Polisi Akan Periksa Eks Mentan SYL Soal Kasus Firli

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 28 November 2023 14:49 WIB
Eks Mentan Syahrul Yasin Limpo sedang duduk di ruang tunggu sebuah Rumah Sakit (Foto: Dok MI)
Eks Mentan Syahrul Yasin Limpo sedang duduk di ruang tunggu sebuah Rumah Sakit (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Jamaluddin Koedoeboen, kuasa hukum mantan Menteri Pertanian (SYL) Syahrul Yasin Limpo menyebut kliennya itu akan kembali menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan pemerasan dengan tersangka Firli Bahuri pada Rabu (29/11) besok. 

Pemeriksaan terhadap SYL besok merupakan pemeriksaan tambahan dengan kapasitasnya sebagai saksi.

“Beliau diperiksa (besok) jam 2 siang, di Bareskrim Mabes Polri. Pemeriksaan tambahan saja, terkait dugaan tindak pidana korupsi, berupa Pemerasan atau penerimaan gratifikasi oleh FB,” katanya kepada wartawan, Selasa (28/11).

Adapun tim penyidik gabungan Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dan Dittipidkor Bareskrim Polri akan kembali melanjutkan rangkaian penyidikan kasus dugaan pemerasan terhadap SYL pasca menetapkan Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri sebagai tersangka pada Rabu (22/11) lalu.

Mulai pekan ini, pemeriksaan terhadap para saksi dan ahli dalam kasus tersebut akan dimulai. Sementara itu, SYL sendiri sebelumnya pernah menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya dengan status sebagai saksi pada 5 Oktober 2023 lalu.

Bahkan, SYL juga menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri pada hari Selasa 31 Oktober 2023 juga sebagai saksi di tahap penyidikan kasus tersebut.

Dalam kasus ini, baru Firli Bahuri yang ditersangakakan. Ia dijerat dengan pasal berlapis berupa pemerasan dan penerimaan gratifikasi.

Yakni Pasal 12e, atau Pasal 12B, atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 65 KUHP yang terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya sekitar tahun 2020 sampai dengan tahun 2023. 

Adapun ancaman hukuman dalam Pasal 12e dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor, pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. 

Sedangkan, Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor, ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun penjara, serta denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.