayat (1) dan/atau Pasal 221 Ayat (1) ke-2 dan/atau Pasal 233 KUHP. (Aan)