Firli Bahuri Terjerat Kasus Pemerasan Syahrul Yasin, Korupsi Bansos DKI Rp 3,65 T Masih Terlantar

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 23 November 2023 01:40 WIB
KPK (Foto: MI/Aswan)
KPK (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri sudah terjerat kasus dugaan pemerasan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syarul Yasin Limpo (SYL).

Adapun Firli Bahuri diduga melakukan pemerasan, penerimaan gratifikasi dan penerimaan suap. Dugaan tindak pidana itu terkait dengan penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian.

Firli dijerat Pasal 12e, Pasal 12B, dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP.

Dengan gerak cepatnya Polda Metro Jaya menetapkan orang nomor satu di KPK itu sebagai tersangka pemerasan SYL patut diapresiasi.

Hal ini tentunya, patut dicontohi oleh KPK itu sendiri dalam pengungkapan kasus dugaan korupsi.

Pasalnya, di KPK sendiri masih banyak kasus dugaan rasuah yang mangkrak diusut atau terlantar. Salah satunya dugaan korusi bantuan sosial (Bansos) Covid-19 tahun 2020 oleh Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp 3,65 triliun.

Di era Firli Bahuri ini memang selalu digencarkan pengusutan kasus dugaan korupsi dengan melakukan berbagai penggeledah hingga operasi tangkap tangan (OTT).

Seperti halnya pada beberapa waktu melakukan penggeledahan di kantor Kementerian Sosial (Kemensos) terkait kasus dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) beras yang disebut terjadi dalam periode kepemimpinan Juliari Batubara, mantan Menteri Sosial (Mensos).

Namun sepertinya lupa dengan kasus dugaan korupsi bansos juga yang terjadi di DKI Jakarta sebesar Rp 3,65 triliun itu.

Memang KPK selalu hati-hati dalam pengungkapan kasus dugaan rasuah, berbeda dengan operasi tangkap tangan (OTT) yang lebih cepat karena alat bukti mudah didapat. 

Selain itu KPK dalam mengungkap kasus korupsi terkait Pasal 2 UU KPK sepertinya kurang percaya diri sehingga membutuhkan audit terkait kerugian negara.

Kendati, jika merujuk pada dugaan korupsi Bansos DKI Jakarta itu, sebenarnya barang bukti maupun alat bukti dekat sekali dengan gedung KPK itu. Hanya diseputaran DKI Jakarta saja.

Apalagi bansos itu melaui Dinas Sosial (Dinsos) DKI Jakarta dengan tiga rekanannya yakni Perumda Pasar Jaya, PT Food Station dan PT Trimedia Imaji Rekso Abadi.

Hingga saat ini masyarakat menantikan perkembangan kasus yang berhembus sejak Januari 2023 lalu.

Bahkan, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menyakan bahwa, jika kasus ini tak dilidik hingga disidik, maka sudah sepatutnya di-praperadilakan.

"KPK harus menginfokan perkembangan kasusnya. Saya juga mendorong teman-teman LSM untuk mempraperadilankan KPK," kata Abdul Fickar Hadjar kepada Monitorindonesia.com dikutip pada Kamis (23/11).

"Digugat praperadilan jika dalam satu minggu kedepan tidak ada info tentang kasis ini. Praperadilan adakah akses masyarakat untuk mengetahui informasi perkemambangan kasus yang ditangani KPK yang tidak dikomunikasikan kepada masyarakat," sambungnya.

Selain itu, Abdul Fickar mendorong KPK agar memeriksa dan menggeledah Dinas Sosial DKI Jakarta dan Perum Pasar Jaya serta rekannya.

"Sebagai rekannya, karena memang kasusnya berkaitan dengan kedua instansi itu," tegasnya.

Adapun kasus dugaan korupsi ini berawal dari kicauan akun Twitter (X) @kurawa yang menuliskan kronologi dugaan korupsi program bansos Covid-19 yang dilakukan Pemprov DKI tahun 2020. 

Menurut pakar hukum Iskandar Sitorus, hal ini tentunya harus dapat ditelaah atau diselidiki oleh KPK, jika ditemukan bukti awal yang cukup maka dapat meningkatkannya ke tahap penyidikan. Namun sayangnya KPK sampai saat ini belum memberikan keterangan lebih lanjut dugaan tipikor ini.

"Ini sebagai pintuk masuk dan atau alat bukti dugaan penyimpangan kewenangan atau memberikan keterangan yang tidak sesuai postur oleh aparatur atau penyelenggara negara," kata Iskandar kepada Monitorindonesia.com, pekan lalu.

Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Premi Lasari sebelumnya mengatakan bahwa kontrak kerja sama penyaluran bansos dengan Perumda Pasar Jaya telah berakhir pada 31 Desember 2020 lalu.

Ia mengatakan bahwa pemeriksaan juga telah dilakukan tahun 2021 lalu. "Pemeriksaan udah pemeriksaan di 2021, 2022. Udah. Kan saya juga sudah pernah menjelaskannya di KPK," ujarnya, Jumat (13/1) lalu.

Pengawasan dan pemeriksaan itu, kata Premi telah dilakukan KPK, BPK, Inspektorat. Soal temuan beras yang rusak di gudang Pasar Jaya, Premi menyatakan belum tahu dan masih akan menelusuri beras itu milik siapa.

Namun begitu, jika memang dugaan korupsi bansos itu akan ditindaklanjuti lebih jauh lagi oleh KPK, ia menyatakan siap untuk memberikan keterangan.

"Jelas dong, sebagai perangkat daerah kita harus memberikan keterangan sebaik baiknya," tandasnya.

Sementara itu, Plt Kepala Badan Pembinaan BUMD DKI Jakarta Fitria Rahadiani mengungkapkan beras yang sudah menguning dan berjamur di gudang Pasar Jaya merupakan sisa stok dari usaha retail perusahaan.

"Untuk sisa stok beras di Pulogadung, berdasarkan hasil koordinasi dengan Perumda Pasar Jaya, sisa stok tersebut merupakan sisa stok dari usaha retail perusahaan," ungkap Fitria, Jumat (13/1).

Fitria pun mengeklaim sisa stok beras di gudang milik Pasar Jaya tidak akan dibuang, melainkan akan dijual kembali dengan sistem lelang.

Namun, Fitria tak menjelaskan apa peruntukan beras busuk yang dilelang tersebut. "Terhadap sisa stok tersebut, Perumda Pasar Jaya akan melaksanakan lelang, bekerja sama dengan kantor lelang di akhir Januari ini," katanya. (LA)