Diduga Titip Kontraktor, Pakar Hukum Dorong KPK Seret Menhub Budi Karya ke Pengadilan

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 14 Desember 2023 13:37 WIB
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar (Foto: Dok MI)
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar (Foto: Dok MI)
Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK didorong agar menyeret Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi ke pengadilan. Hal ini dikarenakan Menhub Budi Karya disebut-sebut dalam persidangan bahwa dia menitip kontraktor dalam proyek jalur kereta api disejumlah daerah.

Adalah berdasarkan keterangan Pejabat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Harno Trimadi saat menjadi saksi dalam sidang dugaan suap pejabat Direktorat Jenderal Perkeretaapian  (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Kamis (3/7) lalu.

Saat itu, Harno menjadi saksi untuk terdakwa Direktur PT Istana Putra Agung Dion Renato Sugiarto. Menurut dia, titipan itu ialah ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi), pengusaha Billy Haryanto alias Billy Beras, dan anggota DPR RI.

"Siapapun yang disebut dan mempunyai peran dalam rangkaian perbuatan yang duangkapkan di pengadilan, maka harus dihadirkan menjadi saksi tetutama dalam kaitannya dengan pembuktian dakwaan tehadap terdakwa," tegas Abdul Fickar Hadjar, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti kepada Monitorindonesia.com, Rabu (13/12).

Dalam kasus ini, Harno Trimadi telah divonis dengan pidana lima tahun penjara. Sementara Fadliansyah selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Perawatan Prasarana Perkeretaapian-- PPK 4 pada tahun 2022 sampai dengan 11 April 2023 divonis dengan pidana empat tahun penjara.

Harno dan Fadliansyah juga dihukum membayar denda sebesar Rp200 juta subsider empat bulan kurungan.

|Baca Juga: Dugaan Titipan Kontraktor Proyek DJKA, Menhub Budi Karya Berpotensi Dihadirkan di Meja Hijau|

"Menyatakan terdakwa 1 Harno Trimadi dan terdakwa 2 Fadliansyah telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan lebih lanjut sebagaimana dakwakan alternatif kedua," ujar ketua majelis hakim Bambang Joko Winarno saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (11/12) lalu.

Majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan kepada Harno berupa pembayaran uang pengganti sejumlah Rp900 juta, Sin$30 ribu dan US$20 ribu paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap.

"Jika tidak dibayar maka harta bendanya disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti, dengan ketentuan apabila terdakwa tidak punya harta benda yang cukup, maka diganti pidana penjara selama 2 tahun," ucap hakim.

Sedangkan Fadliansyah dihukum membayar uang pengganti Rp625 juta subsider 1 tahun penjara. Harno dan Fadliansyah terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sebagai informasi bahwa, KPK tengah mengembangkan perkara dugaan suap pembangunan dan peningkatan jalur kereta api di DJKA Kemenhub. Perkara itu dimulai dengan operasi tangkap tangan (OTT) pada April lalu.

|Baca Juga: Sinyal KPK Seret Menhub Budi Karya di Kasus Suap DJKA!|

KPK tidak segan memeriksa Menhub Budi Karya lagi. Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, lembaga antirasuah bakal memeriksa siapapun pihak yang dinilai memiliki andil dalam suatu kasus korupsi. 

“Bahkan menteri pun kita akan periksa kalau memang betul-betul di dalam peristiwa tersebut ada kontribusinya terhadap peristiwa tindak pidana korupsi,” kata Asep dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (8/11). 

Asep mengatakan, pejabat yang diduga terkait korupsi bisa diulik mengenai dugaan tindakan atau perbuatan mereka, aliran dana, maupun perintah. Ketika seorang pejabat memberikan perintah dalam suatu kasus korupsi biasanya diikuti atau terdapat aliran dana mencurigakan. “Apakah menerima atau hanya memerintahkan,” ujar Asep. 

“Karena tentunya untuk memperjelas konstruksi perkara, siapapun akan kita minta keterangan,” tambahnya. 

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan pihaknya tidak bisa menindak pejabat ataupun pihak lain yang disebut menitipkan kontraktor dalam proyek hanya berdasarkan pada informasi sepihak.

Meski demikian, bagaimana tindak lanjut atas dugaan praktek “titip kontraktor” itu bergantung pada penyidik. “Kita tidak bisa mendengar sepihak saja. Apalagi hanya berdasarkan suatu pemikiran saja,” kata Tanak. (Wan)