Kisah Panjang Korupsi 1,1 Ton Emas Seret Budi Said dan PT Antam

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 19 Januari 2024 14:58 WIB
Budi Said mengenakan rompi tahanan Kejagung (Foto: MI/Aswan)
Budi Said mengenakan rompi tahanan Kejagung (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Budi Said sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penjualan emas 1,1 ton.

Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung Kuntadi mengatakan kasus ini bermula pada Maret-November 2018. 

Budi bersama-sama dengan oknum pegawai PT Antam kongkalikong merekayasa transaksi jual-beli emas dengan cara menetapkan harga jual di bawah harga yang telah ditentukan seolah-olah ada pemotongan harga.

"Sekira bulan Maret 2018 sampai dengan November 2018, diduga tersangka bersama sama dengan Saudara EA, Saudara AP, Saudara EK, dan Saudara MD beberapa di antaranya merupakan oknum pegawai Antam," kata Kuntadi saat jumpa pers di kantornya, Kamis (18/1).

Padahal saat itu, PT Antam tidak menetapkan diskon untuk harga jual-beli emas. Untuk menutupi transaksi tersebut, Budi melakukan mekanisme di luar aturan sehingga PT Antam tidak bisa mengontrol keluar-masuk transaksi dari logam mulia.

Kuntadi mengatakan jumlah uang yang diberikan Budi dan jumlah logam yang diterima terdapat selisih yang sangat besar.

Budi dan oknum pegawai Antam lalu membuat surat palsu untuk mengelabui adanya transaksi itu.

"Akibatnya, antara jumlah uang yang diberikan oleh tersangka dan jumlah logam mulai diserahkan eh PT Antam terdapat selisih yang cukup besar," katanya.

"Guna menutupi selisih tersebut para pelaku selanjutnya membuat surat yang diduga palsu yang pada pokoknya menyatakan seolah-olah bahwa benar transaksi itu telah dilakukan bahwa benar PT Antam ada keterangan dalam penyerahan sejumlah logam mulia," ujarnya.

Akibatnya PT Antam mengalami kerugian sebesar 1.136 kg logam mulia atau mungkin setara Rp 1,1 triliun.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan secara intensif, pada hari ini status yang bersangkutan kita naikkan sebagai tersangka," imbuhnya.

Kronologi

Dari berbagai sumber, kasus bermula saat Budi Said membeli emas 7 ton emas dari Antam pada 2018. Namun dalam perjalanannya, Budi Said baru menerima 5.935 kg. Merasa dirugikan, konglomerat yang memiliki perusahaan properti di Surabaya itu menggugat sejumlah pihak. Yaitu:

1. PT Aneka Tambang Tbk. (atau disingkat PT ANTAM TBK) sebagai Tergugat I

2. Endang Kumoro sebagai Tergugat II

3. Misdianto sebagai Tergugat III

4. Ahmad Purwanto sebagai Tergugat IV

5. Eksi Anggraeni sebagai tergugat V

PN Surabaya mengabulkan permohonan Budi Said dan menghukum Antam membayar kekurangan emas yang seharusnya diterima. Antam tidak terima dan mengajukan banding.

Namun, Budi Said kalah di tingkat banding. PT Surabaya membatalkan seluruh gugatan Budi Said. Tidak terima, Budi Said mengajukan kasasi.

Mahkamah Agung membalik keadaan. Antam kalah dan Budi Said kembali menang. Duduk sebagai ketua majelis kasasi yaitu Maria Anna Samiyati dengan anggota Rahmi Mulyati dan Panji Widagdo.

Dalam putusan majelis hakim MA pada 23 Agustus 2022, PT Antam diperintahkan membayar emas batangan seberat 1,1 ton kepada Budi Said dan uang senilai Rp92.092.000.000. Antam menolak putusan itu dan mengajukan peninjauan kembali (PK). Namun, MA menolak PK tersebut dalam putusan yang diketok pada 12 September 2023 oleh ketua majelis Yakup Ginting dengan anggota Nani Indrawati dan M Yunus Wahab.

"Amar putusan menolak permohonan PK yang diajukan PT Aneka Tambang Tbk diwakili oleh Nicolas D Kanter selaku Direktur Utama," bunyi putusan tersebut dikutip dari laman resmi MA. Melalui putusan MA tersebut, Antam diharuskan membayar 1,1 ton emas atau setara dengan Rp1,1 triliun kepada Budi Said.

Antam juga diperintahkan membayar uang senilai Rp92.092.000.000. 

Antam tetap tidak terima dan kemudian menggugat Budi Said bersama empat orang lainnya, yakni Eksi Anggraeni selaku tergugat II, Endang Kumoro tergugat III, Misdianto tergugat IV dan Ahmad Purwanto tergugat V, ke PN Jakarta Timur terkait kasus jual-beli logam mulia.